"Buk, bangun, Buk." Aku berjongkok di samping Ibu Hilma seraya menepuk-nepuk pipinya."Buk, bangun," ucapku kembali coba menyadarkannya. Namun, tidak berhasil. Ibu Hilma masih tak sadarkan diri."Ibu!" Sebuah teriakan membuatku menoleh. Nampak Ayah Yuda yang berlari dari ambang pintu menuju ke arahku dan Ibu Hilma.Kedua netra Ayah melotot padaku. "K—kamu …?" ucapnya terbata sambil menggelengkan kepalanya.Aku mengangguk patah-patah. "Iya, Ayah," jawabku pelan sekali sembari menatap Ayah dengan nanar. "T—tidak mungkin. Ini tidak mungkin!" Ayah mendengkus mengibaskan tangannya kasar, sebelum kemudian mengucek mata bergantian. Melihatku dengan penuh selidik."Aku Maira, Ayah," ucapku memberitahu Ayah.Namun, Ayah terus saja menggeleng diikuti decihan dari mulutnya. "Gak mungkin. Ini pasti cuma mimpi," cicitnya lalu beralih menatap Ibu. Kemudian menepuk-nepuk pipinya."Bu, bangun, Bu. Sadar. Atau sebenarnya, justru Ayah yang sedang bermimpi?" gumamnya sambil mengusap wajah.Aku meraih t
Read more