Home / Pendekar / Tarian Persembahan Sang Ratu / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Tarian Persembahan Sang Ratu: Chapter 1 - Chapter 10

111 Chapters

Sang Penari

Bagian 1 Sang Penari Hutan Lembah Hitam yang telah berumur ribuan tahun tersebut telah menjadi saksi bisu banyak ritual sesat di dalamnya. Salah satunya yang akan digelar malam itu. Malam di mana bulan purnama sedang bersinar dengan angkuhnya. Gusti Prabu Atma Prabangkara tengah menanti kedatangan seorang penari yang akan melengkapi ritual panjang umurnya. Lelaki yang menjadi raja di Kerajaan Giri Dwipa tersebut telah berusia melewati 100 tahun, hanya ia sendiri yang tahu pasti berapa usianya. Meski demikian Gusti Prabu Atma Prabangkara tetap terlihat awet muda dan gagah. Kini, ritual kesekian kalinya digelar, seorang penyihir telah menanti, beserta gamelan dan alat musik lainnya. Tak luput pula sebuah persembahan yang akan membuat umur dan kesaktian sang prabu semakin bertambah panjang. Gendang ditabuhkan, sang penyihir mengangkat kedua tangannya. Ia memuja ke arah bulan purnama, gamelan pun tak luput dibunyikan. Sang prabu memperhatikan dari singgasananya sembari menarik napas p
Read more

Gusti Ratu

Bagian 2 Gusti Ratu Arunika Baiduri tersadar dalam pangkuan Gusti Prabu Atma Prabangkara. Namun, ia tak berani bergerak. Ditambah bau anyir darah di sekujur sang prabu yang nyaris membuatnya muntah, membuatnya terpaksa pura-pura tidur sampai kereta itu menepi di gerbang kerajaan. ‘Mati aku, mulai saat ini aku benar-benar akan menjadi pemuas ranjangnya saja,’ gumam gadis itu dalam hatinya. Ia diam saja saat diangkat sang prabu dengan kedua tangannya. Sedikit mengintip penari itu dari matanya. Istana Giri Dwipa begitu luas dan megah, tidak seberapa dibandingkan rumah sekaligus sanggar menarinya. Ia pandang setiap dayang wanita yang ada di dalam istana. Arunika menangkap beberapa jejak lebam di tubuh para pelayan itu. Entah apa yang menjadi sebab, seperti mendapatkan siksaan saja. Sedikit yang Arunika dengar tentang sang prabu, bahwa lelaki penguasa itu suka mengumpulkan banyak perempuan. Terserah akan diapakan, sebab ia penguasa yang telah membeli kesetiaan mereka. ‘Biba-bisa aku b
Read more

Lelaki Keturunan Yaman

Bagian 3 Lelaki Keturunan Yaman Sejak ditinggalkan oleh Patih Aditya, banyak sekali perubahan yang dibuat oleh Gusti Ratu Arunika Baiduri. Istana itu semakin banyak tari-tarian yang ia ciptakan. Para petinggi istana hanya bisa menerima saja, sebab yang dilakukan oleh sang ratu juga tidak mengubah tradisi sama sekali. Begitu juga dengan beberapa dayang wanita yang kerap kali menjadi sasaran nafsu dan birahi gusti prabu, selama sang raja sakit, mereka tak lagi merasakan penderitaan. Tubuh para dayang tak lagi lebam akibat disiksa sebelum dibawa ke ranjang. Mereka mulai bisa tersenyum, bahkan berharap agar lelaki bengis itu tak usah sadarkan diri lagi. Seperti itu pula isi hati Gusti Ratu Arunika. Ia lebih memiliih menjadi perawan tua yang suci terjaga, daripada disentuh oleh lelaki kejam seperti yang kini sedang tidur di sebelahnya. “Kanda,” panggil sang ratu dengan rasa malas, “mimpi indahlah di sana, kalau perlu jangan bangun lagi,” ucap penari itu untuk yang kesekian kalinya. Lalu
Read more

Pertanyaan

Bagian 4 Pertanyaan Tersenyum Gusti Ratu Arunika, ia suka memandang wajah Azam. Lelaki keturunan Yaman dengan nama lengkap Teuku Azam Fachrurrazi itu memang memiliki wajah putih bersih seperti kakeknya, hidung mancung dan mata agak kebiruan. Selama di istana, Arunika hanya memandang laki-laki berperawakan terkutuk saja. Maksudnya, memang mereka tampan dan gagah, hanya saja perangainya dengan para wanita yang luar biasa bedebah. Hingga membuat penari itu muak. Dan baru kali ini ada yang menjaga pandangan ketika ia datang. Tergugahlah hati penari suci itu. Rasanya ia harus menyambutnya dengan lebih baik lagi. Azzam kemudian menyerahkan surat penawaran penyebaran ajaran agama Islam pada salah satu petinggi istana yang laki-laki, lalu diulurkan pada dayang sang ratu hingga sampai ke tangan Arunika sendiri. Tertegun sedikit sang ratu, ia tak bisa membaca apa yang sudah dituliskan juru tulis Kesultanan Samudra Pasai. Jenis hurufnya berbeda. Lama jadinya ia diam membisu, ingin mengatakan
Read more

Meminta Hujan

Tak perlu menunggu waktu lama, tiga orang utusan dari Samudra Pasai itu langsung mempersiapkan diri untuk shalat meminta hujan. Ya, hanya diri mereka saja yang diperlukan, tidak ada ritual apa pun atau tumbal seperti yang disebutkan ratu tadi. “Apakah mereka benar-benar bisa dipercaya?” tanya Gusti Ratu dari singgasananya. Ia kemudian meminta agar pelayannya menyiapkan tempat. Ia ingin melihat dari dekat bagaimana caranya tiga orang alim ulama itu meminta hujan. Kursi kayu dibawa oleh dua dayang, lalu Arunika memperhatika dari dekat apa saja yang dikerjakan oleh Azam dan dua adik sepondoknya. Tak hanya sang ratu saja, beberapa petinggi istana pun mulai memperhatikan keanehan gerakan yang dikerjakan tiga orang itu. Terlalu asing, tak akrab di mata para penyembah arwah leluhur itu. Sesekali mereka mengerutkan kening, sesekali pula tertawa, mereka bersujud pada sesuatu yang tak tampak di depan mata. Dikatakan dengan pohon, tiga orang itu tak menyembah langsung ke pepohonan. “Mungkin m
Read more

Salah Tingkah

Pagi itu, Gusti Ratu Arunika didandani seperti biasa oleh para dayang. Beberapa kali penari tersebut bersin-bersin. Sebab dari malam ia bak orang gila yang menari tanpa henti di bawah guyuran air hujan. Akibatnya ia sedikit demam dan pusing kepalanya. Padahal ia harus menetapi janjinya untuk membincangkan masalah kedatangan utusan Samudra Pasai.“Kalau masih sakit sebaiknya istirahat saja, Gusti Ratu,” pinta Puspa. Dari tadi hidung sang ratu ia perhatikan meler terus sampai kemerahan. “Jangan, bisa hilang wibawaku di depan mereka,” jawab Arunika. Bersin lagi dirinya, bahkan kini tubuhnya agak menggigil. “Ayo kita temui mereka. Aku sudah janji dari kemaren.” Gustri Ratu berjalan, agak terhuyung dirinya lalu dipapah oleh Puspa dan Jali. Sepanjang perjalanan ia perhatikan tanah di sekitar istana sudah becek karena diguyur hujan deras. Tanaman yang tadinya layu dan kering menjadi segar. Kupu-kupu mulai hinggap di bunga-bunga yang mulai merekah. Begitu juga dengan Azam dan dua temannya.
Read more

Upeti

Sudah dua hari sejak pulang dari mengunjungi rakyatnya, Gusti Ratu Arunika Baiduri demamnya semakin menjadi. Ia hanya berbaring saja semberi memijit kepalanya. Penari itu diurus oleh Puspa dan Jali. Sedangkan Gusti Prabu Atma Prabangkara tetap tidur seperti orang mati. Tak hanya sang ratu saja yang sakit. Lelaki keturunan Yaman itu juga meriang. Jadi selama dua hari, dua orang berbeda kepentingan itu sama-sama melepas lelah terlebih dahulu. Bedanya, Azam hanya mengurus dirinya sendiri saja. Ia hanya berbaring saja sampai hilang pusing di kepalanya. “Nampaknya, abang kita ini benar-benar meriang,” ujar Rahmat ketika masuk ke dalam kamar Azam. Ia menyodorkan makanan yang dibawa oleh para dayang. Atas permintaan mereka pula hanya ingin memakan sayuran tanpa ikan atau daging saja, demi menjaga kehalalan. “Memang ada meriang yang main-main?” tanya Nuh ketika ia ikut menuangkan air. “Meriang yang diderita oleh abang kita ini yang tingkat tinggi. Maksudnya, merindukan kasing sayang, dari
Read more

Pertentangan

“Siapa wanita itu, mengapa gerakan tariannya begitu indah. Terlihat lebih segala-galanya dariku.” Arunika sadar, ia mengusap wajah dengan dua telapak tangannya. Wanita di dalam penjara tersebut rambutnya telah banyak uban, tapi wajahnya masih menawan. Ia menengguk secawan air putih, tenggorokannya serasa dialiri oleh kesejukan, air yang berasal dari hujan yang masih terus turun walau tak deras. “Jika para tuan itu aku tahan tinggal di sini, tentu setiap musim kering bisa meminta hujan, bukan? Tapi aku juga jadi tak memikirkan mereka, bukan tidak mungkin ada yang akan mencoba membunuh tiga orang itu tanpa sepengetahuanku. Aku hanya boneka di sini, tidak punya kuasa apa-apa. Para bangsawan seringnya hanya memandang lekuk tubuhku saja.” Sang ratu menghela napas panjang. Jauh pikirannya menerawang. Andai ia tak dijual oleh kedua orang tuanya, tentu ia tak akan mengalami derita seperti sekarang. Namun, jika ia masih hanya berkutat antara rumah dan sanggar saja, ia tak akan pernah juga ber
Read more

Menyelinap

Ditanya hal seperti itu, bawahan Aditya langsung pergi begitu saja tanpa izin dari Gusti Ratu. Lagi-lagi sang ratu merasa terhina diperlakukan demikian. “Baiklah, kalau kau tak mau memberitahuku, aku cari tahu saja sendiri.” Sang ratu memperhatikan kepergian lelaki itu, ia menghilang di antara taman dan pepohonan. Di sana petunjuk terakhir ratu bisa menemukannya. Azam hanya memperhatikan saja dari belakang. Ia turut prihatin dengan bagaimana kehidupan perempuan di dalam istana, yang ia curi dengar dari beberapa lelaki. Hanya menjadi pemuas saja. Begitu jauh dari kemuliaan. Bahkan bisa dipakai bergantian, sesuka hati lelaki mana yang akan memilih. Sang ratu berjalan sampai ke balai kerajaan. Di sana ia meminta Puspa dan Jali membantu para utusan itu untuk menyiapkan tempat belajar. Lagi-lagi mereka menolak. Beberapa waktu menunggu tak ada yang datang untuk belajar juga, semuanya sepakat mengikuti perintah para bangsawan agar tak menghiraukan kehadiran utusan tersebut. “Puspa, Jali,
Read more

Rahasia Dalam Penjara

“Aku wanita yang sebelum kau datang melayani Gusti Prabu Atma Prabangkara. Akulah Gusti Ratu Pradnya Swari, ratu yang dibuang ketika sudah tak cantik lagi,” jawab wanita itu. Seketika Arunika mematung di dalam penjara. Tak ia tahu sama sekali bahwa permaisuri sebelum dirinya masihlah hidup. “Lalu mengapa Gusti Ratu masih di sini, ayo, kembalilah ke tempatmu. Akan kukeluarkan engkau saat aku sudah kembali, tunggulah.” Arunika hendak terbang kembali ke kamarnya, tapi satu perkataan dari Pradnya membuatnya terdiam lagi. “Tak perlu bersusah payah, Gusti Ratu. Aku sendiri sudah tak disayang lagi oleh Kang Mas Prabu. Dulunya aku sama sepertimu, muda, cantik, dan bergairah. Aku menari demi memenuhi ritual kejamnya. Seperti halnya dirimu, aku diboyong ke dalam istana. Bedanya, aku pasrah dan suka rela menyerahkan diriku. Aku akui kalau aku lemah, aku jatuh cinta dengan gagah raga sang prabu, tak dipungkiri dia tampan dan sangat jantan di mataku. Kau beruntung karena mengikuti kata hatimu. T
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status