Arjuna bangkit, ia duduk di sisi Anjani, lalu membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Sesaat hening. Arjuna terus menatap gadis itu dengan lekat.“Anyway—kau bertengkar dengan Naomi?”Anjani diam seribu bahasa. Ia sendiri tak tahu apa yang terjadi diantara mereka. Anjani hanya sadar bahwa dirinya telah membuat Naomi kesal.Di tempat lain..Naomi mulai merasakan perih yang luar biasa di telapak kaki. Ia berhenti di pom bensin untuk menepi lalu memeriksanya.“Ya Tuhan …” ringis Naomi. Ia bergerak ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu untuk membersihkan luka itu. Naomi menemukan gunting kuku dan tisu. Perlahan ia mengambil serpihan kaca yang menancap di tumit, setelah itu berpindah dekat ibu jari kakinya.“Akh!” pekik Naomi saat berhasil mengambil serpihan kaca tersebut. Rasa perih bercampur linu mendominasi telapaknya. Naomi tak sanggup melanjutkan perjalanan. Ia gegas mencari ponselnya untuk menghubungi seseorang. Ibarat pepatah mengatakan, pucuk dicinta ulam tiba—nama Kris muncul di lay
Saat tengah berbincang melalui video konferensi, Arjuna meminta Rama untuk mencari tahu tentang gadis yang mengikutinya sampai ke resort itu. Suaranya hampir tak terdengar agar Anjani tak menguping percakapan mereka, namun, keadaan memang tak bisa di tebak, tiba-tiba Anjani telah berada di belakang pria itu. “Apa yang tidak boleh aku ketahui?”Arjuna terkesiap. Matanya menangkap layar desktop yang memantulkan bayangan Anjani. Setelahnya, Arjuna menoleh ke belakang dan mereka pun saling memandang dalam diam. Rama dari balik layar pun ikut diam, menunggu saat jika sang kakak tak mampu membela diri. Benar saja, hampir lima menit—Arjuna hanya diam tak bersuara. Mereka saling menatap dan membuat suasana menjadi canggung bagi Rama. “Sayang … apa yang tak boleh diketahui?” desak Anjani.Anjani melangkah perlahan hingga pijakannya berhenti ketika telah berada di sisi pria itu. “Itu—aku,” Arjuna masih berpikir alasan apa yang bisa membuat Anjani tak perlu khawatir. Sebab, sejak hamil Anjan
Anjani duduk di kursi makan, menatap punggung sang suami yang tengah berjibaku menyiapkan sarapan. Tangannya bersiku di meja, menopang dagu sambil mengulum senyum. Sesungguhnya, Anjani bosan jika hanya menunggu, namun, Arjuna tak mengizinkannya turut andil dalam membuat sarapan itu. Akhirnya, Anjani hanya bisa menatap punggung sang suami dengan kagum. “Sejak kapan kau bisa masak?” tanya Anjani.“Sejak hidup sendiri di Negeri orang,” Bagaimana pun Arjuna pernah tinggal sendiri ketika studi di luar negeri dan saat itu ia telah terbiasa mengurus diri sendiri. Seperti tengah dejavu, Arjuna ingat saat Anjani membuatkannya pasta setelah pulang dari rumah sakit. Anjani beranjak. Memandang punggung sang suami, membuat Anjani teringat sebuah scene drama korea … ia lantas berdiri di belakang pria itu lalu memeluk Arjuna dari belakang. “Terima kasih, Arjuna—” ucapnya lembut sambil menyandarkan kepala di punggung pria itu. Aroma tubuh yang menelisik di hidung Anjani terasa begitu menenangkan.
Hari demi hari dilewati dengan penuh kebahagiaan. Rama tak pernah tahu bagaimana cara membalas kebaikan Arjuna terhadapnya. Sejak pria itu memutuskan untuk membebaskan sang ibu, Rama sungguh tak mampu membalas meski dengan nyawa sekalipun. Arjuna banyak berubah. Sosok dingin dan ambisius itu, kini sudah berbesar hati melupakan serta memaafkan yang telah terjadi di masa lalu. Bahkan sebesar biji sawi pun, Arjuna tak lagi menaruh dendam pada Zivaa. Proses pembebasan bersyarat nyatanya tidak memakan waktu lama dan akhirnya Zivaa bebas dari tahanan. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, Zivaa mesti menjalani terapi mental. Dan beberapa kali Anjani menemani wanita paruh baya itu untuk kontrol kesehatannya. Saat itu—Zivaa benar-benar terlihat asing. Zivaa yang sekarang tak lagi menunjukkan keangkuhannya, bahkan wanita paruh baya itu cenderung pendiam. “Bagaimana keadaannya, Dok?” Anjani duduk di sisi Zivaa lalu berhadapan dengan dokter kejiwaan disana. Zivaa hanya duduk, diam, sam
Satu tahun lalu…Setelah acara baby shower berakhir. Rama dengan segala keberaniannya mendekati Kayla yang tengah berbincang dengan Naomi. Seolah, hubungan mereka tak pernah ada yang salah. Senyum dan canda tawa mengiringi suasana yang begitu hangat di antara kedua gadis disana. “Kay—la, bisa kita bicara?”Senyum yang semula merekah, kini memudar, canggung. Matanya melirik Naomi dan Kris silih berganti. Baik Naomi maupun Kris, akhirnya memutuskan pergi, memberi ruang bagi Rama dan Kayla untuk menuntaskan apa yang belum selesai di masa lalu. “Hmmm.” Kayla berdeham. Sangkin canggung, Kayla mencairkan kegugupannya dengan mengaitkan anak rambut di balik telinga. Sesekali ia tertunduk tak berani menatap lawan bicara di hadapannya. “Apa kabar?” tanya Rama, masih mencoba mencairkan suasana yang canggung. Sungguh, hatinya tiba-tiba menciut. Ia tak sanggup mengungkapkan kebahagiaannya sebab bisa bertemu gadis itu. “Aku baik.”Kayla tersenyum tipis. Lagi-lagi ia tertunduk, malu.“Bagai—”“B
Cahaya mentari yang tengah bersinar cerah di peredaran poros, kini menembus seluruh penjuru ruangan di mansion tersebut. Setelah menghabiskan hari di acara baby shower, kediaman Arjuna tampaknya ramai oleh beberapa penghuni. Jika biasanya hanya ada pelayan dan pengawal. Saat ini, beberapa penghuni memadati laksana sebuah keluarga besar. Pagi itu, di tepi kolam. Arjuna menghampiri seorang wanita paruh baya yang tengah menikmati pemandangan. Wajahnya tampak bersinar dengan senyum yang menghiasi. “Ibu …” Wanita paruh baya itu menoleh, menatap seorang pria sebaya putranya. Ia lantas beranjak sementara pria itu semakin mendekat. “Ibu sedang apa?”Suasana rumah memang masih terlihat sepi, mengingat waktu baru saja menunjukkan pukul 6.30 wib. Namun, Arjuna penasaran dengan seseorang yang tengah duduk seorang diri di kolam belakang. “Nak Arjuna,” ucapnya, pelan.Arjuna mengikis jarak hingga tiba di hadapan Maryam yang masih menampakkan wajah berserinya. “Ibu sedang menikmati udara pagi,
Usia kandungan Anjani kini telah menginjak bulan ketujuh. Up and down secara signifikan dirasa oleh tubuhnya. Perubahan mood maupun kelelahan luar biasa ia alami meskipun dirinya tak melakukan pekerjaan yang berat. Sejak Arjuna memintanya tetap tinggal di rumah, sementara pria itu sibuk dengan dunianya … tentu membuat Anjani semakin merasa sangat kesepian. Terkadang, ia meminta Sinta ke rumah hanya untuk sekedar menemaninya padahal ia tahu bahwa pekerjaan gadis itu tidak main-main.“Hari ini kau menyuruh Sinta datang lagi?”Arjuna yang baru saja kembali, melepas dasi serta membuka kancing di tangannya. Wajahnya terlihat begitu suram, lelah, dan tak bersemangat. Sementara sang istri tampak sibuk menyiapkan air hangat untuk permandian Arjuna malam itu. “Hmmmmm.”“Kau tahu … bahwa divisinya sedang banyak masalah setelah dirimu pergi. Kalau kau selalu menyibukkannya dengan hal lain mungkin Jihan—”Dan ya, Sinta adalah asisten Jihan untuk saat ini, membantu Jihan dalam menyelesaikan peker
Mobil SUV hitam memasuki area seluas lima hektar. Saat mobil itu berhenti, Anjani gegas menuruni kursi penumpang, bahkan sebelum sang suami selesai melepaskan seatbelt. Melihat kebahagiaan gadis itu, Arjuna menggeleng sambil tersenyum manis. Ada kebanggaan tersendiri karena dirinya bisa meluangkan waktu untuk sang istri. Kesibukan serta penat yang melanda hampir beberapa bulan ini akhirnya bisa ia lalui dengan penuh perjuangan. Kini Arjuna tak lagi berjuang menarik kembali aset yang dialihkan oleh Dimension Realty. Hidupnya lambat laun pun normal. Tak ada perebutan tahta maupun konflik keluarga. Zivaa sudah mulai membaik, ia mulai mengenal kembali anak-anaknya, baik Rama, Arjuna, maupun Anjani—menantunya. Hidup mereka kini mulai berdampingan. Begitupun kisah cinta Rama dan Kayla yang tengah berada di fase paling bahagia. Pernikahan memang mereka harapkan secepatnya, namun, Rama yang belum lama menjabat sebagai CEO Semesta Resort, perlu menstabilkan apa yang ada di perusahaan itu, hing
Di tengah perbincangan yang santai, ketiga gadis yang saling bersahabat mulai mengarah pada Anjani. Salah satunya, Naomi. Setelah Raina tertidur di stroller, Naomi tak henti mengamati kedekatan Sadewa dan Chayra di sisi tembok yang sedang mereka warnai. Meski gadis cilik di hadapannya itu sangat terlihat tenang dan fokus terhadap aktivitasnya, tapi Sadewa sesekali menggoda dengan menggores tinta ke pipinya.“Sadewa!”Suster dari keluarga Hoover pun menenangkan sang majikan, ia berlutut dan mengelus dada gadis cilik tersebut.Naomi dibuat penasaran dengan kedekatan itu. Tak sekali dua kali pula Kris mengatakan tentang perjodohan keluarga Barathawardana dan Hoover.“Jadi, benar?”Naomi mencondongkan tubuhnya seraya bertanya pelan. Sementara Kayla hanya mengamati kedua orang yang sudah
“Sadewa apa yang kau lakukan! Kembalikan!”Seorang gadis cilik bermata biru mengerang kesal ketika anak laki-laki itu mengambil boneka dari tangannya lalu berlari mengelilingi ruangan tersebut. Wajahnya begitu bahagia mengerjai gadis sebaya yang rambutnya dikuncir dua.“Sadewa ….”Sang ibu yang tengah membantu bibi Sri di dapur mengingatkan dengan datar. Sementara ayah mereka tengah berdiskusi di ruang tamu. Ketika kedua anak itu saling berlari dan terus kejar mengejar melewati Arjuna dan Jarvis, senyum terbit diantara pria dewasa disana.Arjuna berhasil menangkap Sadewa yang melewati jalan kosong di hadapannya.“Hap! Tertangkap!” seru Arjuna.Sementara Chayra merajuk diatas pangkuan sang ayah.“Ayah ….”“Tidak apa-apa, Sayang. Sadewa hanya ingin bermain denganmu.”“Sadewa, kau tidak boleh seperti itu, ya, Nak.”Anjani yang baru
“Berjanjilah untuk bersikap hangat padaku ….”Di tengah nafas yang memburu, mata mereka saling memandang lekat.“Ya, aku berjanji!”Tak lama kemudian, Rama pun melanjutkan ciuman panas mereka. Bibir saling bertaut dibersamai saliva yang bertukar hangat membuat hasrat mereka kian membara. Rama tak lagi ingat bahwa ia takut akan sebuah komitmen. Gejolak primitifnya kian membara, membuat dirinya tak bisa mengendalikan naluri yang terus membawanya jauh. Mereka menyatu dengan cepat bersama suara indah yang menusuk ke telinga. Lambat laun, Kayla mulai merasa bahwa ia pun tak bisa menolak permainan itu. Jemarinya menyusuri kulit punggung sang pria, sesekali tanpa sadar ia mencakarnya kuat.“Ah!”Rama terus bergerak dengan tempo yang cepat seraya menciuminya tanpa ampun.“Hmmmmmp!”“I gonna crazy because of you, Kay ….”Di tengah desakan yang kian memunc
Kayla melangkah dengan tergesa ketika lift telah mengantarkannya ke lantai dasar. Ia gegas melangkah dengan tergesa. Beberapa pegawai yang melihatnya langsung menundukkan kepala seraya menghormati. Ketika berhasil melewati pintu lobi yang berputar dan hampir menarik handle pintu mobil yang terparkir disana, seseorang menahan jemarinya.“Biar aku antar,” ucap pria itu.Kayla menatap tangannya yang hangat dalam genggaman. Lalu, ia menatap pria itu dengan dalam. Sungguh! Ingin rasanya ia mencaci. Namun, ia tak mampu lakukan itu. Faktanya gengsi wanita memang lebih besar. Dan Kayla, menyingkirkan genggaman itu dengan tangannya yang lain.“Tidak perlu.”Gadis itu hendak menarik kembali handle pintu tersebut. Namun, lagi-lagi tertahan.“Jangan keras kepala!”“Tsk!”Kayla berdecih sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.“Jangan sok peduli!”
“Kau mau mandi bersama?”Kris mengerlingkan mata pada gadis yang kini telah resmi menyandang status sebagai istrinya. Naomi yang tengah berbaring disisinya, lantas menoleh. Pipi pun jadi merona seketika. Ini bukan kali pertama—tapi mendengar pertanyaan itu membuat gemuruh jantungnya berdetak hebat.“Eung …”Tak butuh jawaban dari wanita itu. Kris langsung beranjak lalu membopong gadis itu hingga Naomi terpekik karena gerakan yang begitu tiba-tiba.“Kyaaaaaaaa!”Meskipun begitu, Naomi begitu merasa dicintai. Tak pernah menyangka bahwa pria yang selama ini bekerjasama dengannya sebagai rekan kerja, menjadi pasangan seumur hidupnya.Waktu berlalu begitu saja—entah sejak kapan mereka telah berada dalam kondisi yang polos dan saling berpangkuan di atas bathup. Meski udara dingin menusuk tulang, keduanya justru dibasahi oleh peluh yang bercampur dengan air busa di bathup ters
“Apa kau sudah menikah?” Jantung Rama seketika diremas, setiap kali bertemu orang dan di usianya yang menginjak kepala tiga—pertanyaan tentang pernikahan selalu mengiang di telinganya. Padahal, mereka ke tempat itu untuk membicarakan soal bisnis. Tapi, Tuan Hoover seolah memancing adrenalin-nya. Rama melirik ke arah Arjuna yang tersenyum tipis, seperti orang yang sangat bahagia atas penderitaan orang lain. “I-tuuuu,” gumam Rama. Sebenarnya ia bisa saja menjawab bahwa sudah ada calon dan akan segera melangsungkan pernikahan. Tapi bibirnya terasa kaku. “Sayangnya, aku tak mungkin memberikan putriku untukmu, Rama ….” “Apa?” “Apa?” Kontan Arjuna dan Rama membeliak. “Karena Chayra sudah milik Sadewa.” Lelucon macam apa itu, Rama hampir mencelos mendengar pernyataan Jarvis. Ternyata ia hanya bergurau. ‘Ya Tuhan … lelucon macam apa itu.’ Rama bermonolog lalu tersenyum tipis. Di tengah makan mal
Memandang wajah Rama yang berubah pias membuat Kayla tersenyum dibalik Zivaa yang penuh mengisi layar ponsel itu. Zivaa dan Sadewa seolah sengaja membuat Rama tak berkutik dengan menggodanya.“Ayolah, Paman! Jangan membuat Bibi Kayla menunggu lebih lama lagi.”“Eung …”Di ujung panggilan video itu, terlihat Rama yang terus menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia terdengar menghela nafas berkali-kali.“Sudahlah, kalian jangan terus menerus menggoda Paman Rama.”Anjani meraih ponsel itu dari wajah Zivaa dan mengembalikannya pada Kayla. Ia lantas merebut Sadewa dalam genggaman sang ibu mertua.“Bu, biarkan Kayla berbicara dengan Rama. Mereka pasti saling merindukan,” goda Anjani.Lantas ia beranjak menuju kamar Sadewa.“Ayo, Bu!”Zivaa pun mengangguk dan berpindah dari ruang keluarga menuju kamar anak bayi itu. Setelah kedua orang itu berlalu dan menghilang dari pandangan. Kayla lantas menatap layar ponsel itu dengan senyum tak biasa.“Kau menertawakanku?” “Tidak. Hanya saja … lucu.”“Ap
Dalam perjalanan menuju bandara, Rama tak berhenti diam. Ia terus mendengus sambil sesekali mengecek ponselnya. Hasrat yang belum tuntas dan rasa rindu pun sudah menggebu bahkan sebelum ia benar-benar meninggalkan tanah air. Arjuna yang sedari tadi mengamati, hanya bisa menggelengkan kepala. Dasar si keras kepala itu. Ia tidak ingin cepat-cepat menikahi wanita yang sudah jelas dicintai.“Baru saja bertemu, kau sudah rindu?”Rama pun menoleh hingga matanya bersirobok di udara dengan Arjuna.“Ya?”“Kau itu terlalu gengsi!”“Apa?”Tak lama suara gelak tawa memenuhi penjuru mobil. Arjuna terlihat begitu puas menertawai sang adik yang jelas-jelas tengah dilanda frustasi.“Ada yang lucu?” tanya Rama kesal karena ditertawai begitu saja.“Sikapmu yang lucu! Kau tidak ingin menikahinya cepat-cepat, tapi kau dengan lihai melakukan permainan di kantor. Aku sampai merinding—hih!”“Shut up!”Meski mereka pernah berseteru, tapi setiap kali Arjuna mengolok-olok Rama, tak ada lagi kecanggungan dianta
“Apa kau setuju jika Sadewa dijodohkan dengan rekan bisnisku?”Mata gadis itu membola. Seketika Anjani terperanjat hingga tanpa sadar mendorong tubuh Arjuna menjauh.“Kau gila?”“Tenanglah!” seru Arjuna dengan senyum tak biasa, membuat Anjani semakin tak tenang. Bagaimana mungkin bayi yang belum genap sebulan sudah ingin dijodohkan? Apa suaminya ini gila?Anjani tak berhenti menggeleng sambil menatap mata sang suami dengan tajam.“Dia Tuan Hoover yang akan menginvestasikan dananya untuk proyek Paradise.”“Paradise?”“Ya, setelah semua sengketa clear tak ada alasan untuk menunda pembangunan bukan?”Anjani termangu. Tiba-tiba sorot matanya meredup. Bagaimanapun tanah itu, pernah berdiri sebuah bangunan yang penuh kenangan. Tapi, semua sudah berlalu. Anjani seharusnya tak lagi mengingat itu sementara ia sudah memiliki Arjuna dan Sadewa di sisinya.“Kenapa?”Arjuna seolah tahu apa yang dipikirkan oleh sang istri. Ia menengadahkan wajah sang istri lalu menangkup pipi serta mengusapnya lemb