Home / Pernikahan / Misteri di Rumah Mertua / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Misteri di Rumah Mertua: Chapter 81 - Chapter 90

138 Chapters

Bab 81 Alasan untuk Pergi

"Menyuruh Ibu pulang ke rumahnya."Mas Rendra tersentak dengan ucapan yang baru saja terlontar dari bibirku. Ini memang terdengar tidak sopan. Namun, aku ingin tahu apakah Mas Rendra benar-benar serius dengan ucapannya yang mengatakan berada di pihakku? Maka dari itu, aku sengaja menyuruh Mas Rendra mengusir ibunya dari rumahku. Jika dipikir-pikir, tega, memang. Ini sudah malam, apalagi Ibu sudah tidak lagi muda. Durhaka sebenarnya jika Mas Rendra benar-benar menyuruh Ibu pulang sekarang. Akan tetapi, aku ingin melihat apa yang akan dilakukan suamiku setelah aku mengutarakan permintaanku itu. "Kamu nggak berani, kan?" kataku lagi. "Aku berani. Aku akan melakukannya sekarang juga." Sekarang giliran aku yang tersentak dengan jawaban Mas Rendra. Dengan langkah lebar, suamiku itu keluar dari kamar untuk menemui ibunya. Aku tidak tinggal diam. Kaki melangkah cepat menyusul Mas Rendra yang berjalan ke arah kamar ibu mertua.Kamar yang berada tepat di samping kamar Dania, tertutup ra
Read more

Bab 82 Kenapa Mama Menangis?

"Juga?" kataku tak sabar menunggu ucapan Mas Rendra yang menggantung. "Ibu menyuruhku mengambil berkas-berkas penting pabrik teh. Surat kepemilikan, contohnya.""Hah?!" kataku, terkejut. Kepala aku gelengkan berulang kali saking tidak menyangka jika Ibu memiliki hati yang buruk. Secara tidak langsung, Ibu telah menjerumuskan putranya sendiri pada jalan dosa. Dia menyuruh Mas Rendra mencuri di rumah mertuanya sendiri karena dendam sang Ibu. Sungguh miris. "Terus, kenapa kamu malah bilang padaku?" kataku, lalu meneguk air putih. "Sudah aku bilang, aku tidak berpihak pada Ibu. Jadi, semua yang dia perintahkan, pasti akan aku ceritakan padamu.""Kenapa enggak kamu ikuti maunya Ibu?" tanyaku lagi. Tangan ini tak hentinya menyuapkan nasi ke dalam mulut. Meskipun rasa lapar sudah hilang, aku terus saja makan seraya bertanya dan mendengarkan jawaban Mas Rendra. "Enggak ada untungnya untukku, Tsa. Dosa juga.""Jelas untung, dong. Selain kamu bisa punya pabrik dari hasil merebut, kamu ju
Read more

Bab 83 Amarah Mama

Dadaku berdebar hebat, kaki lemas bak tak bertulang hingga tak mampu lagi melangkah setelah mendengar teriakan Mama dari dalam rumah. Dengan masih memegang gagang pintu, aku memejamkan mata, berulang kali mengatur napas untuk menetralkan detak jantung yang semakin tak terkendali. "Kenapa enggak masuk, Tsa?" Mas Rendra mengusap pundakku, membuat mata ini meliriknya sekilas.Melihat mataku yang mengembun, ditambah lagi suara teriakan yang saling sahut dari dalam rumah, membuat Mas Rendra paham jika kedua mertuanya itu tengah bertengkar hebat. Tak kuat lagi menahan air di pelupuk mata, aku pun menangis seraya memeluk tubuh Mas Rendra dengan erat. Allah ... rasanya sakit sekali mendengar Mama meminta cerai dari Papa. Sudah aku pastikan, jika akar masalah yang menjadi penyebab pertengkaran mereka pasti ada kaitannya dengan Dania. "Mas ...?" kataku, seraya menyusupkan wajah di dada suamiku. "Kita masuk, ya? Kita hadapi semuanya bersama," tutur Mas Rendra. Aku mengangguk lemah, kemud
Read more

Bab 84 Mama Jatuh Pingsan

"Apa-apaan ini, Mah? Kamu menginginkan anak kita jadi janda?" Papa berdiri, langsung menjawab ucapan Mama. Mas Rendra yang ditunjuk Mama pun bangkit, dia menatap sendu ke arahku, juga Mama yang melihatnya dengan mata nyalang. Terlihat sekali kemarahan Mama pada suamiku yang disebutnya sebagai pembawa masalah. "Lebih baik Tsania jadi janda di usia muda, daripada hidup dengan laki-laki pembohong seperti dia," tutur Mama lagi. Aku menggelengkan kepala. Naluriku menolak jika harus berpisah dari Mas Rendra. Tidak aku pungkiri, meskipun ada kecewa, tapi cinta untuk laki-laki bergelar suamiku itu masih ada. Bahkan masih besar. Setali tiga uang denganku, Mas Rendra pun menggelengkan kepala, lalu dia melangkah hendak mendekatiku. Namun, tangan Mama langsung menarikku hingga tubuh ini menjauh dari Mas Rendra. Mama berdiri di depanku, menghalangi tubuhku agar tidak disentuh Mas Rendra. "Mah, aku memang salah telah berbohong pada kalian. Tapi, tolong jangan pisahkan aku dengan Tsania. Aku
Read more

Bab 85

"Papa emang bejad, Tsania. Tapi, Papa bukan manusia yang tidak tahu terima kasih. Papa akan tetap di samping mamamu, sampai kapan pun itu."Papa berujar seraya berdiri, kemudian dia pergi mengikuti perawat yang memindahkan Mama ke ruangan rawat inap. Kutatap punggung ayahku hingga benar-benar tak terlihat lagi. "Ayo, kita ke rumah Mama." Aku menoleh pada Mas Rendra, kemudian menganggukkan kepala. Seperti perintah Papa tadi, aku harus mengambil baju ganti untuk Mama selama di sini. "Tsa, Bang Ben belum dikasih tahu Mama dirawat. Mau aku yang telpon, atau kamu?" ujar Mas Rendra saat kami sudah dalam perjalanan ke rumah Mama. Aku tidak langsung menjawab. Menarik napas terlebih dahulu, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan ini pada Bang Ben. Ada dua sisi dari diriku yang saling bertentangan saat ini. Aku masih belum tahu siapa yang membuka tabiat Papa kepada Mama, yang akhirnya menghadirkan rasa curiga pada kakakku itu. Kenapa? Karena dia yang sedang mencari tahu masa lalu Dani
Read more

Bab 86 Sakitnya Mama dan Permintaannya

Aku mengira ada yang berbuat jahat pada Mama. Tapi, ternyata bukan. Mama tidak mau ditemani Papa di ruangan ini. Padahal, Papa tidak melakukan apa-apa. Ayahku itu hanya berdiri di belakang dokter yang hendak memeriksanya. "Pah, Papa keluar dulu, ya? Tsania mohon," kataku seraya menatap Papa. Kedua tanganku dipegang Mama. Dia terus saja meronta, hingga akhirnya berhenti setelah tak ada Papa di ruangan ini. Karena Mama sudah tenang, dokter pun memeriksa keadaan Mama yang baru sadarkan diri. Seperti yang aku khawatirkan, Mama sangat shock saat tahu sebagian tubuhnya tidak bisa bergerak dengan normal. Bagian kiri tubuh Mama tidak dapat digerakkan, tapi kata dokter hanya sementara. Bisa sembuh dengan terapi. "Mah ...." Bang Ben yang baru tahu dan melihat keadaan Mama, langsung menghampiri wanita pemilik surganya itu, lalu dia menangis seraya memeluk Mama. Aku mundur, sedikit menjauh agar memberikan ruang untuk ibu dan anak lelakinya itu. "Maafkan Abang, Mah," ujar Bang Ben di sel
Read more

Bab 87 Bayang-bayang Perpisahan

Malam semakin larut, tapi mataku enggan untuk terpejam. Yang aku lakukan saat ini hanyalah memandangi wajah tua Mama yang terbaring di ranjang. Sedangkan di sofa, Bang Ben sudah menjelajahi mimpi setelah tadi memastikan istrinya baik-baik saja.Berulang kali aku menarik napas, menghirup udara yang kian terasa sedikit. Sesak. Kala kuingat permintaan Mama, dadaku seperti diinjak. "Kenapa tidak tidur?" Usapan lembut di pundak membuatku menoleh. Papa. Ia beridiri di belakangku dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam kantong celananya. "Nggak bisa tidur," jawabku."Istirahat. Kalau tidak, kamu akan sakit.""Papa tidak pulang?" Bukannya menjawab ucapan Papa, aku malah bertanya. "Mana mungkin Papa bisa pulang dan tidur di rumah, jika di sini wanita yang Papa cintai sedang tidak baik-baik saja."Aku tersenyum kecil mendengar penuturan Papa. Entahlah, setelah melihat dengan jelas dan mendapatkan kepastian tentang kelakuan Papa, aku merasa ucapannya barusan hanyalah bualan semata. Cinta
Read more

Bab 88 Usaha Papa

"Abang terkejut sekaligus marah pada Papa. Abang tidak menyangka, jika dia seperti itu.""Lalu?" kataku, tidak sabar mendengar penjelasan Bang Ben. Pagi ini, aku diajak sarapan oleh Bang Ben, di salah satu restoran dekat rumah sakit. Tadi, Mama kedatangan sahabat-sahabatnya. Dan Mama mengizinkan kami pergi untuk mengisi perut, selama ia ditemani temannya itu. "Abang kesal, Abang datang ke rumah dengan membawa foto yang didapat dari orang suruhan Abang. Foto Papa dengan Dania, juga dengan wanita-wanita lainnya," lanjut Bang Ben, kemudian ia menyesap kopi dari cangkir yang ada di depannya. Ternyata dugaanku memang benar. Dari Bang Ben lah Mama tahu tentang Papa yang sebenarnya. Dan itu jugalah yang menyebabkan Mama dan Papa bertengkar, hingga akhirnya merembet pada pernikahanku. "Terus, kita harus apa sekarang, Bang? Aku bingung, jujur aku sangat tidak tahu harus berbuat apa. Mama memintaku berpisah dari Mas Rendra, tapi aku berat. Aku dan Mas Rendra bukan pacaran, aku istrinya. Tap
Read more

Bab 89 Melakukan Tes DNA

"Sebenarnya mau Papa apa? Kenapa malah membahas sesuatu yang sudah lalu?" tanya Mama kemudian. "Sudah, jangan banyak tanya dulu. Sinikan selimutnya. Kotor." Papa menggulung selimut yang terkena muntah Mama, kemudian menyimpannya di bawah ranjang. Setelahnya, ia meminta Mama mengganti pakaian karena ada beberapa bagian yang basah oleh air minum. Aku hanya diam memperhatikan Papa yang dengan gesitnya mengganti pakaian Mama, lalu keluar dari kamar seraya membawa selimut kotor. "Papamu cari perhatian," celetuk Mama saat ayahku sudah pergi. "Mungkin, Papa benar-benar ingin membuktikan kata-katanya, Mah.""Kata-kata yang mana?" tanya Mama."Tentang perpisahan. Papa tidak ingin itu terjadi pada hubungan pernikahan Mama dan Papa. Tiga puluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk suatu hubungan pernikahan, Mah. Masa iya, harus berakhir dengan perceraian?" Mama tak lagi bicara. Ia hanya menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya perlahan.Tidak berapa lama, Papa kembali dengan sel
Read more

Bab 90

Desrian halus menjalar ke seluruh tubuh saat dengan lembut sentuhan demi sentuhan diberikan Mas Rendra padaku. Saat ini, aku dan dia sudah berada di rumah kami, di ruangan pribadi yang menjadi saksi hangatnya malam-malam yang kami lewati selama satu tahun lebih. "Mas ...." Aku melepaskan pagutannya. Sorot mata itu menatap lekat, bertanya kenapa aku menyudahi permainan yang baru saja dimulai. "Apa ini yang terakhir?" tanyaku, dengan mata yang mengembun."Jangan bilang ini yang terakhir, Sayang. Aku tidak ingin mengakhirinya.""Tapi ....""Jikapun iya, mari kita ciptakan kenangan indah di setiap detik terakhir ini," ujar Mas Rendra lagi, membuat dadaku kian berdenyut nyeri. Pria yang tak lain adalah suamiku itu kembali memulai apa yang tadi sempat terhenti. Detik demi detik, menit demi menit aku nikmati dengan perasaan yang tak menentu. Senang bercampur sedih menyatu setelah kami selesai melakukan hubungan halal sebagai suami istri. Bayangan perpisahan terus saja menari, membuatk
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status