All Chapters of Silakan Urus Sendiri Ibumu, Mas!: Chapter 21 - Chapter 30

66 Chapters

Bab 21

"Iya, Mbak. Aku menang sedang bekerja, tapi minta izin dulu untuk mengantar pulang Azka. Nanti setelah ini, aku juga akan kembali ke rumah majikanku untuk melanjutkan kerjanya," jawabku.Mbak Iren tidak berkomentar apa-apa lagi, tetapi ia pergi ngeloyor begitu saja. Aku pun mengajak Azka untuk mengganti pakaian terlebih dulu, kemudian menyuruhnya makan. Setelah itu, aku menitipkan Azka kepada ibuku. Kemudian aku pamit, mau kembali ke rumah majikanku, yang mereka juga tidak tahu kalau aku bekerja di rumah suamiku sendiri."Mira, apa kamu mau pergi ke tempat kerja kamu lagi?" tanya Mbak Iren."Iya, Mbak," sahutku."Kamu melewati Kafe Anggun, nggak? tanyanya kemudian.Mbak Iren bertanya, tentang tujuanku. Ia saat ini sudah berpakaian rapi, serta berdandan dengan begitu getar beda dari biasanya. Sepertinya ia mau pergi, tetapi ia pergi seorang diri, tanpa Dea anak keduanya. Sedangkan anak pertamanya masih di sekolah."Iya, Mbak, memangnya kenapa?" tanyaku."Aku ikut nebeng ya, Amira. Aku
Read more

Bab 22

"Ya sudah, Tuan. Aku permisi mau melihat Ibu dulu," pamitku kemudian."Iya, Mbak Naira silahkan," ujar Mas Romi.Mas Romi pun mempersilakan aku, supaya aku masuk ke kamar ibunya. Setelah diijinkan, aku pun segera masuk ke kamar Bu Rahma. Aku sengaja tidak berlama-lama dekat dengan Mas Romi, sebab aku takut kalau nanti aku asal bicara. Kemudian penyamaranku akan terbongkar. Aku tidak mau apa yang telah aku lakukan selama ini, semuanya menjadi sia-siakan. Aku segera masuk ke kamar Bu Rahma, kemudian menutup pintu kamarnya dengan Rapat. Aku segera menghampiri Ibu mertuaku, yang ternyata sudah terbangun. Entah sudah berapa lama ia terbangun, atau mungkin juga ia baru terbangun karena terganggu oleh kedatanganku."Bu, maafkan aku ya. Apa aku mengganggu tidur Ibu?" Aku bertanya kepada Bu Rahma."Ng-gak, kok, A-mira. Ibu su-dah ba-ngun daritadi," sahut Bu Rahma tebata.Bu Rahma kini bisa menjawab pertanyaanku, walau dengan terbata, hingga membuat aku menjadi kaget dibuatnya. Pasalnya sela
Read more

Bab 23

Iya, Tuan mungkin karena kita kangen Bu Amira, makanya mendengar suara Mbak Naira saja seperti syara Bu Amira." Bi Asmi menimpali ucapanku membuat aku merasa dibela.Beruntung saat tegang seperti ini juga, Bu Rahma memanggilku, dengan menyebut Naira. Jadi bisa membuktikan kepada Mas Romi dan Bi Asmi, kalau di kamar ini tidak ada Amira."Iya, Bu," sahutku, sambil menghampiri mertuaku."Na-ira, Ibu haus," ujarnya."Sebentar, Bu," ucapku kemudian.Aku pun segera mengangkat kepala Bu Rahma. Kemudian menambahkan bantal di bawahnya, supaya menjadi tinggi. Biar dia bisa minum dengan tenang, sebab aku takut dia tersedak. Setelah itu aku mengambil gelas yang berisi air lalu meminumkannya, dengan menempelkan sedotan ke mulutnya."Bu, terima kasih, ya Bu. Karena Ibu mau membantu penyamaranku," bisikku.Bu Rahma pun mengangguk, kemudian menyedot kembali, air yang aku berikan kepadanya."Bu, Romi mau keluar dulu ya! Mau ada perlu sebentar," pamitnya."Iya, Ro-mi, hati-hati," pesan Bu Rahma kepada
Read more

Bab 24

Mbak Iren pun tambah melongo, saat mendengar ucapanku. I seakan sedang mengingat, kejadian yang barusan aku sebutkan itu. Tapi biarin saja karena aku juga sengaja mengatakannya, supaya ia bisa mengingat kejadiannya. Biar dia sadar diri, kalau kelakuan murahannya itu, sudah terekspos oleh kamera handphoneku."Sudahlah, Amira, nggak usah dibahas lagi. Aku mendingan pergi, dari pada harus membahas itu semua. Aku juga sudah nggak mengerti, dengan alur pembicaraanmu. Kamu itu tidak jelas, Amira. Orang nanya apa, kamu malah membahas apa?" Mbak Iren mengelak perkataanku. Ia malah memilih pergi untuk menghindariku."Mbak, bilang saja, kalau Mbak itu takut. Benar kan, Mbak? Pokoknya awas saja ya, kalau sampai Mbak Iren masih berani kurang ajar kepada kedua orang tuaku dan juga keluargaku yang lain! Apalagi jika Mbak sampai berani berbuat kasar sama mereka semua. Aku nggak akan diam saja, Mbak. Tapi aku jamin, kalau Mbak bakal menyesal. Karena aku sudah pasti akan memberitahu, Mas Raka, tentang
Read more

Bab 25

Ibu begitu kaget, saat mendengar perkataanku tentang Mbak Iren. Tetapi apa yang mau dikata, memang begitulah kenyataan sifat menantunya itu. "Apa yang sedang kalian bahas sih, kok saling berbisik begitu?" tanya Bapak, yang memang tidak diajak bicara. Karena Bapak fokus, sedang mengajak main ketiga cucunya."Ini Pak, Ibu sedang membahas masalah penting. Bapak nanti saja ya, biar Ibu yang memberitahu," sahut Ibu."Ya sudah, terserah kalian saja," ujar Bapak.Bapak tidak berkata apa-apa lagi, setelah Ibu meminta Bapak untuk bersabar. Ibu Bilang akan memberitahu Bapak, apa yang sedang kami bicarakan saat ini. Bapak pun kembali fokus mengajak ketiga cucunya bermain.Bapak dan Ibu memang seorang penyayang anak-anak, apalagi ini adalah cucunya sendiri. Sehingga anakku dan anaknya Mas Raka begitu nurut, kepada kedua orang tua kami ini. Kemudian aku dan Ibu kembali fokus, dengan apa yang dibicarakan."Nah bagaimana, Nak? Apa kamu punya bukti, tentang perselingkuhan itu?" tanya Ibu lagi."A
Read more

Bab 26

Aku pun segera pergi, dari depan kamar Mbak Iren dan kembali ke kamarku. Karena aku takut, jika Mbak Iren mengetahui, kalau aku berada diluar pintu kamarnya. Sampai-sampai aku juga lupa, akan niatku keluar kamar, yaitu ingin mengambil minum.Aku begitu emosi, makanya aku lebih memilih pergi, daripada membuat semuanya malah menjadi sia-sia. Beruntung, aku juga telah melihat rupa pria selingkuhan Mbak Iren, jadi aku bisa berhati-hati, jika bertemu dia dimana saja.***"Bu, Pak, kalian sudah siap kan? Ayo kita berangkat, itu taksi online-nya sudah datang!" ajakku."Iya, Nak. Ibu dan Bapak sudah siap kok, ayo kita berangkat," ujarnya.Aku, Azka, serta kedua orang tuaku pun berangkat. Kami berniat ingin belanja bulanan, sambil makan diluar. Ini adalah kali pertama, aku mengajak kedua orangtua dan juga anakku belanja, dengan menggunakan yang hasil keringat aku sendiri.Alhamdulillah, dari gaji menjadi perawat di rumahnya Mas Romi, aku bisa mengajak keluargaku bersenang-senang. Gaji yang aku
Read more

Bab 27

"Kok Ibu jadi begini sih, malah lebih membela Amira. Apa karena aku hanya menantu Ibu, sehingga Ibu lebih membela Amira ketimbang aku? Ibu juga sebatang sudah tidak mau lagi mengurus Matan dan Naila." Mbak Iren malah menyalahkan Ibu, sebab Ibu berkata demikian.Ia mengira, kalau Ibu lebih memihak aku anak kandungnya, daripada memihak Mbak Iren yang hanya seorang menantu."Bukan begitu, Iren, Ibu hanya ingin kamu lebih fokus mengurus kedua anak kamu, ketimbang keluyuran terus," terang Ibu lagi."Tapi itu kenyataannya, Bu. Sekarang Ibu lebih mendengarkan perkataan Amira dibanding aku. Ibu sudah tidak mau lagi mengajak serta cucu Ibu pergi," ujar Mbak Iren lagi."Ya sudah, kalau memang itu mau kamu Iren. Tapi ini hanya untuk kali ini saja. Ibu akan mengajak Naila pergi. Boleh kan, Amira, kalau Ibu mengajak Naila? Sebab Naila sudah besar, jadi ia tidak terlalu merepotkan Ibu. Ia sudah bisa jalan sendiri, sama seperti Azka," pinta Ibu."Ya sudah, kalau memang Ibu mau mengajaknya. Tapi hany
Read more

Bab 28

Aku pun mengizinkan anakku untuk bertemu Ayah, serta Tante dan juga Omanya. Ia pun segera berlari, menuju keluarga dari Ayahnya tersebut."Ayah, Oma," sapa Azka.Ia menyapa Ayah serta Omanya, yang masih aku dengar dari tempat dudukku karena tidak terlalu jauh"Azka, kamu ada di sini sama siapa," tanya Mas Romi.Kebetulan saat ini tempat duduk Mas Romi membelakangi aku. Jadi ia tidak bisa melihatku secara langsung, tetapi aku dapat mengetahui, apa yang mereka lakukan saat ini. "Azka di sini bersama Bunda, Yah. Ada juga Oma, Opa dan juga Kak Naila," jawab Azka."Terus mereka dimana, Sayang? Kok kamu dibiarkan berkeliaran sendirian," selidik Rita.Ingin rasanya aku menghampiri mereka, saat mendengar perkataan Rita. Ia menganggap kalau aku seorang ibu yang teledor, sebab membiarkan anakku berkeliaran sendirian."Aku nggak berkeliaran sendirian, Tante. Tapi Bunda dan yang lainnya ada kok di sebelah sana," tunjuk Azka. Mereka semua pun menengok ke arah kami berada, tetapi kami berpura
Read more

Bab 29

Pada saat Rita dan Risma sedang menghinaku, makanan pesananku datang. Mereka berdua pun pergi begitu saja dari hadapan aku dan keluargaku. Mereka kembali berjalan kemeja mereka."Permisi, makanannya sudah siap, ya Bu. Silakan," ujar seorang pelayan, sambil menyimpan makanan ke atas meja. "Terima kasih ya, Mbak," sahutku."Iya, Bu, silahkan dinikmati," ujarnya. Setelah menyiapkan makanan, pelayan itu pun pergi dari hadapanku. Kemudian kami semua pun makan, apa lagi Azka juga sudah berada di sampingku.***"Amira, bagaimana kabarmu?" tanya Mas Romi."Alhamdulillah, baik," sahutku.Mas Romi dan keluarganya menghampiri kami, setelah kami selesai makan. Entah mau apa mereka, yang jelas aku tidak suka kepada sifat kedua iparku, yang mulutnya begitu tajam."Alhamdulillah kalau kamu baik, soalnya kita tidak pernah bertemu lagi, semenjak aku datang ke rumah Ibu sebulan yang lalu. Karena setiap aku datang untuk menemui Azka, kamu selalu tidak ada. Kata Ibu, kamu sedang pergi kerja. Memangnya
Read more

Bab 30

Lisa pun mengangguk, tanda menyetujui perkataan Mas Romi. Pintar sekali dia berakting, padahal dua hari yang lalu aku melihat dia sedang belanja, serta bermesraan dengan pria lain. Terapi saat ini di depan mataku sendiri, ia malah merayu Mas Romi lagi.Kebetulan aku melihat itu semua, sebab saat ini Mas Romi dan Lisa sedang berada di ruang televisi. Dan aku juga sedang menemani Bu Rahma menonton, sambil memotong buah untuk camilannya. Karena Bu Rahma saat ini benar-benar sudah lumayan pulih, ia bahkan sudah bisa makan sendiri, walaupun masih belepotan."Aku yakin, pasti kamu seperti ini karena ada maunya kan?" tanya Mas Romi."Ih, kamu tau aja sih, Mas. Aku memang lagi pengen belanja nih, Mas. Belanja yuk," ajak Lisa.Ternyata ia merayu Mas Romi karena dia ingin mengajak Mas Romi belanja. Harus pintar ternyata, jika menjadi pelakor itu. Harus pintar merayu maksudnya."Mas, kita ngobrolnya jangan di sini yuk! Aku nggak nyaman," ajak Lisa, sambil melirik ke arahku."Memangnya kenapa, S
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status