Semua Bab Naik Ranjang: Bab 181 - Bab 190

263 Bab

Ch. 181

Jam tujuh malam, aku baru tiba di rumah. Keadaan rumah sudah sepi. Namun, pintu kamar kedua tidak begitu tertutup rapat. Aku mendorong daun pintu dan mengintip, hanya ada Keanu sendiri di tengah-tengah kasur.Aku pun menjauh dari kamar kedua. Menyimpan tas kerja di atas sofa ruang televisi. Aku bergegas mencari Mai di ruangan lain, dan menemukannya tengah membuat ASI booster di mini bar ruangan dapur.Aku berjalan pelan tanpa membuatnya tahu kedatanganku. Kemudian berdehem pelan setelah berdiri tepat di belakang tubuhnya yang duduk."Ehm!" seruku seperti orang ingin batuk.Maira berbalik dengan cepat. "Mas! Kamu bikin aku kaget!" ketusnya dan segera kembali berbalik.Bahkan, perempuan yang mengenakan kerudung instan itu sudah turun dari kursi mini bar. Dia telah berdiri dan hendak berlalu. Cepat aku merentangkan satu tanganku menghalangi jalannya.Maira menatapku sengit dengan kening melipat. Aku pun bergerak cepat mengeluarkan b
Baca selengkapnya

Ch. 182

**********Kuhembus napas berat sembari meletakkan ponsel di atas nakas. Pikiranku dipenuhi tanya, segala upaya mulai aku lakukan untuk meluluhkan Mai. Tapi? Mai tetap membeku. Nyaris tidak ada kesempatan untukku menempati hatinya.Aku masih menatap langit-langit kamar. Berbaring dengan kedua tangan terbuka lebar. Aku masih enggan beranjak. Terbaring dalam posisi seperti ini untuk waktu yang lama.Aku masih terus terbayang perlakuan Mai dengan mawar yang kuberi. Belum apa-apa, dia sudah membuat nyali ini ciut. Entah bagaimana aku akan melanjutkan perasaan ini? Belum apa-apa saja, Mai sudah berhasil membuatku merasa terhempas. Bagaimana ke depan nanti?Apa aku harus berhenti?Kuraup wajah dengan dua telapak tangan. Aku bingung. Andai semua ini tidak dirahasiakan, aku pasti akan meminta bantuan Ibu dan Ayah untuk berbicara pada Mai.Angin malam makin terasa. Dingin menusuk kulit, membuatku makin malas beranjak, tapi juga badanku ge
Baca selengkapnya

Ch.183

Kening Mai nampak berkerut. Decihan turut terdengar dari mulutnya diikuti gelengan kepala"Kamu sudah besar. Sudah bisa makan sendiri, bukan? Berikan Keanu padaku, dan kamu makanlah, Mas!" Mai menolak dengan tegas. Tangannya sudah terulur di sampingku meminta Keanu agar diberikan padanya.Aku sedikit mendongak hingga menatapnya. Mai mengangguk kecil, seolah menegaskan agar aku menyerahkan Keanu.Cepat saja aku menarik tangan Mai dan tubuhnya tersentak hingga duduk di kursi sebelah kananku."Sekali saja dengarkan aku sebagai suami kamu, jangan terus membantah terus! Bisa kan?" desakku setengah berbisik dengan menatap tajam kepada Mai.Perempuan yang masih saja berkerudung walau dalam rumah ini terdiam.Nampak raut kesal di wajah cantiknya. Serta tidak ada jawaban baik penolakan atau pun mengiyakan yang dilontarkan.Dia justru menarik piring dari hadapanku sehingga berada di tengah-tengah kami. Dia mulai menyendok nasi goreng buatannya itu dan mendekatkan ke arah mulutku.Aku tersenyum
Baca selengkapnya

Ch. 184

Mata jernih itu membulat sempurna. Menatapku tajam diikuti gelengan kepala. "Enggak mau ...," jawabnya pelan."Kenapa? Bukankah kamu istriku? Bahkan setiap jengkal tubuh kamu halal bagiku," sahutku sambil tetap membalas tatapannya.Mai kembali menggeleng. "Tapi aku tidak mau. Aku tidak mengizinkan kamu melakukannya.""Kenapa tidak mau? Mmm ... atau kamu takut?"Alis Mai naik. "Takut apa?""Takut jatuh cinta padaku."Bibir itu seketika menekuk. "Tidak juga.""Lalu?""Y—ya ... pokoknya aku gak mau aja. Titik!"Kuhembus napas kasar. "Fix! Kamu memang takut jatuh cinta padaku!"Wajah Mai merengut. "Memangnya kenapa kamu mau cium-cium aku?""Ya kamu istriku. Aku berhak melakukan apa saja pada kamu selagi itu tidak menyakiti dan mencelakai fisikmu. Tapi, aku meminta izin terlebih dulu sebelum melakukannya, karena aku sadar akan status kita sekarang ini.""Kalau kamu menolak tanpa sebab, artinya kamu memang takut jatuh cinta," lanjutku.Mai nampak terdiam. Bola matanya mengarah ke bawah dan
Baca selengkapnya

Ch. 185

************Malam kian larut. Sunyi sepi hanya hembusan angin yang seolah berbisik. Saling bersahutan dengan detak dari jarum jam dinding. Aku tak dapat tidur. Rasa kantuk tak kunjung tidur. Hanya langit-langit kamar kedua yang kutatap saat ini.Lekas kuubah posisi, berbaring menyamping dan mendapati dua orang yang mengisi kamar ini telah sama-sama tertidur.Maira di hadapanku. Tidur dengan dengkuran halus yang terdengar teratur. Keanu berada di tengah-tengah kami. Bayi kecil itu pun nampak terlelap.Kuhembus napas kasar. Memandangi dua wajah di hadapanku yang begitu tenang mengarungi lautan mimpinya masing-masing. Sedangkan aku, sendirian tak kunjung mengantuk.Malam ini, kesempatan aku mencium Maira telah hangus. Gara-gara, aku mengecupnya saat memakan spaghetti tadi. Katanya, aku mencuri-curi kesempatan. Sehingga, Mai tidak membolehkanku menciumnya sebelum tertidur. Padahal, seharusnya, aku menciumnya saat di tempat tidur seperti ini. Sebelum kami sama-sama menyelami mimpi.Aku men
Baca selengkapnya

Ch. 186

************Hujan turun begitu derasnya saat aku hendak pulang setelah jam praktik habis. Langkahku tertahan di teras rumah sakit. Kutatap langit yang begitu gelap dengan curah hujan yang tumpah ruah. Jas hujanku yang biasa tersimpan di bagasi motor, sepertinya tertinggal saat kemarin sore Mai melepasnya. Dan entah dimana ia menyimpannya lagi. Aku masih harus memakai motor karena mobilku masih di bengkel dan belum selesai diperbaiki.Mau tak mau, aku pun berteduh lebih dulu seperti sekarang. Bersama dengan pasien lain yang juga terjebak hujan sore hari ini.Berdiri sambil bersedekap dan menyender pada dinding. Aku memandangi rinai hujan yang turun begitu rapat membasahi jalanan. Untungnya saluran air di rumah sakit ini sangat baik, sehingga tidak menyebabkan genangan air di halamannya.Entah kapan hujan akan berhenti atau paling tidak ya mereda. Agar aku bisa pulang tanpa harus kehujanan. Namun dari curah hujannya, tidak ada tanda-tanda hujan akan cepat berhenti.Padahal aku sudah ri
Baca selengkapnya

Ch.187

*************Mataku rasanya begitu lengket. Sekujur tubuh rasanya begitu dingin. Gemeletuk gigiku terdengar beradu karena aku yang menggigil. Napasku terasa lebih cepat, dan kepalaku rasanya pusing sekali.Tenggorokan pun tak terelakkan sakitnya, seperti ada duri tersangkut. Entah apa yang terjadi, tapi dari gejalanya aku terserang demam. Kemungkinan karena kemarin aku kehujanan. Padahal setelah tiba di rumah, aku langsung membersihkan tubuh dan memastikan air hujan telah mengalir luruh."Mas ...?" Sayup aku mendengar suara Maira. Namun, aku tak mampu membuka mata untuk memastikannya."Kenapa kamu tidur di sini, Mas?""Enggh ...." Aku tak mampu berkata hanya bisa menggeram tertahan sungguh badanku terasa tak nyaman.Hingga usapan lembut terasa di dahiku."Ya ampun Mas, kamu panas banget!"Kudengar kembali suara itu dan barulah membuatku yakin jika itu benar-benar Maira.
Baca selengkapnya

Ch. 188

***************Sudah hampir tiga hari aku tidak pergi praktik ke rumah sakit. Tubuhku masih terasa lemas. Lalu selama 3 hari itu pula, Maira yang merawatku dengan sabar dan telaten. Perempuan itu benar-benar mengurusku dengan baik. Meski Aku ini seorang dokter yang sudah memiliki izin praktik dan orang-orang sakit berobat padaku, tapi saat aku sendiri yang sakit, aku sangat tidak suka meminum obat. Aneh memang tapi seperti inilah keadaannya.Selama 3 hari aku hanya berdiam di rumah tanpa bisa melakukan banyak aktivitas. Semua diurusi oleh Maira dengan begitu baik, hingga sakitku berangsur pulih dan kini hanya tinggal terasa lemasnya di sekujur tubuh.Seperti siang hari ini, selesai sarapan bubur pagi tadi lalu makan siang, aku tak juga beranjak dari sofa ruangan televisi. Hanya berdiam duduk di sofa ditemani siaran yang berlangsung di depan televisi sana. Sampai perlahan tubuhku luruh dan terbaring di sofa panjang, dan rasa kantuk perlahan menyergap. Menggerayangi mata dan membuatku
Baca selengkapnya

Ch.189

Dua puluh hari berlalu*****************POV HUMAIRABulan bertahta sempurna. Bulat penuh begitu kokoh menempati singgasananya. Bersinar terang merayu syahdu. Memancar indah menerangi qolbu.Tepat di malam purnama ini, di rumah Ibu Hilma tengah berlangsung acara empat puluh hari kematian. Mirisnya, akulah yang tengah diperingati. Entah jasad siapa yang Mas Arsa bawa saat itu. Tanpa memastikan dengan sebenar-benarnya, seluruh anggota keluargaku itu justru larut dalam kesedihan atas kepergian jasad yang diduga ialah aku. Mereka meratap dan menguburnya dengan penuh keyakinan bahwa akulah yang sudah meninggal itu.Namun sebenarnya yang terjadi adalah kesalahan pahaman. Aku sehat dan baik-baik saja. Aku pergi dari rumah Mas Arsa dan pulang ke rumah Bu Cantika dengan bus, tapi karena keteledoranku, kalung peninggalan Ibu Feli ternyata dicuri saat aku tengah tertidur di bangku penumpang sehingga tidak menjaga tas milikku dengan baik.Sehingga membuatku harus kembali ke rumah Mas Arsa, dan di
Baca selengkapnya

Ch.190

***Malam berlalu berganti pagi menjelang. Aku sudah bangun dan beraktivitas seperti biasa. Pun dengan Mas Arsa yang sudah meninggalkan pembaringan dan kami telah melaksanakan shalat Subuh berjamaah di mushola rumah.Saat waktu baru menunjukkan pukul enam, bahkan aku masih menyiapkan nasi goreng mentega untuk sarapan pagi ini, Mas Arsa nampak telah rapi dengan jas hitam polosnya.Aku yang sedang berkutat di meja kitchen set, lelaki berusia tiga puluh tahun itu nampak sedang menuangkan air putih ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas."Lho, Mas, kamu udah rapi?" tanyaku.Mas Arsa lantas berjalan menghampiriku. "Iya, pimpinan rumah sakit tiba-tiba nelpon dan mendadak ngasih tahu ada rapat sebelum jam praktik. Jadi aku harus pergi sekarang," jelasnya."Tapi kamu belum sarapan. Sebentar lagi juga ini siap kok," sergahku pada Mas Arsa.Namun, lelaki itu menggeleng. "Gak papa. Aku sarapan di kantin aja nanti. Aku harus segera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
27
DMCA.com Protection Status