All Chapters of Naik Ranjang: Chapter 151 - Chapter 160

263 Chapters

Ch. 151 || BABAK BARU

25 TAHUN KEMUDIAN🍒🍒🍒"Oee ... oee ... oee"Aku menoleh ke arah kamar di belakangku saat suara tangisan terdengar begitu kencang memekakkan gendang telinga. Tangis yang tak kunjung berhenti, teramat menggangguku yang sedang menonton televisi di pagi hari."OEEE ... OEEE ... OEEE!" Tangis itu kembali terdengar. Aku mengepalkan tangan di atas meja di depanku."OEE OEE OEEE!" Bukannya mengecil, tangis bayi itu justru semakin keras saja. Membuatku muak sekali. Rumahku yang tadinya tenang dan damai, tidak kurasakan lagi sejak tiga bulan terakhir. Sejak bayi itu lahir dan ibunya tinggal di rumahku."OEEE ...."Kuteguk kopi latte dalam cangkir hingga tandas lalu beranjak cepat dari sofa dan masuk ke dalam kamar. Di mana bayi itu memang masih terus menangis di atas tempat tidur."Berisik, berisik! Diem!" hardikku setelah berada di ujung tempat tidur.Namun, tangisnya tetap saja tak mau berhenti. Bayi berusia tiga bulan lebih itu tak kunjung diam.Cklekk!Pintu kamar mandi dalam kamar ini
Read more

Ch. 152 || BABAK BARU

Jam delapan pagi, aku baru selesai mandi untuk bersiap ke rumah sakit. Aku merupakan seorang dokter umum yang bertugas di rumah sakit swasta ternama. Sudah sekitar empat tahun aku mengabdikan diri pada pelayanan kesehatan tersebut.Selesai mengeringkan tubuh ini dengan handuk. Aku mulai mencari kemejaku di dalam lemari. Namun, hanya tersisa beberapa potong celana dan kaos saja ternyata. Sepertinya aku memang belum membereskan kemeja milikku di ruangan laundry. Karena beberapa hari terakhir ini aku sibuk dan pulang agak malam. Di mana biasanya, aku sudah pulang sebelum jam tiga.Kupakai celana katun hitam lebih dulu. Membiarkan tubuh atasku bertelanjang dada dengan handuk kecil melingkar di leher.Keluar dari dalam kamar. Hidungku mengendus-endus bau yang tiba-tiba saja terhidu. Tak hentinya aku mengendus untuk memastikan bau apa yang sebenarnya tercium.Hingga aku menyadari dan mengenali baunya. Seperti aroma gosong. Namun entah dari mana.Aku pun melangkahkan kaki menjauh dari depan
Read more

Ch. 153 || BABAK BARU

"Halah! Aku gak butuh penjelasan kamu. Memang dasarnya saja, kamu itu perempuan pembawa sial!" teriakku lantang karena merasa muak."ARSA!"Aku menoleh cepat saat suara Ayah meneriakkan namaku. Benar saja, Ayah dan Ibu Hilma berjalan bersamaan menghampiriku di depan kamar Maira saat ini. Entah kapan mereka datang. Aku bahkan tidak mendengar ketukan pintu akan kedatangannya."Bagaimana bisa kamu mengatakan seperti itu pada istri kamu?!" Ayah bertanya dengan suara tingginya."Istighfar, Nak. Apa kesalahan Mai, sampai kamu berkata keterlaluan seperti itu?" Kali ini, Ibu Hilma yang bertanya. Dia mendekat pada Maira dan merangkul menantunya itu."Dia ini memang pembawa sial, Bu, Yah! Ibunya meninggal saat melahirkan dia, Papanya pun harus meninggal karena kecelakaan saat dia masih dalam kandungan. Bahkan ibu angkatnya pun juga meninggal. Lalu Bang Arka, abangku juga harus meninggal saat bertugas di perbatasan. Itu semua karena perempuan ini, Bu, Yah. Dia ini hanya pembawa sial. Pembawa sia
Read more

Ch. 154

Tak tentu harus ke mana aku pergi. Akhirnya aku putuskan mendatangi makam Bang Arka. Setelah membeli lebih dulu air mawar dan bunga tabur. Gegas aku pun memasuki komplek pemakaman.Berjalan kaki cukup jauh dari gerbangnya, melewati tiga blok makam yang lain, akhirnya tibalah aku di pusara saudara kembarku."Assalamualaikum yaa ahlal kubur ...," ucapku sembari berjongkok di sisi pusaranya. Kubacakan doa untuknya, lantas kutuangkan air dalam botol membasahi kepala nisan serta badan makam. Kemudian, kutaburkan pula bunga dalam plastik di tanganku. Memenuhi permukaan makam yang seluruhnya ditumbuhi rumput Jepang.Kuusap kepala nisan yang berupa marmer hitam. Terurik nama Arkana Batra Prayuda di atasnya. Tanggal lahir yang sama denganku serta hari kepergiannya empat bulan yang lalu.Kuhembus napas berat. "Bang, kenapa Abang harus pergi secepat ini? Setelah Abang pergi, Ayah dan Ibu Hilma meminta aku menggantikan Abang. Orang tua kita menginginkan aku menjadi suami Maira, dan menjadi ayah
Read more

Ch.155

Terpaan cahaya menyeruak terasa begitu menyilaukan. Mau tak mau, netraku terbuka karena tak mampu menepis silau yang memancar dan menelusup rongga mataku. Kini, setelah sepasang netraku terbuka sempurna. Aku terdiam sejenak, memperhatikan tempatku berada.Aku menggerakkan kepala, memindai sekeliling tempatku saat ini. Aku terduduk pada bangku kayu di sebuah taman yang luas namun sangat sepi. Tidak ada siapa-siapa di sini, hanya ada aku sendiri. Sendirian bertemankan hembusan angin.Entah di mana ini, aku benar-benar asing dengan tempatnya. Ingin pergi, tetapi bobotku serasa ditahan. Aku kesulitan membawa tubuhku untuk beranjak dan pergi. Kedua kakiku terasa dipaku hingga membeku di tempat. Entah apa yang terjadi padaku.Hingga nampak seseorang tengah berjalan di depan sana. Nampak berjalan ke arah ke arahku dengan langkah tegap dan cepat. Dalam sekejap mata, sosok itu kini telah berdiri di hadapanku. Terkejut aku dibuatnya."Bang Arka?" ucapku tetapi hanya mampu berucap dalam hati. B
Read more

Ch.156

Menyalakan mesin mobil, gegas aku pun pergi. Menjauh dari parkiran komplek pemakaman dan kini mobilku melaju di jalanan besar.Aku tak mengerti. Bisa-bisanya bermimpi di siang bolong begini. Bang Arka menemuiku dalam mimpi hanya untuk menyampaikan pesan agar aku me jaga Maira dan bayinya. Apa sepenting itu Maira bagi Bang Arka?Aku menggelengkan kepala disertai hembusan napas berat. Tanganku masih sibuk mengendalikan stir kemudi. Hingga selang hitungan menit, aku pun tiba di rumahku.Sudah tidak nampak mobil milik Ayah. Sepertinya Ayah dan Ibu Hilma sudah pulang dari rumahku. Kuparkian mobil di halaman rumah yang belum terpasang pagar. Lalu turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah. Aku berjalan memasuki rumah. Sesuatu aneh begitu saja terasa. Ketika di dalam rumah, aku hanya mendengar derap langkahku sendiri.Rumahku sepi.Tidak kudengar celoteh Keanu yang biasanya memenuhi rumahku. Kulirik arloji yang menunjukkan pukul dua siang. Sepertinya, Keanu ada di dalam kamarnya ber
Read more

Ch. 157

Cukup lama aku mencerna apa yang terjadi. Kamar Maira yang kosong dan rapi, serta lemari yang sudah tidak berisi pakaian miliknya dan pakaian Keanu. Membuatku terpaku dengan otak yang berpikir keras."Maira pergi? Maira membawa barang-barangnya?" gumamku sendiri, setelah menyadari kepergian penghuni kamar ini.Aku berbalik dengan cepat. Tidak ada ya g perlu dipastikan, karena Maira memang benar-benar sudah tidak ada lagi di kamar. Bahkan, mungkin dia sudah jauh dari rumahku ini."Aku akan tanyakan pada Ibu Hilma. Iya, Ibu Hilma pasti tahu ke mana perginya Mai dan Keanu," celotehku saat yang terlintas dalam ingatanku hanyalah rumah Ayah dan Ibu Hilma.Kurogoh ponsel dalam saku celana. Membuka aplikasi gagang telepon hijau lalu mencari nomor Ibuku. Selangkah lagi aku bisa terhubung dengan nomor Ibu Hilma. Namun, aku justru terdiam beberapa saat.Hingga akhirnya urung melakukan. Menjauhkan ibu jari dari layar ponselku, lalu memasukkan kembali benda pipih di tangan ke dalam saku.Aku meng
Read more

Ch. 158

"Nak, kamu di sini?" Ibu Hilma nampak beranjak dari sisi Ayah dan melihat ke arahku. Sementara Ayah, hanya memalingkan wajahnya hingga dapat melihatku saat ini."Ada apa, Nak? Apa yang kamu jatuhkan ke lantai?" Ibu Hilma sudah berada di dekatku dan memunguti kresek yang terlepas dari tangan."B-bu ... i-itu ... berita kecelakaan?" ucapku tersendat."Iya, Nak. Kasihan sekali, korbannya perempuan sama anak bayi," sahut Ibu Hilma diikuti gelengan kepala tak percaya."I-itu ... perempuan itu ... korban kecelakaan itu, M-Maira, Bu!" ucapku tersendat.Tubuhku gemetar. Ayah yang sedari tadi masih duduk pun nampak berdiri setelah mendengar ucapanku."Apa? Kamu bilang apa?" Ayah nyaris berteriak. Kini dia sudah ada di hadapanku. Pun dengan Ibu Hilma."Iya, kamu bilang apa, Nak? Mana mungkin itu Maira?" bantah Ibu Hilma tak percaya.Aku mengangguk lemas. "Baju tadi, Bu, Yah. Baju di balik koran penutupnya. Sama persis dengan kain baju yang dipakai Maira tadi pagi," jelasku gemetaran."Jangan m
Read more

Ch. 159

_"Saya terima nikah dan kawinnya Humaira Thahani Althafunnisa dengan mas kawin emas seberat lima gram dan seperangkat alat shalat dibayar tunai!"_Ijab qobul di hadapan penghulu saat aku menjabat wali hakim yang menikahkan ku dengan Maira, terngiang jelas memenuhi telinga dan pikiranku.Ijab qobul tiga bulan yang lalu terjadi, seolah menari-nari dalam ingatan. Bagaimana aku menikahi istri dari mendiang abangku sendiri saat itu.Tanpa cinta, tanpa rasa dan tanpa keinginan. Semua terjadi karena permintaan dan desakan Ayah juga Ibu Hilma.Aku terpekur di dalam mobil. Keluar dari rumah Ayah, aku segera memasuki mobilku dan berdiam di balik kemudi.Memikirkan segala sikap dan perlakuan burukku selama ini terhadap Maira. Namun tidak pernah dia membalasnya. Dia seolah menerima semua tindakan kasarku terhadapnya. Sampai akhirnya hari ini, aku justru harus mendengar kabar mengejutkan darinya.Kusandarkan kepala pada badan kursi. Menengadah sembari mendesah pelan. Kututup wajah dengan kedua tan
Read more

Ch.160

"Selain kalung, rekan saya juga menitipkan sapu tangan ini," sambung petugas di depanku. Mengulurkan kain persegi kecil dengan motif anak bebek.Dadaku sesak dengan tangan menggenggam kalung yang petugas ruang jenazah tersebut berikan. Begitu juga dengan kain sapu tangan. Sapu tangan yang sering kulihat di jemuran belakang rumah. Sapu tangan yang sering digunakan Maira pada Keanu.Tubuhku lunglai hingga merosot. Aku tergugu tak dapat menahan air mataku.Kalung ini, seperti yang Ibu Hilma jelaskan. Korban itu benar-benar Maira dan bayinya. Aku menangis sendirian. Hatiku sakit dengan rasa bersalah yang kian mendera. Karena secara tidak langsung, akulah yang telah menyebabkan Maira pergi dari rumah dan sampai mengalami kecelakaan itu."Apa jasad di dalam itu anggota keluarga Bapak?" tanya petugas yang kini berjongkok di sebelahku.Aku mengangguk. "Dia ... istri saya," jawabku diiringi isak tangis.Pundakku ditepuk berulangkali olehnya. "Innalilahi wa innailaihi roojiuun ... yang tabah ya
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
27
DMCA.com Protection Status