All Chapters of Naik Ranjang: Chapter 211 - Chapter 220

263 Chapters

211

Hingga pagi menjelang, Maira hanya meringkuk di balik selimutnya. Ia melarangku untuk mendekat padanya, karena tubuhku yang bau katanya. Semalaman, Keanu lengket padaku karena mungkin ia mengerti mamanya sedang sakit. Aku pun kesusahan untuk memeriksanya.Tadinya aku tidak akan ke rumah sakit, aku ingin menemani Maira dan tentunya menjaga Keanu. Tapi Maira tidak mau. Ia tidak ingin aku temani. Ia memilih Ibu Hilma untuk menemaninya. Sehingga aku pun menghubunginya, dan Ibu datang di saat yang tepat ketika aku telah siap untuk berangkat praktik. Tak hanya Ibu, tapi Ayah juga turut datang.Si kecil Keanu langsung menghambur pada Ayah dan seketika berada dalam gendongannya.Sementara Ibu Hilma langsung mengambil tempat di bibir tempat tidur, memeriksa keadaan Mai yang meringkuk."Sakit apa? Udah diperiksa?" tanya Ibu dengan lembut."Belumlah, Bu. Kata Mai aku bau dan minta aku buat jauh-jauh. Jadi susah aku mau periksanya," jelasku yang berdiri di samping kasur.Ibu nampak memeriksa kemb
Read more

212

212#Alhamdulillah, Maira kini tengah mengandung benihku. Usia kehamilannya sudah masuk Minggu ke dua belas sekarang. Sedang mabok-maboknya dan tidak mau dekat denganku.Sejak hari di mana Mai dibuatkan positif dengan test pack bergaris dua. Ibu Hilma jadi bolak-balik setiap hari datang ke rumahku. Menemani Mai dan menjaga Keanu. Aku minta menginap saja, Ayah tidak setuju. Katanya, ia juga ingin menghabiskan malam berdua bersama Ibu. Memang Ayah itu, meski sudah akan tambah cucu, tapi tetap mesra dan makin sayang pada Ibu.Karena kehadiranku di rumahku sendiri seperti tidak diinginkan, aku pun bekerja seperti biasa. Hingga pulang setiap sore karena tidak ada jam lembur.Usai memarkirkan motor, aku pun bergegas masuk ke dalam rumah. Mendapati Ibu tengah bersama dengan Keanu di ruangan keluarga. Ibu seakan-akan selalu punya cara untuk membuat Keanu bisa lebih anteng dan tidak berlari-lari seperti kebiasaannya."Mai di mana, Bu?" tanyaku setelah berada di ruangan televisi."Ada di kamar
Read more

213

213#Waktu terus bergulir. Hari-hari berganti menjadi Minggu bahkan bulan. Perut Maira sudah mulai tampak menonjol di usia kehamilan memasuki Minggu ke dua puluh.Dia masih sulit makan, hanya bisa memakan bubur halus dengan bumbu kaldu yang dibuatkan Ibu. Tidak bisa makan nasi, jika dipaksakan maka selang lima menit akan dimuntahkan.Beruntungnya, ada Ibu yang dengan sigap selalu menemani Maira di rumahku. Sehingga aku tidak perlu khawatir ketika meninggalkannya untuk praktik.Kebiasaan baru Maira yang sangat aneh masih berlanjut. Aku yang harus bersih sebelum tidur malam, kini tidak bisa lagi. Mai menahan dan melarangku untuk mandi usai pulang praktik. Standar kebersihan yang kuterapkan sejak dulu, harus diubah demi keinginan ibu hamil.Mai akan memelukku yang hanya berganti pakaian tanpa mandi sore ketika ia hendak tidur. Memelukku erat dan ia benar-benar suka sekali mengendus aroma tubuhku yang telah bercampur keringat dan parfum.
Read more

214.

214#Makin hari perut Mai makin buncit saja. Tanpa terasa usia kehamilannya sudah masuk bulan ke delapan. Aku bahkan punya kebiasaan baru yaitu mengobrol di depan perutnya. Memeluk perutnya yang menonjol itu dan menciumnya setiap sebelum pergi ke rumah sakit. Janin dalam rahimnya tumbuh dengan baik dan sehat. Jika tidak ada halangan, makan bayi itu akan lahir pada Minggu ke empat di bulan depan. Setelah masuk di trimester ke tiga ini, Mai mulai sadar akan bau keringatku yang sering dirindukannya setiap malam. Tiga hari terakhir, ia sudah tersadar kembali dan tidak lagi menahanku untuk tidak mandi sore. Mai nampaknya sudah normal lagi dan perlahan ia juga sudah mulai bisa makan nasi serta proteinnya.Hari ini aku akan mengantarnya ke rumah Ibu. Satu Minggu lagi, pernikahan Hafsa akan digelar. Semua persiapan sudah finish. Gedung pernikahan, catering, dekorasi, undangan, semua sudah siap. Maka hari ini, akan digelar pengajian dan siraman terlebih dahulu. Namun, aku tidak bisa menghadir
Read more

215

215#"Sekarang di mana Ayah sama Ibu?" tanyaku cepat."Di Husni Medika, Bang," jawab Halwa.Aku melongo sebelum kemudian mengangguk. Rumah sakit itu sekitar satu jam dari sini, kenapa Hafsa bisa ada di daerah sana?"Abang mau ke sana, kamu tolong jaga Mba Mai, bisa kan?" pintaku kepada Halwa.Adik perempuanku itu mengangguk sanggup. Aku pun bersiap bangkit agar segera bisa pergi ke rumah sakit menyusuli Ayah dan Ibu. Namun dengan cepat tanganku ditahan oleh Maira, sehingga aku tidak jadi berdiri."Aku mau ikut, Mas. Aku mau tahu keadaan Hafsa," ujarnya. Tentu sajaa aku menggeleng."Janganlah, Mai. Kamu kan lagi hamil. Kamu di sini aja ya? Kan ada Halwa juga di sini," jawabku melarangnya ikut.Namun Maira menggeleng dan memegang erat tanganku. "Tapi aku juga mau tahu keadaan Hafsa, Mas.""Mba, aku juga mau tahu keadaan Kak Hafsa. Aku khawatir sama kakakku. Tapi Mba juga harus perhatikan keadaan Mba yang lagi hamil ini. Mba sama aku aja di sini. Oke?" sahut Halwa memberi Maira pengerti
Read more

216

216#Senja telah berganti. Malam merangkak naik dan aku masih berada di rumah sakit. Menemani ibu yang begitu drop dan murung. Sementara Ayah, pulang dulu ke rumah untuk memastikan keadaan Halwa beserta Maira baik-baik saja.Hafsa masih di dalam ruangan ICU. Belum ada perubahan signifikan atas kondisinya. Ia masih belum sadarkan diri hingga kini hari telah malam.Aku bersama Ibu kembali mengisi kursi tunggu di depan ruang ICU seusai menunaikan shalat Isya berjamaah dan tentu berdoa untuk keadaan Hafsa.Ibu menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku pun berusaha untuk menjadi penguatnya di sini."Kapan Hafsa akan sadar, Sa?" tanya Ibu dengan suara lemahnya."Sabar ya, Bu? Kita jangan berhenti berdoa untuknya," timpalku sambil mengelus lembut lengan Ibu."Udah lima jam dia di dalam sana. Tapi belum juga ada kabar baik. Ibu khawatir, Sa. Ibu takut sekali" rintih Ibu begitu pilu.Aku meraup wajah kasar. Hatiku tiba-tiba saja merasa tidak enak. Suara lemah Ibu terdengar begitu menyayat. Kekha
Read more

217

217#Sirine mobil ambulance terus berbunyi. Membawaku dan jasad adikku ke rumah Ayah. Sedangkan Ayah mengendarai mobilnya dan mengikuti dari belakang. Tepat pukul dua belas malam, kami akhirnya bisa keluar dari ruang sakit setelah menyelesaikan lebih dulu semuanya. Jenazah adikku telah dimandikan serta dikafani, dan akan disemayamkan di rumah hingga esok pagi baru bisa dimakamkan.Jangan tanya bagaimana hancurnya hati keluargku. Setelah Bang Arka, kami juga harus menerima kenyataan pahit akan kepergian Hafsa.Aku tahu, semua sudah takdir Yang Mahakuasa. Aku tahu semua sudah tertulis. Tapi, tidak bisakah bukan takdir ini yang tertulis? Apalagi Hafsa akan menggelar pernikahannya. Lantas bagaimana semua persiapan yang sudah rampung, ketika sang calon pengantin justru meninggalkan dunia ini?Allahu Akbar ....Terlalu berat rasanya cobaan ini ya Rabb.Sepanjang perjalanan, air mata ini tak hentinya mengalir. Aku yang begitu rapuh, hanya duduk sendirian di bagian belakang mobil ambulance,
Read more

218

218."Pasien Humaira mengalami perdarahan, detak jantung bayi terus melemah, pasien menjalani tindakan operasi agar bayi bisa segera dilahirkan," ucap seorang perawat, membawa berkas persetujuan meminta tandatangan dariku. Setelah kurang lebih lima belas menit Maira di dalam ruang IGD, akhirnya seorang perawat menemuiku dan mengabarkan hal ini.Kutarik napas dalam-dalam sepenuh dada. Menormalkan deru napas yang tak beraturan, kemudian mengambil berkas dari tangan perawat tersebut. Kububuhkan tanda tanganku di kolom persetujuan."Lakukan yang terbaik. Selamatkan anak dan istri saya," ucapku penuh keyakinan seraya menyerahkan kembali berkas yang sudah aku tanda tangani itu.Perawat berambut pendek di hadapanku itu mengangguk pasti. Berlalu dari depan mataku dengan membawa berkas persetujuan. Sosoknya menghilang di balik pintu IGD.Aku kembali duduk di kursi tunggu. Menunduk sambil menutup wajah dengan kedua tanganku. Benar-benar keadaan yang membuatku drop dan aku sendirian di sini. Aku
Read more

219

219#Satu Minggu berlalu.Aku terpaksa benar-benar resign dari rumah sakit tempatku bekerja selama ini. Keadaan tidak memungkinkan untuk terus izin absen. Kematian Hafsa serta persalinan Maira yang lebih cepat dari HPL, benar-benar dua hal yang berbeda, tapi sama-sama butuh perhatian.Selama itu pula, aku menemani istriku di rumah sakit karena tidak mungkin untuk ditinggalkan sendirian. Menghabiskan waktu berkabung kami di sana. Belum lagi bayi kami yang harus diobservasi dan ternyata berhasil survive. Sampai akhirnya diperbolehkan pulang dengan catatan harus rutin check up untuk mengetahui keadaan sang bayi. Sekalipun aku dokter, tapi aku tetap perlu pemeriksaan dari dokter senior untuk putraku.Selama di rumah sakit, ada Halwa yang menjenguk Maira dan bergantian jaga denganku meski dengan mata sembabnya. Dan setengah jam yang lalu, aku baru saja pulang ke rumahku sendiri bersama istri dan putriku, tanpa Keanu karena masih di rumah Ayah.Aku juga belum tahu bagaimana keadaan di ruma
Read more

220

Yaa siinwal-qur`ānil-ḥakīminnaka laminal-mursalīn'alā ṣirāṭim mustaqīmtanzīlal-'azīzir-raḥīmlitunżira qaumam mā unżira ābā`uhum fa hum gāfilụnlaqad ḥaqqal-qaulu 'alā akṡarihim fa hum lā yu`minụninnā ja'alnā fī a'nāqihim aglālan fa hiya ilal-ażqāni fa hum muqmaḥụnwa ja'alnā mim baini aidīhim saddaw wa min khalfihim saddan fa agsyaināhum fa hum lā yubṣirụnwa sawā`un 'alaihim a anżartahum am lam tunżir-hum lā yu`minụnBacaan Yaasin dan ayat-ayat tahlil, menggema di ruangan depan rumah Ayah. Para tetangga, kerabat terdekat, para santriwati yang menjadi anak didik Hafsa, rekan-rekan pengajar dan teman-temannya di pondok, keluarga dari calon besan Ayah pun turut hadir, memenuhi ruang depan saat ini. Bahkan hingga meluber sampai ke teras depan dan ruangan televisi. Malam ini, adalah malam ke-tujuh kepergian Hafsa dari dunia. Di balik kesedihan yang teramat dalam ini, ada rasa haru dan bahagia terselip, karena ternyata banyak yang mendoakan adik perempuanku itu.Sore tadi, pihak kepo
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
27
DMCA.com Protection Status