Seorang pria sejak tadi hanya diam membisu. Padahal, di hadapannya ada seorang gadis yang tengah menunggu. Sejak ibu dan ayah mereka memutuskan pergi bersama. Sepasang anak manusia disana hanya diam tanpa sepatah kata.Jika dipikir kembali, ini bukanlah pertemuan pertama mereka setelah terpisah lama. Bahkan, mereka telah menghabiskan waktu bersama dengan bertukar peluh seadanya. Tepat, saat Anjani mengadakan pesta baby shower.Astaga, apa yang mereka pikirkan?“Aku merindukanmu,” lirih Kayla. Disaat berikutnya, Kayla mendongak lalu mendaratkan kecupan di bibir Rama. Mendapat lampu hijau dan dibersamai rasa rindu yang menggebu, Rama melumat bibir itu dengan penuh hasrat. Di selasar kolam yang sepi, kedua bibir saling berpagutan, menyesap, dan berbagi rasa manis yang diciptakan oleh lipstik merah sang gadis. Sungguh memabukkan!Semakin lama ciuman itu semakin dalam. Keduanya lupa bahwa selasar itu bisa saja dilewati oleh beberapa tamu, namun karena rasa yang menggebu-gebu, akhirnya lan
Arjuna duduk di meja kebesarannya sejak sepuluh menit berlalu. Tatapan mata itu masih menusuk Kris yang berdiri di hadapannya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa mereka melakukan itu di ruangan kantornya.“Hmmmmm.”Arjuna kembali berdehem seketika. Bahkan ia lupa harus melakukan apa setelah sampai kantor. Tidak!Tepatnya Kris yang masih membeku. Seharusnya sang asisten memberitahu jadwal kegiatan hari itu. Tapi karena insiden yang tak bisa dikendalikan olehnya, Kris justru membeku.“Tidak ada jadwal untukku hari ini?”Akhirnya Arjuna bertanya. Bahkan rasanya ia ingin sekali memukul kepala Kris hingga sadar dari lamunannya.“Eh? Iya apa, T-tuan?”“Setelah dua bulan cuti—apa tidak ada jadwal lagi untukku?”‘Tidak bisakah kau cuti lebih lama? Bahkan istrimu sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Harusnya kau masih cuti ‘kan?’Brak!Tiba-tiba meja mengeluarkan suara gebrakan. Tidak kencang, tapi cukup membuat Kris terlonjak kaget.“Astaga! Jantungku,” ucap Kris dengan wajah polos.“T
“Apa? Sudah ingin lahiran?”Jarvis dan Kris gegas menoleh ke arah pria itu.Arjuna yang masih membelakangi mereka, sesekali menoleh memastikan keadaan tuan Jarvis disana.“Baiklah, aku akan segera kesana.”Setelah Arjuna berbalik, pengawal Jarvis mendekat pada tuannya—lalu membisikkan sesuatu di telinga tersebut. Entah apa yang mereka bicarakan, Arjuna hanya bisa memandang raut wajah Jarvis yang menegang, lalu melirik pada Kris. Ketika sang pengawal menjauh, wajah Jarvis berubah penuh dengan senyuman.“Congrats, tuan Arjuna!” seru pria itu seraya berdiri.Dan saat itu pula Arjuna memandang Kris tak mengerti.“Apa istrimu baru akan lahiran?” Tanya Jarvis.“Ah! I-iya,” jawab pria itu seketika gugup.Ini pertama kali bahwa dua hal dalam hidupnya datang bersamaan. Bahkan Arjuna sendiri belum sempat menentukan perjanjian kontrak untuk pendanaan paradise. Namun, di sisi lain ia harus segera pergi untuk mengetahui kondisi sang istri. Sungguh dilema.“Ini akan menjadi proyek yang tak pernah a
“Ternyata dia sangat mirip denganmu, Arjuna.”Rama yang sedari tadi mengamati garis wajah keponakannya, merasa tidak asing. Dan benar saja—Sadewa memang sangat mirip dengan Arjuna.“Sepertinya saat hamil Anjani benci sekali dengan suaminya,” ucap Rama, asal.“Kenapa memangnya?” tanya Zivaa.Sementara Anjani yang berbaring di kelilingi oleh mereka hanya bisa mengulum senyum.“Wajah Sadewa mirip sekali dengan ayahnya.”Rama mendelik. Bahkan tatapannya silih berganti memandang ke arah Arjuna dan Sadewa.“Sungguh keterlaluan, kamu, Nak. Ibumu mengandung selama sembilan bulan—tapi tidak ada sedikitpun raut wajah ibumu yang kau ambil,” ucap Naomi yang langsung disambut gelak tawa Arjuna dan Rama.“Gen Barathawardana memang bukan main.”Kini Kris tak malu memuji bahwa anak laki-laki yang lahir dari keluarga Barathawardana pasti berparas tampan. Lihat saja! Arjuna, Rama, dan sekarang–Sadewa?Saat gelak tawa memecah keheningan, Sadewa tersentak kaget. Lucu sekali! Kedua tangan dan kakinya meng
“So … kapan kita mulai persiapannya?” tanya Arjuna begitu tiba-tiba hingga membuat mata Rama membola.Pria itu enggan menanggapi pertanyaan saudaranya. Ia pun gegas berdiri lalu meninggalkan Arjuna dengan tanda tanya besar di benaknya.“Hei! Mau kemana?!”“Kemana saja, sesuka hatiku!”Rama benar-benar meninggalkan pria itu. Tanpa menoleh, ia mengangkat salah satu tangannya tinggi, melambai, lalu pergi.“Tsk! Dasar anak itu!”Beralih pada ponsel yang ada di genggaman tangannya—Arjuna melihat layar tersebut telah menampilkan satu nama, Tuan Hoover. Seketika ia pun teringat pesannya.“Kabari aku kembali saat anakmu sudah lahir, tuan.”Exactly! Arjuna lupa bahwa ia seharusnya menghubungi pria itu ketika Sadewa telah lahir ke dunia untuk sekadar memberitahu. Namun, karena dirinya lupa—pun pria itu mungkin tak sabar. Alhasil, ia pun menelepon Arjuna.“Hallo, tuan Arjuna. Bagaimana? Apakah istrimu sudah melahirkan?”“Hallo tuan Hoover—maafkan aku karena tidak segera memberitahumu.”Arjuna be
“Apa kau setuju jika Sadewa dijodohkan dengan rekan bisnisku?”Mata gadis itu membola. Seketika Anjani terperanjat hingga tanpa sadar mendorong tubuh Arjuna menjauh.“Kau gila?”“Tenanglah!” seru Arjuna dengan senyum tak biasa, membuat Anjani semakin tak tenang. Bagaimana mungkin bayi yang belum genap sebulan sudah ingin dijodohkan? Apa suaminya ini gila?Anjani tak berhenti menggeleng sambil menatap mata sang suami dengan tajam.“Dia Tuan Hoover yang akan menginvestasikan dananya untuk proyek Paradise.”“Paradise?”“Ya, setelah semua sengketa clear tak ada alasan untuk menunda pembangunan bukan?”Anjani termangu. Tiba-tiba sorot matanya meredup. Bagaimanapun tanah itu, pernah berdiri sebuah bangunan yang penuh kenangan. Tapi, semua sudah berlalu. Anjani seharusnya tak lagi mengingat itu sementara ia sudah memiliki Arjuna dan Sadewa di sisinya.“Kenapa?”Arjuna seolah tahu apa yang dipikirkan oleh sang istri. Ia menengadahkan wajah sang istri lalu menangkup pipi serta mengusapnya lemb
Dalam perjalanan menuju bandara, Rama tak berhenti diam. Ia terus mendengus sambil sesekali mengecek ponselnya. Hasrat yang belum tuntas dan rasa rindu pun sudah menggebu bahkan sebelum ia benar-benar meninggalkan tanah air. Arjuna yang sedari tadi mengamati, hanya bisa menggelengkan kepala. Dasar si keras kepala itu. Ia tidak ingin cepat-cepat menikahi wanita yang sudah jelas dicintai.“Baru saja bertemu, kau sudah rindu?”Rama pun menoleh hingga matanya bersirobok di udara dengan Arjuna.“Ya?”“Kau itu terlalu gengsi!”“Apa?”Tak lama suara gelak tawa memenuhi penjuru mobil. Arjuna terlihat begitu puas menertawai sang adik yang jelas-jelas tengah dilanda frustasi.“Ada yang lucu?” tanya Rama kesal karena ditertawai begitu saja.“Sikapmu yang lucu! Kau tidak ingin menikahinya cepat-cepat, tapi kau dengan lihai melakukan permainan di kantor. Aku sampai merinding—hih!”“Shut up!”Meski mereka pernah berseteru, tapi setiap kali Arjuna mengolok-olok Rama, tak ada lagi kecanggungan dianta
Memandang wajah Rama yang berubah pias membuat Kayla tersenyum dibalik Zivaa yang penuh mengisi layar ponsel itu. Zivaa dan Sadewa seolah sengaja membuat Rama tak berkutik dengan menggodanya.“Ayolah, Paman! Jangan membuat Bibi Kayla menunggu lebih lama lagi.”“Eung …”Di ujung panggilan video itu, terlihat Rama yang terus menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia terdengar menghela nafas berkali-kali.“Sudahlah, kalian jangan terus menerus menggoda Paman Rama.”Anjani meraih ponsel itu dari wajah Zivaa dan mengembalikannya pada Kayla. Ia lantas merebut Sadewa dalam genggaman sang ibu mertua.“Bu, biarkan Kayla berbicara dengan Rama. Mereka pasti saling merindukan,” goda Anjani.Lantas ia beranjak menuju kamar Sadewa.“Ayo, Bu!”Zivaa pun mengangguk dan berpindah dari ruang keluarga menuju kamar anak bayi itu. Setelah kedua orang itu berlalu dan menghilang dari pandangan. Kayla lantas menatap layar ponsel itu dengan senyum tak biasa.“Kau menertawakanku?” “Tidak. Hanya saja … lucu.”“Ap