Share

Ch. 185

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-28 17:50:22
************

Malam kian larut. Sunyi sepi hanya hembusan angin yang seolah berbisik. Saling bersahutan dengan detak dari jarum jam dinding. Aku tak dapat tidur. Rasa kantuk tak kunjung tidur. Hanya langit-langit kamar kedua yang kutatap saat ini.

Lekas kuubah posisi, berbaring menyamping dan mendapati dua orang yang mengisi kamar ini telah sama-sama tertidur.

Maira di hadapanku. Tidur dengan dengkuran halus yang terdengar teratur. Keanu berada di tengah-tengah kami. Bayi kecil itu pun nampak terlelap.

Kuhembus napas kasar. Memandangi dua wajah di hadapanku yang begitu tenang mengarungi lautan mimpinya masing-masing. Sedangkan aku, sendirian tak kunjung mengantuk.

Malam ini, kesempatan aku mencium Maira telah hangus. Gara-gara, aku mengecupnya saat memakan spaghetti tadi. Katanya, aku mencuri-curi kesempatan. Sehingga, Mai tidak membolehkanku menciumnya sebelum tertidur. Padahal, seharusnya, aku menciumnya saat di tempat tidur seperti ini. Sebelum kami sama-sama menyelami mimpi.

Aku men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rusmi Yupa
selalu di tunggu up nya yaa..
goodnovel comment avatar
Teteng Yeni
qiqiqiiii........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Naik Ranjang   Ch. 186

    ************Hujan turun begitu derasnya saat aku hendak pulang setelah jam praktik habis. Langkahku tertahan di teras rumah sakit. Kutatap langit yang begitu gelap dengan curah hujan yang tumpah ruah. Jas hujanku yang biasa tersimpan di bagasi motor, sepertinya tertinggal saat kemarin sore Mai melepasnya. Dan entah dimana ia menyimpannya lagi. Aku masih harus memakai motor karena mobilku masih di bengkel dan belum selesai diperbaiki.Mau tak mau, aku pun berteduh lebih dulu seperti sekarang. Bersama dengan pasien lain yang juga terjebak hujan sore hari ini.Berdiri sambil bersedekap dan menyender pada dinding. Aku memandangi rinai hujan yang turun begitu rapat membasahi jalanan. Untungnya saluran air di rumah sakit ini sangat baik, sehingga tidak menyebabkan genangan air di halamannya.Entah kapan hujan akan berhenti atau paling tidak ya mereda. Agar aku bisa pulang tanpa harus kehujanan. Namun dari curah hujannya, tidak ada tanda-tanda hujan akan cepat berhenti.Padahal aku sudah ri

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • Naik Ranjang   Ch.187

    *************Mataku rasanya begitu lengket. Sekujur tubuh rasanya begitu dingin. Gemeletuk gigiku terdengar beradu karena aku yang menggigil. Napasku terasa lebih cepat, dan kepalaku rasanya pusing sekali.Tenggorokan pun tak terelakkan sakitnya, seperti ada duri tersangkut. Entah apa yang terjadi, tapi dari gejalanya aku terserang demam. Kemungkinan karena kemarin aku kehujanan. Padahal setelah tiba di rumah, aku langsung membersihkan tubuh dan memastikan air hujan telah mengalir luruh."Mas ...?" Sayup aku mendengar suara Maira. Namun, aku tak mampu membuka mata untuk memastikannya."Kenapa kamu tidur di sini, Mas?""Enggh ...." Aku tak mampu berkata hanya bisa menggeram tertahan sungguh badanku terasa tak nyaman.Hingga usapan lembut terasa di dahiku."Ya ampun Mas, kamu panas banget!"Kudengar kembali suara itu dan barulah membuatku yakin jika itu benar-benar Maira.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • Naik Ranjang   Ch. 188

    ***************Sudah hampir tiga hari aku tidak pergi praktik ke rumah sakit. Tubuhku masih terasa lemas. Lalu selama 3 hari itu pula, Maira yang merawatku dengan sabar dan telaten. Perempuan itu benar-benar mengurusku dengan baik. Meski Aku ini seorang dokter yang sudah memiliki izin praktik dan orang-orang sakit berobat padaku, tapi saat aku sendiri yang sakit, aku sangat tidak suka meminum obat. Aneh memang tapi seperti inilah keadaannya.Selama 3 hari aku hanya berdiam di rumah tanpa bisa melakukan banyak aktivitas. Semua diurusi oleh Maira dengan begitu baik, hingga sakitku berangsur pulih dan kini hanya tinggal terasa lemasnya di sekujur tubuh.Seperti siang hari ini, selesai sarapan bubur pagi tadi lalu makan siang, aku tak juga beranjak dari sofa ruangan televisi. Hanya berdiam duduk di sofa ditemani siaran yang berlangsung di depan televisi sana. Sampai perlahan tubuhku luruh dan terbaring di sofa panjang, dan rasa kantuk perlahan menyergap. Menggerayangi mata dan membuatku

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04
  • Naik Ranjang   Ch.189

    Dua puluh hari berlalu*****************POV HUMAIRABulan bertahta sempurna. Bulat penuh begitu kokoh menempati singgasananya. Bersinar terang merayu syahdu. Memancar indah menerangi qolbu.Tepat di malam purnama ini, di rumah Ibu Hilma tengah berlangsung acara empat puluh hari kematian. Mirisnya, akulah yang tengah diperingati. Entah jasad siapa yang Mas Arsa bawa saat itu. Tanpa memastikan dengan sebenar-benarnya, seluruh anggota keluargaku itu justru larut dalam kesedihan atas kepergian jasad yang diduga ialah aku. Mereka meratap dan menguburnya dengan penuh keyakinan bahwa akulah yang sudah meninggal itu.Namun sebenarnya yang terjadi adalah kesalahan pahaman. Aku sehat dan baik-baik saja. Aku pergi dari rumah Mas Arsa dan pulang ke rumah Bu Cantika dengan bus, tapi karena keteledoranku, kalung peninggalan Ibu Feli ternyata dicuri saat aku tengah tertidur di bangku penumpang sehingga tidak menjaga tas milikku dengan baik.Sehingga membuatku harus kembali ke rumah Mas Arsa, dan di

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05
  • Naik Ranjang   Ch.190

    ***Malam berlalu berganti pagi menjelang. Aku sudah bangun dan beraktivitas seperti biasa. Pun dengan Mas Arsa yang sudah meninggalkan pembaringan dan kami telah melaksanakan shalat Subuh berjamaah di mushola rumah.Saat waktu baru menunjukkan pukul enam, bahkan aku masih menyiapkan nasi goreng mentega untuk sarapan pagi ini, Mas Arsa nampak telah rapi dengan jas hitam polosnya.Aku yang sedang berkutat di meja kitchen set, lelaki berusia tiga puluh tahun itu nampak sedang menuangkan air putih ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas."Lho, Mas, kamu udah rapi?" tanyaku.Mas Arsa lantas berjalan menghampiriku. "Iya, pimpinan rumah sakit tiba-tiba nelpon dan mendadak ngasih tahu ada rapat sebelum jam praktik. Jadi aku harus pergi sekarang," jelasnya."Tapi kamu belum sarapan. Sebentar lagi juga ini siap kok," sergahku pada Mas Arsa.Namun, lelaki itu menggeleng. "Gak papa. Aku sarapan di kantin aja nanti. Aku harus segera

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Naik Ranjang   Ch. 191

    Sekarang aku tengah di perjalanan. Petugas kepolisian membawaku dalam mobilnya. Pandanganku kosong, menatap lurus pada jalanan di depan sana. Hingga tangis Keanu menyadarkanku. Kepala ini lantas menunduk dan menatap pada bayi kecilku yang tengah menangis kencang.Aku gelagapan sebelum akhirnya sadar apa yang harus aku lakukan. Memijat pelan bagian payudara dari luar kain pakaian, sampai kemudian memberikan Keanu ASI. Untungnya kerudung instan yang kukenakan memiliki kain yang lebar, sehingga bisa menutupi area dada tanpa mengganggu kenyaman Keanu yang tengah menyusu.Keanu tak lagi menangis setelah menyusu padaku sedangkan aku kembali melempar tatapan ke arah jalanan depan yang gelap.Entah sudah berapa lama aku berada di dalam mobil ini. Sampai kemudian mobil menepi di depan sebuah bangunan rumah sakit kepolisian.Aku diminta segera turun dari dalam mobil. Seorang pria yang juga tadi mendatangi rumah mendampingiku memasuki bangunan rumah sakit. Langkahku gontai dengan kaki terasa tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-08
  • Naik Ranjang   Ch. 192

    "Buk, bangun, Buk." Aku berjongkok di samping Ibu Hilma seraya menepuk-nepuk pipinya."Buk, bangun," ucapku kembali coba menyadarkannya. Namun, tidak berhasil. Ibu Hilma masih tak sadarkan diri."Ibu!" Sebuah teriakan membuatku menoleh. Nampak Ayah Yuda yang berlari dari ambang pintu menuju ke arahku dan Ibu Hilma.Kedua netra Ayah melotot padaku. "K—kamu …?" ucapnya terbata sambil menggelengkan kepalanya.Aku mengangguk patah-patah. "Iya, Ayah," jawabku pelan sekali sembari menatap Ayah dengan nanar. "T—tidak mungkin. Ini tidak mungkin!" Ayah mendengkus mengibaskan tangannya kasar, sebelum kemudian mengucek mata bergantian. Melihatku dengan penuh selidik."Aku Maira, Ayah," ucapku memberitahu Ayah.Namun, Ayah terus saja menggeleng diikuti decihan dari mulutnya. "Gak mungkin. Ini pasti cuma mimpi," cicitnya lalu beralih menatap Ibu. Kemudian menepuk-nepuk pipinya."Bu, bangun, Bu. Sadar. Atau sebenarnya, justru Ayah yang sedang bermimpi?" gumamnya sambil mengusap wajah.Aku meraih t

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-10
  • Naik Ranjang   Ch.193

    Aku beserta Ibu juga Ayah segera mendatangi ruangan rawat seperti yang suster informasikan. Mencari ruangan nomor lima di kamar Bougenville rumah sakit kepolisian ini. Kemudian masuk setelah mendapatkannya. Tidak ada batasan orang saat kami ingin masuk bersamaan ke dalam ruang rawat. Sehingga masuklah kami bertiga bahkan sambil menggendong Askara."Ya Allah, Nak ... apa yang terjadi sama kamu?" Suara Ibu terdengar lemah di samping ranjang tempat Mas Arsa berbaring. Matanya telah terbuka meski begitu kecil. Dia juga dapat melihatku, ayah dan ibunya ada di ruangan ini.Kami bertiga berdiri di sisi kanan brankar. Ayah berada di tengah-tengah antara aku dan Ibu Hilma. Mertuaku itu nampak menenangkan istrinya. Diusap penuh sayang punggung dari Ibu Hilma di sebelahnya. Seolah menyalurkan kekuatan atas kecelakaan yang rasanya tiba-tiba ini."Tenang, Buk. Arsa 'kan sudah sadar sekarang," ucap Ayah menenangkan Ibuk."Tapi coba Ayah lihat. Wajah Arsa lebam, Yah. Kepalanya juga terluka sampai h

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01

Bab terbaru

  • Naik Ranjang   263

    Aku membawa Halwa ke dalam kamar. Menutup pintu menggunakan kaki hingga berdebam kencang. Melanjutkan langkah menuju tempat tidur, lalu menjatuhkan bobotku tanpa menurunkan Halwa lebih dulu. Posisinya yang digendong seperti bayi koala, membuat ia kini berada di atas tubuhku yang sudah setengah bersandar di headboard kasur.Kedua tanganku terulur mengusap sisi rambutnya. Membelai wajah cantik itu lalu menyelipkan rambut ke belakang dan telinganya bersama pandangan kami yang saling mengunci."Syaratnya ... apa boleh aku meminta hak sebagai suami? Apa kamu tidak keberatan aku memintanya malam ini?" tanyaku seraya mengungkap syarat yang kumaksud.Halwa menunduk sambil menggigit bibirnya. Menggerakkan bola matanya tak tentu arah seakan salah tingkah. "Kamu ... menginginkannya malam ini, Mas? Tapi ... kondisiku seperti ini. Bagaimana jika tidak berjalan maksimal? Emmh, maksudku, tanganku sedang cedera seperti ini, apa tidak akan jadi masalah?"Aku tersenyum kecil dengan kedua tangan masih ak

  • Naik Ranjang   262

    Secangkir teh tawar hangat akhirnya tersaji. Aku bersama Halwa duduk berdua mengisi meja makan. Ia menikmati segelas susu vanila dengan roti selai kacang meski menggunakan tangan kirinya. Sampai kemudian Halwa selesai lebih dulu dan barulah aku. Halwa telah bangkit, membereskan meja makan bekas kami sarapan dengan satu tangannya."Udah, biar aku yang beresin," ujarku sembari menahan tangan Halwa.Ia menggeleng dan menarik tangannya dariku. "Gak papa, Mas. Biar aku aja," tolaknya masih terus membereskan meja.Aku lantas membiarkan. Halwa selesai menumpuk piring serta cangkir yang tadi kami gunakan. Ia beranjak dari meja makan ini, membawa perabot kotor menuju wastafel pencuci piring.Namun, tentu saja aku tak tinggal diam. Lekas aku menyusul dan berdiri di belakangnya. Terlihat sekali Halwa tak mampu bekerja dengan normal hanya dengan satu tangan. Aku menyentak napas membuatnya berbalik badan. Cepat aku meraih pinggangnya. Membawa tubuhnya sedikit bergeser lalu mengangkat hingga ia te

  • Naik Ranjang   261

    Setibanya di kamar, aku menurunkan Halwa di tempat tidur. "Aku siapkan dulu airnya, ya?"Halwa mengangguk cepat. Aku menjauh dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi berdinding kaca. Menyiapkan air hangat memenuhi bath tub, tak lupa menambahkan bath bomb hingga berbuih dan wangi semerbak.Setelah air siap, aku kembali menemui Halwa yang terduduk di bibir tempat tidur."Air hangat sudah siap," ucapku memberitahu. Aku lalu menjatuhkan tubuh di hadapan Halwa. Bertumpu dengan kedua lutut hingga tinggi kami sejajar.Aku mengulurkan tangan menangkup wajahnya yang bulat. Manik mata itu seakan menghipnotis membuatku selalu ingin menatapnya lama-lama. Semburat senyum tersungging di bibir Halwa. Tangannya tergerak meraih tanganku yang tengah membelai pipinya."Buka kerudungnya, ya?" ucapku merasa perlu meminta izin. Halwa mengangguk tanpa protes. Tanganku lalu dengan cepat menyingkap kain penutup kepalanya hingga terlepas.Aku tak mampu berpaling. Kupandangi Halwa dengan tangan menyelipkan si

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (260)

    260#Aku membawa kepala Halwa tenggelam di dada. Tidak peduli di jalanan umum, aku masih tetap mendekapnya erat. Kubelai lembut kepalanya yang tertutup kerudung instan. Wajahku tenggelam, menciumi puncak kepalanya. Entah keberanian darimana, entah bagaimana bisa aku melakukan semua, mendekapnya erat dan tanpa ragu seperti saat ini.“Jangan pergi …,” ucapku lirih tanpa berhenti mengecup puncak kepalanya. Terasa dekapan tangan Halwa kian erat di pinggang.“Aku sudah mengecewakan kamu, Mas. Aku bukan perempuan yang baik. Aku rasanya tidak pantas menjadi pendamping pria setulus dan sebaik kamu,” sahutnya membuatku menggeleng.“Gak ada yang bilang seperti itu. Abi dan Ummi tidak akan membiarkanku menikahi perempuan yang salah,” jawabku tanpa melepaskan dekapan.“Ehhem, ehhem. Jadi gimana nih? Mau peluk-pelukan terus di sini gitu?” Suara Abi membuat Halwa menarik diri dari dekapanku. Sementara aku membalik badan hingga berhadapan deng

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (259)

    259.Zulfikar mendengkus. “Mas Seno kenapa kayak kaget gitu, sih? Masa’ istrinya pergi ke rumah orang tuanya Mas gak tahu?”Aku menggeleng menanggapi keheranan dari adikku itu, “Mas gak tahu, Fik.”“Emangnya Mas ke mana? Mas gak tidur di rumah? Mas biarin Mba Halwa sendirian di rumah?”Aku menggeleng pelan. “Gak gitu, Mas Cuma ketiduran di masjid.”“Ya ampun … Mas. Bisa-bisanya malah ketiduran di masjid dan gak tahu istrinya pulang ke rumah orang tuanya.”Aku merasa gusar. Benar-benar tidak menyangka jika Halwa akan pergi ke rumah orang tuanya. Hatiku mendadak tidak enak. “Tolong sekarang kamu telfon Abi atau Ummi, Fik,” pintaku pada adik bontotku tersebut.“Mau ngapain, Mas?”“Ya bilang sama Abi, kalau Mas mau ikut.“Mas tinggal nyusul aja nanti. Mas belum siap-siap juga!”Aku mendesah. Aku lantas menjelaskan pada Fikar apa yang sednag terjadi.

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (258)

    258.Detik dari jarum jam duduk di atas nakas terus terdengar. Menemani malamku yang berlalu tanpa bisa tidur. Sejak masuk kamar dan memutuskan untuk membawa tubuh ini rebah di atas kasur, aku sama sekali belum dapat tidur. Entah sudah berapa kali aku berguling ke kana juga kiri. Tengkurap lalu terlentang lagi. Menutup wajah dengan bnatal. Membaca wirid tapi tetap sama. Aku tak dapat tidur. Aku masih terjaga. Entah kenapa, tapi satu yang terasa mengganggu malamku ialah Halwa dan pembicaraan kami tadi. Wajah cantik yang tak lagi dipenuhi keangkuhan itu tertus membayang di pelupuk mata. Juga pelukannya yang tiba-tiba ia lakukan padaku. Semua terasaa membekas dan menari-nari dalam ingatan.“Fiuhh …’’ Aku mendesah seraya memutar badan hingga terlentang. Menatap langit-lagit kamar dengan perasaan entah.Terdiam sesaat sebelum kemudian tangan ini terulur meraih jam di atas nakas. “Jam dua malam, tapi aku masih gak ngantuk,” gumamku lirih. Kuhembus napas kasar dan akhirnya menyibak selimut.

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (257)

    257.Aku membisu.Kupandangi paras cantik perempuan di hadapanku ini. Memandangnya tak mengerti sama sekali. Begitu juga dengannya yang menatapku. Pendar mata itu kini lain. Tidak ada binar keangkuhan di sana. Melainkan tatap sayu dan raut memelas yang kulihat. Tidak ada jejak kesombongan serta kebencian yang sebelumnya selalu tegas ia tunjukkan.Genggamannya di tanganku terasa lebih erat. Membuatku akhirnya tersadar dan aku menarik tanganku hingga terlepas dari pegangannya.“Mas?”Aku menggeleng cepat. “Mau kamu ini sebenarnya apa?” tanyaku sambil menatapnya sengit.“M— mas?”Aku menepis tanganku ketika Halwa mencoba meraihnya lagi. “Di saat aku menaruh harapan besar pada pernikahan kita. Di saat aku mencoba membuka hati dan siap untuk memulai jalannya rumah tangga ini, kamu mematahkan hatiku begitu hebat. Kamu menjatuhkanku tanpa ampun hingga hati ini remuk. Kamu menolakku seakan aku ini adalah lelaki yang buruk dan tidak pantas dicintai. Kamu bukan hanya membuatku kecewa, tapi kam

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 (256)

    256.Aku memijat kening dengan kepala agak menunduk. Mengumpulkan segenap kesadaran dalam diri. Meraup wajahku, menyugar rambut samil mengembus napas kasar. Membuka mata lebar-lebar dan ternyata semua ini bukan mimpi. Aku sama sekali tidak sedang bermimpi. Halwa benar-benar mengajakku untuk shalat dhuha berjamaah.“Bisa kamu ulangi?” ucapku hanya ingin memastikanjika ini bukanlah mimpi. Barangkali pendengaranku yang bermasalah.Terdengar helaan napas berat dari Halwa. “Kita berjamaah shalat dhuha di kamar, Mas.”Aku terdiam menatapnya.“Kamu mengigau?” tanyaku cepat,Halwa menggeleng pelan. “Aku gak lagi tidur, Mas. Jadi gak mungkin aku ngigau. Aku sadar. 100 persen!” tukasnya dengan yakin.Lagi-lagi aku melongo dibuatnya.Halwa memandangku samapi aku mengerjap dan memaligkan wajah. “ya sudah, kalau kamu mau kita berjamaah—““Aku tunggu di atas ya, Mas!” Halwa berucap cepat memotong perkataanku.“E—“ Ucapanku menggantung di udara. Halwa telah lebih dulu melangkah. Menjauh dari tempatk

  • Naik Ranjang   NR - SEASON 5 BAB 255

    *“Ada remahan makanan di sini, Mas. Sekarang sudah bersih,” ucap Halwa sambil mengusap bawah bibirku. Jari tangannya masih bertengger di wajahku. Refleks wajahku tertarik ke belakang. Tanganku tergerak merraih jari jemarinya itu dan menurunkannya dari wajah ini.“lain kali kamu bisa memberitahu. Aku yang akan membersihkannya sendiri,” sahutku kemudian melangkah melewatinya.Aku melangkah tanpa mempedulikan lagi Halwa yang tertinggal di sana. Kakiku terus melangkah dan berjalan sampai keluar meninggalkan ruangan makan. Di mana akhirnya aku menghempaskan bobotku di sofa ruangan baca. Mengambi sebuah buku novel yang ada pada rak kecil di samping sofa ini. Tugas mengurusi Halwa untuk mandi dan sarapan sudah selesai. Aku juga tidak diperbolehkan ke madrasah, jadi lebih baik aku menghabiskan waktu di ruangan baca ini saja.Namun baru saja sampai pada lembar halaman ke tiga dari buku novel di tanganku, suara derap langkah menyapa indera pendengaran. Kepalaku terangkat seiring dengan derap y

DMCA.com Protection Status