Semua Bab Tarian Persembahan Sang Ratu: Bab 41 - Bab 50

111 Bab

Rumit

“Iya, kau! Aku sedang berbicara denganmu. Ganti bajumu dengan ini, jangan bilang kau datang ke sini untuk menggoda Tuan Prabu, bajumu terlalu cerah untuk seorang pelayan.” Seorang wanita dengan mulut tajam melempar pakaian berwarna cokelat gelap pada Gandari. Enggan berdebat dengan yang lemah, wanita itu lebih memilih memungut pakaian di kakinya dan berganti baju secepat mungkin. “Ini untuk apa kau pakai?” Wanita angkuh itu menunjuk pelipis Gandari dengan telunjuknya berulang-ulang. Seisi ruangan hanya diam tak ada yang berani membelanya. Penyihir itu masih malas berdebat, ia pun memilih berlalu dari ruangan yang diisi oleh khusus pelayan wanita. Gandari sama sekali tidak memperhitungkan hal-hal kecil seperti ini. Dalam bayangannya ia hanya perlu masuk ke istana, bertemu Danur Seta lalu membunuhnya kemudian semua selesai. Namun, ternyata banyak perkara remeh yang menjadi sandungannya. Wanita angkuh yang mengajaknya bicara dari tadi merasa marah karena diabaikan, ia lalu mencoba m
Baca selengkapnya

Nirmala

“Akhirnya aku ingat, namamu Nirmala,” gumam Danur Seta. “Nirmala, gadis cantik dengan kekuatan misterius. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku dulu, aku akan mencarimu lagi.” Pintu kamar utama Danur Seta diketuk, Satrio memohon izin untuk masuk. “Ada apa sampai kau harus bertemu larut malam begini?” tanya sang Prabu. “Abdimu ingin meminta izin, Tuan Prabu. Kembali ke hutan lembah hitam, ada sesuatu yang harus abdimu usut kembali. Ini juga berkaitan dengan keselamatan istana kita?” “Perjelas lagi maksudmu?” “Penyihir yang kuceritakan dan hampir merenggut nyawaku sepertinya ada di sini?” “Bagaimana kau tahu?” “Abdimu menemukan jejaknya, juga mencurigai seseorang?” “Siapa?” “Gandari. Dia terlihat mencurigakan dan kepalanya juga selalu ditutup.” Danur Seta terdiam, ada rasa tidak terima tuduhan itu dilayangkan pada wanita yang diam-diam membuat dirinya ingat kembali lebih mendalam pada Nirmala. “Jika tidak ada bukti yang kuat, jangan kau menuduh sembarangan. Istan
Baca selengkapnya

Sebongkah Hati

Danur Seta memandang surat yang dikirim dari kerajaan Malwajaya padanya. Di surat itu tertulis bahwa sang Maharaja telah setuju untuk memeluk keyakinan baru yang dibawa oleh rekan Syarif di sana. Bahkan Maharaja Adiputera telah meminta utusan tambahan pada kerajaan Samudera Pasai agar mengajarkan mereka lebih dalam dan luas tentang islam. Tak segan juga sang raja mengirim surat dan tanda persahabatan pada Dinasti Abbasiyah sebagai tanda persaudaraan sesama muslim, mengingat hubungan yang terjalin antara Samudera Pasai dan Dinasti Abbasiyah. Lama Danur Seta termenung dengan surat kiriman sahabatnya dahulu dalam menuntut ilmu. Ia tak menyangka sahabat yang terkenal tegas dan keras dengan pendiriaannya akhirnya luluh juga mengikuti keyakinan baru itu. Hal itu semakin membuat gundah hati Danur Seta. Di saat tekanan Mongol pada kerajaannya bertambah, di saat itu juga sekutu yang ia harapkan telah berpaling. Sementara ajaran yang dibawa oleh Syarif itu hanya ia dengarkan dan anggap angin l
Baca selengkapnya

Utusan Dari Mongol

Usai memandikan dan membersihkan tubuh Pangeran, Gandari berusaha menyuapkan makanan pada putra bungsu Danur Seta. Asmarandana yang masih merajuk karena perubahan air muka bibi yang merawatnya tadi menjadi kejam sepulang dari berjalan di luar keraton. Penyihir itu menarik napas dalam sembari berusaha tenang untuk mengatur gejolak emosi di batinnya. Ia yang menikmati pembataian di tengah keramaian tadi seolah memberi minum pada ular-ular yang kehausan akan dendam dirinya. “Bibi janji lain kali tidak akan memasang wajah kejam lagi pada Pangeran. Tadi bibi hanya ketakutan.” Yang dibujuk masih memajukan bibirnya beberapa senti. “Lalu bibi harus bagaimana supaya pangeran tidak marah lagi?” Penuh kasih sayang wanita itu membelai kepala Asmarandana. “Apa mau dimasakkan sesuatu yang manis?” Asmarandana masih menggeleng. “Atau pangeran mau apa?” “Bibi temani aku tidur. Jangan tidur di kamar sebelah lagi. Setiap malam aku ketakutan tidur sendiri, ya.” Gandari menanggapi permintaan Asmar
Baca selengkapnya

Gadis Cina

“Salam hormat dari kami, Tuan Prabu. Kami utusan dari Mongol, di bawah perintah Temur Oljeythu cucu dari Kublai Khan,” ujar seorang lelaki dengan kepala ditutup topi dari kulit harimau. “Selamat datang, Tuan-tuan sekalian, aku sama sekali tidak menduga utusan dari Mongol akan datang secepat ini disaat aku masih berkabung,” jawab Danur Seta dari singgasana emasnya. “Kami paham dengan keadaan Tuan Prabu, tapi berkabung terlalu lama juga tidak baik, bukan? Kerajaan tuan tetaplah butuh seorang penerus.” “Maafkan kelancanganku, Tuan, tapi Tuan Prabu Danur Seta memiliki pertimbangan sendiri hingga harus berkabung dalam waktu yang lama. Sebagai maha patih, aku mewakilinya di sini,” sahut Aji Sata. “Begitu. Justru kedatangan kami secara resmi untuk menghilangkan kesedihan di hati, serta beberapa buah tangan dari Kaisar Temur untuk Tuan Prabu.” “Apa yang Tuan Yesun bawa sebagai hadiah? Tentu kami merasa berterima kasih atas kebaikan hati Kaisar Temur.” Lelaki dengan perawakan tinggi bes
Baca selengkapnya

Guna-guna

“Percuma saja kau tutupi rambutmu. Kau tahu, ular-ular itu sudah haus darah,” bisik Xi Mha di telinga Gandari.“Percuma juga kau tutupi tubuhmu dengan sutera mewah dan emas permata. Aku tahu wajah aselimu. Kau tak kuat menahan serangan sihirmu sendiri. Penyihir lemah,” balas Gandari. Tangan wanita itu melayang di udara, sedikit lagi mendarat di pipi Gandari. Namun, terlebih dahulu dicegah oleh Danur Seta yang sedari tadi menyaksikan perdebatan mereka berdua. “Maafkan kelancangan pelayanku, Putri. Sekarang lebih baik kau kembali ke kamarmu, aku ingin bersama puteraku.” “Mengapa Tuan Prabu harus merendahkan diri demi pelayan laknat seperti dia. Di tempat kami budak-budak seperti dia hanya jadi alas kaki kami para bangsawan.” “Itulah bedanya kita, Putri. Aku tak pernah memperlakukan mereka sebagai budak.” “Pembual,” gumam Gandari dalam hati. “Baik. Aku terima kebesaran hatimu Tuan Prabu. Dan aku juga meningatkan kembali, Kaisar Themur bukan orang yang suka jika keinginannya ditunda
Baca selengkapnya

Derita Seorang Penyihir

Gandari memegang kepalanya dengan telapak tangan disimbahi darah. Pecahan kaca kecil menusuk dagingnya. Rasa sakit bukan main nyaris membuatnya berteriak, jika tidak ingin ketahuan sebagai penyihir dengan semua perlengkapan ritual masih di atas meja. Ia meringkuk di lantai, lututnya menekan perut mencoba menahan benda tajam yang seakan-akan menyayat lambungnya. Air mata menetes disusul dengan geraman tertahan. Sesakit ini ternyata terkena ilmu hitam, lalu bagaimana dengan nyawa tak berdosa yang ia cabut paksa? Apakah ini salah satu balasan atas kekejamannya dulu? Wanita itu mencoba merapal mantera yang ia ingat untuk meredam sihir yang berbalik menyerangnya. Perlahan-lahan rasa sakit itu mereda. Namun, dirinya terluka dalam, darah segar mengalir dari hidungnya. Dadanya serasa sesak bagai dihantam besi keras. Bahkan ular yang berada di kepalanya serasa ingin lepas dan kembali pada pemiliknya. Panas melebihi api juga merambat perlahan dari kaki Gandari. Menjelang fajar rasa sakit itu
Baca selengkapnya

Laga Dua Penyihir

Tubuh seorang pelayan wanita ditemukan terbujur kaku di keraton milik Danur Seta. Wajah pucat, mulut menganga dan mata terbuka. Ada dua lubang kecil di leher, darah yang telah kering menjadi saksi bisu. Kehidupan wanita itu telah direnggut dalam waktu singkat. Perbuatan siapa? Semuanya bertanya-tanya. “Tak mungkin binatang buas, bukan?” tanya Danur Seta yang mendengar berita itu langsung dari Satrio. “Sepertinya bukan, Tuan Prabu.” “Apa mungkin?” Danur Seta menarik napas panjang. “Dugaan abdimu, seorang penyihir kembali membuat ulah.” “Cari tahu. Bunuh saja jika memang sudah terbukti.” Perintahnya tegas. “Baik, Tuan Prabu.” “Gandari, apa mungkin itu kau? Jika ia dengan senang hati aku menebas lehermu,” ujarnya perlahan. ***“Xi Mha. Kau bermain-main ketika aku sedang lemah. Cerdik. Apa kau benar-benar menantangku?” Gandari mengelus rambut hitamnya yang tak kunjung kembali memutih. Selama beberapa hari ini ia memperhatikan apa yang Syarif sampaikan, walaupun ia telah berkali-ka
Baca selengkapnya

Padamnya Lilin Darah

Seiring dengan musnahnya semua ilmu sihir di tubuh Gandari, maka padam pula lima lilin darah di kediamannya. Jauh di hutan lembah hitam, tempat iblis paling kejam bersemayam, istananya juga berguncang keras. Setelah Gandari rutin mendengarkan lantunan ayat suci Qur’an perlahan-lahan singgasana emas Nyai Ratu mulai goyah. Kini salah satu murid kesayangannya telah kalah, tak ada lagi persembahan darah bangsawan untuknya nanti. Wanita dengan wujud ular itu resah dan murka. Padamnya lilin darah juga mengakibatkan hawa kematian pekat di keraton permaisuri dan selir Danur Seta menghilang. Begitu juga dengan was-was dan rasa takut berlebihan sang raja mulai memudar. Burung hantu peliharaan Gandari yang hidup dengan jiwa iblis, tewas terbujur kaku. Sementara Gandari menangisi dirinya sendiri di dalam kamar. Ia tak mampu lagi melepaskan sukmanya ke mana saja sesuka hatinya, tak mampu lagi menembus dimensi cermin untuk berpindah tempat. Wanita itu merasa dirinya lemah tanpa sihir dalam diriny
Baca selengkapnya

Lamaran Danur Seta

Gandari dan Asmarandana menikmati santapan yang dikirim oleh Danur Seta bersama-sama. Wanita itu kini tak ada pantangan makan lagi. Ia dengan bebas memilih makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Walau tetap saja tubuh mungilnya tak bisa menampung banyak makanan sekaligus. Pun ia tak terlalu berselera lantaran gundah di hati memikirikan pujaan hati yang telah hampir seminggu tidak terlihat. Semenjak sihirnya hilang ia merasa bagai wanita biasa. Dulu dengan mudah ia pergi ke manapun saja. Dengan mudah menghilangkan nyawa orang yang ia benci. Sekarang ketika nyamuk menggigit kulitnya saja ia sudah merasa gatal. Belum lagi seharian harus menemani Pangeran bermain ke sana ke mari membuatnya lelah luar biasa saat malam. Seperti saat hari telah sore ia melewati istana tempat para istri Danur Seta dulu tinggal. Wanita itu heran melihat persiapan yang tengah berlangsung. Istana itu dicat, disapu, dibersihkan, ditanami kembali bunga-bunga yang indah. Sutera warna-warna cerah digantung kembali.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status