All Chapters of Naik Ranjang: Chapter 171 - Chapter 180

263 Chapters

Ch.171

********Aku menunggu dengan harap-harap cemas. Menunggu persetujuan Maira akan permintaanku.Perempuan berwajah teduh di hadapanku ini, terlihat memejamkan matanya. Mengambil napas dalam-dalam sebelum kemudian menghembusnya kasar. Matanya lalu terbuka. Pandanganku dengannya pun bersirobok."Baiklah, Mas. Aku akan memenuhi apa yang kamu mau. Hanya tiga puluh hari saja. Jika semua masih sama setelah tiga puluh hari ke depan. Aku tidak memiliki rasa apa-apa terhadapmu, begitu juga dengan perasaanmu yang tidak berubah padaku. Kita bisa mengakhiri hubungan ini. Begitu 'kan?"Aku mengangguk kaku. "I—iya, iya. Seperti itu. Tapi jika setelah tiga puluh hari nanti perasaan kita sama-sama berubah. Aku tidak akan pernah mengakhiri hubungan ini. Kamu setuju 'kan?" Aku perlu memastikan.Maira mengangguk dengan sepasang netranya yang memejam. Hembusan napas beratnya pun turut terdengar. "Iya. Tapi jika semua tetap sama, tidak ada lagi alasan agar pern
Read more

Ch.172

*************"Ini bekal makan seperti yang kamu minta. Hanya tahu telur balado dan tempe goreng. Kulkas di dapur kamu kosong, jadi aku memasak yang ada saja, di dalamnya juga sudah ada botol minum."Jam delapan pagi. Maira menunjukkan tote bag berisi bekal makan siang seperti yang kuminta. Sepulang dari pemakaman tadi, Maira langsung terjun ke dapur, karena menyetujui permintaanku untuk dibuatkan bekal.Aku mengangguk dengan tangan terulur meraih tote bag hitam yang diangsurkan Maira. "Terima kasih," ucapku dan Mai hanya membalasnya dengan anggukan kepala."Tunggu dulu," cegahlah ketika Mai telah berbalik badan dan hendak pergi."Apa kamu yakin, untuk menutupi kebenaran ini dari Ayah dan juga Ibu? Bagaimana jika sewaktu-waktu mereka melihat kamu di luar sana?" tanyaku pada Maira yang masih berdiri membelakangiku.Perlahan tubuh itu berbalik dan kini menghadapku lagi yang tengah duduk di sofa ruangan depan. "Iya. Aku yakin, untuk masalah di luar, aku bisa menggunakan penutup wajah. Da
Read more

Ch. 173

Cepat-cepat aku mengambil botol minum lalu meneguk airnya. Dari ekor mata ini, kulihat Halwa kembali menyantap lauk dalam wadah."Iya. Ini kayak tahu telur balado buatannya Mba Mai kalau masak di rumah. Namanya aja balado, tapi enggak kerasa pedas, cuma anget aja, soalnya almarhum Bang Arka gak suka makanan pedas, jadinya Mba Mai kalau masak ini tuh ya begini." Halwa masih nyerocos, sedangkan aku melanjutkan makanku dengan tidak terlalu lahap."Abang bekal makan ini dari mana?" selidik Halwa.Aku berdehem pelan dan menelan kunyahan dalam mulut. "Abang beli di warung makan.""Masa, sih? Kok, rasanya gak asing di lidahku ya. Sama persis seperti masakannya Mba Mai saat masih tinggal di rumah," kukuh Halwa yang tidak salah dengan indera pengecapnya.Aku menarik napas dalam-dalam. "Wa, mungkin kamu lagi rindu sama Mba Mai. Jangan lupa buat Kirim al-fatihah ya!" ucapku seakan mengingatkan bahwa Mai sudah tiada di dunia ini. Ampuni aku, Ya Tuhan.Terdengar hembusan napas berat dari Halwa. Di
Read more

Ch.174

*******Keluar dari ruangan makan, aku membawa Maira menuju ruang televisi lalu menurunkannya di sofa panjang membiarkan kedua kakinya lurus. Aku pun dengan cepat menghempas bobotku di sofa yang sama. Kuangkat kaki Maira dan menempatkannya di atas pahaku."Mau apa kamu, Mas?" tanya Maira dengan suara pelan.Aku tidak menjawab, melainkan mulai memijat kaki Kiara di pangkuanku. Dimulai dari telapak kakinya yang putih bersih kemudian merambat ke betisnya. Kulakukan hal yang sama pada kedua kakinya itu bergantian.Maira pun tak lagi banyak bertanya. Aku menoleh padanya dan kudapati ia pun tengah memandangiku. Tatapan kami lagi-lagi beradu, hingga senyum tipis terulas dari bibirku. Kedua tanganku masih memijat kaki putihnya itu."Tadi aku ke rumah Ibu. Alhamdulillah, ibu sudah pulang dari rumah sakit. Terus aku lihat, Ayah sedang memijat kaki Ibu seperti ini. Jadi aku rasa, aku perlu melakukan hal yang sama untuk kamu," jelasku akhirnya.Aku masih memasang senyum tipis sambil menoleh dan
Read more

Ch. 175

*************Netra Maira terlihat membeliak. "Kedinginan? Kenapa gak kamu turunkan suhu AC-nya saja? Kenapa kemari?"Aku mendongak menatap perempuan yang masih berkerudung itu. Padahal, aku sudah mengatakan jika rambutnya telah halal aku lihat. "Kamu keberatan?"Maira mengangguk. "Tentu. Kita punya batas masing-masing, bukan?"Kuhembus napas kasar. "Kamu dengar, mulai malam ini, aku mencabut semua aturan-aturan yang pernah aku buat. Aku menarik kata-kataku. Aku menarik larangan yang pernah kubuat. Mulai malam ini, tidak ada lagi batasan-batasan yang berlaku di antara kita. Aku suamimu, dan kamu adalah istriku. Kita adalah pasangan di rumah ini. Tidak ada lagi batasan yang harus kita jaga. Kamu berhak melakukan tugasmu di sini, kamu berhak mendapatkan hakmu juga sebagai istri di sini. Ini rumahmu dan tinggalah dengan nyaman di sini!" ucapku tegas masih dalam keadaan duduk di ujung bed.Maira terlihat melongo dengan mata menyipit menatapku."Kamu bebas jika mau tidur di kamar utama, ka
Read more

Ch.176

"Apa-apaan kamu, Mas? Tolong lepaskan," desis Maira yang masih menyusui putranya.Aku menggeleng cepat. "Enggak. Aku kedinginan." Meski sebenarnya hatiku berdebar tak karuan. Seumur-umur baru Maira perempuan yang aku peluk selain ibu dan adik-adikku."Mas—""Kenapa? Gak boleh aku memeluk istriku sendiri, hmm?""Aku ... risih.""Mulai malam ini, kita biasakan." "Tolonglah, Mas! Aku ... belum terbiasa. Jangan memaksa!""Mai ... aku ini tidak memiliki penyakit menular yang mematikan. Aku juga tidak menyebabkan seseorang menjadi gatal-gatal. Tidak, Mai. Jadi kamu harus terbiasa untuk kedekatan kita mulai sekarang."Terdengar hembusan napas berat dari perempuan yang masih aku peluk saat ini. "Terserah kamu sajalah," ucapnya pelan dan seperti menyerah.Aku melirik wajahnya yang nampak merengut, tetapi tidak membuatku melepaskan pelukan terhadapnya.Keanu terlihat masih semangat menyusu pada ibunya.
Read more

Ch. 177

Aku berlari cepat menuju kolam yang ada di taman belakang ini. Tas kerjaku bahkan sampai terhempas saking terkejutnya aku."Mai!" Aku berteriak panik melihat tubuh Mai mengambang di tengah-tengah kolam sedalam hanya tiga meter.Aku panik karena Keanu juga menangis di gazebo kayu samping kolam renang ini. Sementara di sana, Mai tidak nampak bergerak. Terapung juga alat pembersih kolam dan banyak dedaunan kering."Sebentar ya, Nak. Om akan selamatkan dulu Ibumu," ucapku pada Keanu yang ditidurkan di atas gazebo.Aku langsung nyebur ke dalam kolam. Berenang ke tengah-tengah dengan cepat lalu menarik tubuh Maira dan membalikkan tubuhnya. Menepuk-nepuk pipinya dengan keras. "Mai, Mai, bangun, Mai. Bangun! Sadar!" ucapku coba menyadarkannya.Kulakukan terus menepuk-nepuk pipinya tetapi tetap tidak ada tanda-tanda Mai bangun. Bibirnya telah sedikit membiru. Duh, ada-ada saja. Di sana pun, tangis Keanu masih terus bergema.Secepatnya aku
Read more

Ch. 178

Maira memundurkan tubuhnya dariku. Namun aku mengikuti langkahnya. Sehingga tubuh kami tetap berdekatan."Ap—apa ... memangnya?" tanya Maira tergagap.Aku tersenyum simpul pada Mai. Aku menjadikan jari telunjuk dan jari tengahku saling menempel, lalu ujungnya kutempelkan pada bibirku.Cup~Aku mencium ujung jari-jemariku yang menempel itu. Kemudian mendekatkannya pada bibir Maira. Perempuan itu mengelak memaksaku hari menahan kepala belakangnya.Sampai akhirnya, jariku menempel di bibirnya yang terkatup rapat. Cukup lama sebelum aku melepaskannya.Kening Maira terlihat mengernyit."Kenapa? Kamu tidak mengerti?" tanyaku melihat wajah Mai yang seperti tidak paham kode dariku itu."Atau ... harus aku praktekkan lagi?" tanyaku memberi pilihan.Kening Maira semakin melipat. "Apa yang perlu diulangi? Cara kamu menyadarkanku tadi? Tinggal katakan saja, tidak perlu diulangi, bukan?" cecarnya dengan raut wajah penuh tanya.Aku tersenyum penuh dengan kepala terangguk pelan. "Hmm, baiklah," ucap
Read more

Ch. 179

Aku berdiam di ruang televisi, ditemani siaran dari layar lebar empat puluh dua inch yang menempel di dinding depan sana. Pikiran ini berkelana. Kejadian di kolam berenang tadi, terekam dalam ingatan dan menari-nari di pelupuk mata. Tanpa sadar, tanganku tergerak lalu menyentuh permukaan bibirku sendiri. Membelainya disertai kilasan kejadian tadi. Aku ingat bagaimana saat bibir ini beradu dengan mulut Mai. Memberinya napas buatan dan degup jantungku bertalu-talu saat mengingatnya sekarang."Astaga. Kenapa aku inget terus kejadian tadi sih?" cicitku seraya memejamkan mata.Tak hanya kejadian di kolam renang, apa yang terjadi di dalam kamar Mai pun terus terngiang dalam kepalaku.Bagaimana aku begitu berani memeluk lalu mencium perempuan berstatus istriku itu. Hatiku bergetar dipenuhi rasa yang tidak aku mengerti.Namun, Mai masih melakukan penolakan, tapi itu sangatlah wajar. Pernikahan ini belum sepenuhnya Mai terima.Kuhembus napas kasa
Read more

CH. 180

"Hah? S—siapa yang nangis? Gak ada ah. Abang gak denger apa-apa kok, kamu salah denger kali." Aku berjalan sambil pura-pura memasang telinga, mengelak apa yang adikku itu dengar. Padahal jelas sekali aku pun mendengar suara tangisan dari dalam kamar kedua."Gak mungkin salah denger. Jelas banget kok. Masa sih Abang gak denger?!" Hafsa berjalan menjauh dari ambang pintu ruang makan. Ia celingukan dan seperti menajamkan pendengarannya.Aku menelan ludah saat Hafsa berdiri di depan pintu kamar kedua."Suaranya dari sini, Bang," ucapnya dan sudah menempelkan telinga di daun pintu.Aku menggeleng. "Engga, Hafsa. Gak ada kok. Mana? Gak ada ah!" Aku terus mengelak."Ih, masa sih? Orang jelas banget tadi itu!" Kukuh Hafsa."Nggak ada, Sa, nggak ada! abang nggak denger apa-apa kok. Kamu pasti salah denger deh abang yakin!" ucapku menarik tangan Hafsa menjauh dari daun pintu kamar kedua. Namun Hafsa menepis tanganku yang memegangnya.
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
27
DMCA.com Protection Status