“Cepat, Rahmat, kau lama sekali larinya.” Azam menunggu kedatangan temannya, sementara Arunika sudah melesat jauh ke depan, mereka baru saja berhasil melewati istana setelah mengecoh beberapa penjaga.“Ya, mana aku tahu kita akan kabur seperti sekarang. Kenapa tidak ambil kuda kita saja kalau begitu, Bang?” keluh Rahmat. Napasnya dari tadi terengah-engah karena tak kuat berlarian jauh, ia kalah cepat dengan penari di depannya. “Kau ini cengeng sekali. Pakai kuda ya ketahuan kita. Ayo cepatlah, kita sudah jauh tertinggal di belakang.” Azam tak sabaran dengan temannya itu. Lelaki bermata kebiruan tersebut memaksa Rahmat untuk lari lebih cepat, Arunika seolah-olah menatap kebebasan di depan matanya, ia tak lagi menoleh ke belakang, ia pun percaya kalau dua laki-laki itu mampu menyusulnya. Tidak ada penjaga yang mengejar mereka, di tambah bulan yang sudah habis dimakan waktu membuat suasana semakin gelap. Sesekali penari bermata kelam itu terjatuh karena kakinya tersangkut akar pepohona
Read more