Juna mendorong pintu kamar hotel dan menutupnya kembali dengan cepat. Dan dengan sekali dorong, tubuh Mei sudah terpepet di dinding, dan Juna menciuminya dengan sepenuh dahaganya akan Mei seraya terengah-engah tak sabar, sambil melucuti pakaian Mei. “Ada yang menyabotase proyek pembangunan mall yang lagi gue garap, elu jangan kaget kalau dengar beritanya di TV, ya. Cerita yang sebenarnya nggak separah itu, kok. Gue bisa handle. Aah, gue butuh elu dulu, Mei. Make love sama elu emang obat paling ampuh buat gue sekarang. Help, Mei, elu paling tahu gimana caranya,” ceracau Juna disela-sela ciumannya. Mei mendongak menatap Juna, terpaku oleh kejujuran ekspresi pria itu. Juna tak pernah menutupi apapun dari Mei, tentang keresahan dan gundahnya, kerap dia tuangkan pada Mei, seperti seorang anak yang mengadu pada ibunya bahwa ada teman nakal yang tadi mengganggunya di sekolah. “Jangan cuma ngeliatin gue doang dong, Mei. Please ... do something to my body, ... I’m yours.” Juna menarik Mei me
Baca selengkapnya