Mobil SUV hitam memasuki area seluas lima hektar. Saat mobil itu berhenti, Anjani gegas menuruni kursi penumpang, bahkan sebelum sang suami selesai melepaskan seatbelt. Melihat kebahagiaan gadis itu, Arjuna menggeleng sambil tersenyum manis. Ada kebanggaan tersendiri karena dirinya bisa meluangkan waktu untuk sang istri. Kesibukan serta penat yang melanda hampir beberapa bulan ini akhirnya bisa ia lalui dengan penuh perjuangan. Kini Arjuna tak lagi berjuang menarik kembali aset yang dialihkan oleh Dimension Realty. Hidupnya lambat laun pun normal. Tak ada perebutan tahta maupun konflik keluarga. Zivaa sudah mulai membaik, ia mulai mengenal kembali anak-anaknya, baik Rama, Arjuna, maupun Anjani—menantunya. Hidup mereka kini mulai berdampingan. Begitupun kisah cinta Rama dan Kayla yang tengah berada di fase paling bahagia. Pernikahan memang mereka harapkan secepatnya, namun, Rama yang belum lama menjabat sebagai CEO Semesta Resort, perlu menstabilkan apa yang ada di perusahaan itu, hing
Sinar mentari menyusup dari segala sisi ventilasi. Masih nyaman di atas ranjang, Anjani pun terpejam. Namun dalam tidur, ia seolah berada dalam sebuah tempat yang dipenuhi oleh berbagai masakan. Harum itu menelisik hidung Anjani hingga membuat tidur pun terusik.“Eung!” leguh Anjani. Saat ia bangkit dari baring, Anjani tak melihat sang suami. Ia menggerakan kepala tiada henti, mencari keberadaan sang Arjuna. “Dimana dia?”Anjani gegas menyingkap selimut yang menutupi tubuh. Dengan balutan lingerie putih nan tipis, Anjani melangkah dari ruang tersebut, menelusuri jejak harum yang telah mengusik tidurnya. Langkah kaki berderap lebih cepat ketika Anjani menuruni anak tangga. Dari sisi lain, seorang pria yang tengah menyiapkan sarapan menoleh saat mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa.“Pelan-pelan, Sayang! Perutmu sudah membesar,” pinta Arjuna. Tak ada jawaban, gadis itu hanya terkekeh pelan. Sementara Arjuna kembali berjibaku dengan spatula dan penggorengan untuk menciptakan masa
Barathaland Group.Seorang wanita dengan heels tinggi memecah keheningan di pagi hari. Langkah kaki terdengar begitu tergesa, memasuki ruangan yang hanya ada satu penghuni yakni Kris. Gadis tersebut berdiri di hadapan sang pria dengan bibir mengerucut. Kebanyakan, gadis itu tengah berada dalam mood yang buruk. Kris paling tahu siapa yang membuat sang gadis seperti itu. “Tuanmu benar-benar menguji kesabaranku!” “Ada apa lagi?” “Pria itu memberikan tugas untuk memantau kinerja Jihan … dia pikir aku apa?! Aku ini sekretaris!” “Bukankah itu memang pekerjaanmu?” “Maksudmu?” Naomi tak setuju dengan pertanyaan terakhir dari sang kekasih. Bukan ia tak terima di suruh-suruh seperti babu, tapi ia lebih tahu pekerjaan yang lebih bermanfaat daripada hanya sekedar memantau kinerja orang lain. “Karena Arjuna percaya padamu, Sayang. Ia percaya kau mampu memberi informasi tentang gadis itu.” “Sejak awal aku memang tidak setuju dia yang menggantikan posisi Anjani!” Kini Naomi bersedekap tanga
Seorang pria sejak tadi hanya diam membisu. Padahal, di hadapannya ada seorang gadis yang tengah menunggu. Sejak ibu dan ayah mereka memutuskan pergi bersama. Sepasang anak manusia disana hanya diam tanpa sepatah kata.Jika dipikir kembali, ini bukanlah pertemuan pertama mereka setelah terpisah lama. Bahkan, mereka telah menghabiskan waktu bersama dengan bertukar peluh seadanya. Tepat, saat Anjani mengadakan pesta baby shower.Astaga, apa yang mereka pikirkan?“Aku merindukanmu,” lirih Kayla. Disaat berikutnya, Kayla mendongak lalu mendaratkan kecupan di bibir Rama. Mendapat lampu hijau dan dibersamai rasa rindu yang menggebu, Rama melumat bibir itu dengan penuh hasrat. Di selasar kolam yang sepi, kedua bibir saling berpagutan, menyesap, dan berbagi rasa manis yang diciptakan oleh lipstik merah sang gadis. Sungguh memabukkan!Semakin lama ciuman itu semakin dalam. Keduanya lupa bahwa selasar itu bisa saja dilewati oleh beberapa tamu, namun karena rasa yang menggebu-gebu, akhirnya lan
Arjuna duduk di meja kebesarannya sejak sepuluh menit berlalu. Tatapan mata itu masih menusuk Kris yang berdiri di hadapannya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa mereka melakukan itu di ruangan kantornya.“Hmmmmm.”Arjuna kembali berdehem seketika. Bahkan ia lupa harus melakukan apa setelah sampai kantor. Tidak!Tepatnya Kris yang masih membeku. Seharusnya sang asisten memberitahu jadwal kegiatan hari itu. Tapi karena insiden yang tak bisa dikendalikan olehnya, Kris justru membeku.“Tidak ada jadwal untukku hari ini?”Akhirnya Arjuna bertanya. Bahkan rasanya ia ingin sekali memukul kepala Kris hingga sadar dari lamunannya.“Eh? Iya apa, T-tuan?”“Setelah dua bulan cuti—apa tidak ada jadwal lagi untukku?”‘Tidak bisakah kau cuti lebih lama? Bahkan istrimu sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Harusnya kau masih cuti ‘kan?’Brak!Tiba-tiba meja mengeluarkan suara gebrakan. Tidak kencang, tapi cukup membuat Kris terlonjak kaget.“Astaga! Jantungku,” ucap Kris dengan wajah polos.“T
“Apa? Sudah ingin lahiran?”Jarvis dan Kris gegas menoleh ke arah pria itu.Arjuna yang masih membelakangi mereka, sesekali menoleh memastikan keadaan tuan Jarvis disana.“Baiklah, aku akan segera kesana.”Setelah Arjuna berbalik, pengawal Jarvis mendekat pada tuannya—lalu membisikkan sesuatu di telinga tersebut. Entah apa yang mereka bicarakan, Arjuna hanya bisa memandang raut wajah Jarvis yang menegang, lalu melirik pada Kris. Ketika sang pengawal menjauh, wajah Jarvis berubah penuh dengan senyuman.“Congrats, tuan Arjuna!” seru pria itu seraya berdiri.Dan saat itu pula Arjuna memandang Kris tak mengerti.“Apa istrimu baru akan lahiran?” Tanya Jarvis.“Ah! I-iya,” jawab pria itu seketika gugup.Ini pertama kali bahwa dua hal dalam hidupnya datang bersamaan. Bahkan Arjuna sendiri belum sempat menentukan perjanjian kontrak untuk pendanaan paradise. Namun, di sisi lain ia harus segera pergi untuk mengetahui kondisi sang istri. Sungguh dilema.“Ini akan menjadi proyek yang tak pernah a
“Ternyata dia sangat mirip denganmu, Arjuna.”Rama yang sedari tadi mengamati garis wajah keponakannya, merasa tidak asing. Dan benar saja—Sadewa memang sangat mirip dengan Arjuna.“Sepertinya saat hamil Anjani benci sekali dengan suaminya,” ucap Rama, asal.“Kenapa memangnya?” tanya Zivaa.Sementara Anjani yang berbaring di kelilingi oleh mereka hanya bisa mengulum senyum.“Wajah Sadewa mirip sekali dengan ayahnya.”Rama mendelik. Bahkan tatapannya silih berganti memandang ke arah Arjuna dan Sadewa.“Sungguh keterlaluan, kamu, Nak. Ibumu mengandung selama sembilan bulan—tapi tidak ada sedikitpun raut wajah ibumu yang kau ambil,” ucap Naomi yang langsung disambut gelak tawa Arjuna dan Rama.“Gen Barathawardana memang bukan main.”Kini Kris tak malu memuji bahwa anak laki-laki yang lahir dari keluarga Barathawardana pasti berparas tampan. Lihat saja! Arjuna, Rama, dan sekarang–Sadewa?Saat gelak tawa memecah keheningan, Sadewa tersentak kaget. Lucu sekali! Kedua tangan dan kakinya meng
“So … kapan kita mulai persiapannya?” tanya Arjuna begitu tiba-tiba hingga membuat mata Rama membola.Pria itu enggan menanggapi pertanyaan saudaranya. Ia pun gegas berdiri lalu meninggalkan Arjuna dengan tanda tanya besar di benaknya.“Hei! Mau kemana?!”“Kemana saja, sesuka hatiku!”Rama benar-benar meninggalkan pria itu. Tanpa menoleh, ia mengangkat salah satu tangannya tinggi, melambai, lalu pergi.“Tsk! Dasar anak itu!”Beralih pada ponsel yang ada di genggaman tangannya—Arjuna melihat layar tersebut telah menampilkan satu nama, Tuan Hoover. Seketika ia pun teringat pesannya.“Kabari aku kembali saat anakmu sudah lahir, tuan.”Exactly! Arjuna lupa bahwa ia seharusnya menghubungi pria itu ketika Sadewa telah lahir ke dunia untuk sekadar memberitahu. Namun, karena dirinya lupa—pun pria itu mungkin tak sabar. Alhasil, ia pun menelepon Arjuna.“Hallo, tuan Arjuna. Bagaimana? Apakah istrimu sudah melahirkan?”“Hallo tuan Hoover—maafkan aku karena tidak segera memberitahumu.”Arjuna be