Semua Bab Menikahi Mantan Pacar Teman: Bab 71 - Bab 80

191 Bab

71. Kalau Gue Nakal

“Halo.” Juna menjawab telepon yang berdering di meja kerjanya sambil melirik Mei yang tertidur di sofa. “Pak, dokumen dari Pak Ronald sudah sampai. Bisa diantar ke ruangan bapak sekarang?” “Mau ngomong gitu doang?” Ada nada kesal dalam teguran Juna, sudah beberapa kali Irna menelepon hanya untuk menyampaikan hal yang tak terlalu mendesak. “Kenapa nggak langsung ketuk pintu dan masuk aja, sih?” Tentu saja Juna tak menyadari kekhawatiran yang melanda sekretarisnya, Irna takut memergoki hal yang tidak-tidak di dalam sana kalau tak menelepon si bos lebih dulu. Apalagi atmosfer ruangan bosnya terasa berbeda sejak sang istri memasukinya, atmosfer yang membuat jiwa jomblonya meronta-ronta. “B-baik, Pak. Saya masuk sekarang.” Irna memasuki ruangan dan meletakkan map di meja. “Pak,” panggil Irna. “Tadi Bu Laras menitipkan ini juga. Sebenarnya Bu Laras ingin menyampaikan sendiri, tapi sepertinya tadi Bapak sedang s-sibuk,” Irna sedikit kikuk saat menyebut kata ’sibuk’ karena kesibukan bosn
Baca selengkapnya

72. Pendamping Perjalanan Bisnis

Menolak menjadi kucing peliharaan Juna, Mei pilih mengaktifkan dirinya dalam kegiatan sosial bersama teman-teman sosialitanya. Semula Mei ingin membatasi saja pergaulan, dia tak nyaman berjumpa banyak orang, tetapi ternyata Mei justru terdorong kian ke tengah, sebab Opa Tomo malah memberinya tanggung jawab mengelola yayasan sosial yang membawa nama besar Utomo Group. Mau tak mau Mei harus bersikap luwes dan belajar banyak dari setiap orang yang ditemuinya. Dan dalam waktu singkat, nama Meilani sebagai cucu menantu dari Utomo Putra mulai dikenal luas. Membuat Mei semakin berhati-hati dalam menggerakkan setiap langkahnya, sebab dia jadi merasa diawasi ribuan pasang mata. Ucapan dan tindakannya, bisa saja dicatat dan dicatut, terutama oleh media dan netizen yang menjadi follower setianya di media sosial. Mungkin inilah alasan Juna dulu menyingkirkan sejenak statusnya sebagai cucu konglomerat dan pilih bergaul dengan masyarakat biasa saja semasa sekolah agar bebas menikmati masa remajanya
Baca selengkapnya

73. Panitia Reuni

Sarah dan Tania geleng-geleng kepala saat pikirannya berseluncur di media sosial. Mereka meet up sambil menunggu teman-teman SMA lainnya di sebuah kafe. Meski duduk di meja yang sama, tetapi perhatian mereka justru asyik tercurah ke dalam gawai masing-masing. “Gokil ya ternyata si Juna? Siapa sangka kalau dia tajir parah, the real of sultan gini,” gumam Tania sambil mengomentari instastory Juna yang sedang menampilkan foto-foto liburannya di Eropa bersama Mei. Sarah mengangguk-angguk. “Mei beruntung banget ya, nikah sama Juna,” timpalnya yang ternyata juga sedang mengintip instastory Juna. Lalu matanya melotot seperti mau copot saat melihat foto Juna dan Mei berpose mesra di depan mobil Bugatti Chiron dengan latar belakang sebuah vila cantik bergaya khas Eropa. Jiwa iri kedua orang itu serasa menjerit-jerit melihat video pendek Juna yang tengah menyetir hypercar mewah itu. Teman SMA yang dulu sering mereka cibir ini, sungguh terlihat begitu berbeda. Kemudian video berganti, kini ter
Baca selengkapnya

74. Just Have Fun With Me

Mei meringkuk seperti bayi kala merasakan selimutnya tersingkap dan udara dingin merambati tubuhnya dengan cepat. Tangannya menggapai-gapai selimut untuk menutup lagi tubuhnya yang berbalut lingerie tipis, lingerie yang hanya memiliki fungsi keindahan saja, tapi tak becus menghangatkan tubuhnya di malam yang dingin ini. “Bangun, Maemunah.” Juna menepuk-nepuk pipi Mei yang justru merapatkan mata, silau ditusuk cahaya lampu keemasan yang menerangi kamar. “Jun, matiin lampunya, silau ...,” rengek Mei yang masih ingin tidur. “No. Wake up, now!” Juna menepuk bokong Mei dengan cukup keras dan sukses membuat mata Mei terbuka. Bukan hanya terbuka, bahkan mata itu memelototinya. “Apaan, sih!” Dipelototi, Juna malah tersenyum lebar. “Wake up, please. I have a surprise for you,” ucapnya seraya merunduk dan mengecup lembut kening Mei yang memberengut, kesal terganggu tidur nyenyaknya. “Ayo turun, kita harus sarapan dan gerak cepat.” Juna enggan kompromi lagi, digendongnya tubuh Mei ke kamar
Baca selengkapnya

75. Bahagia yang Mengudara

Juna menepuk-nepuk bahu Mei yang masih memeluknya erat karena euforia. “Ayo, balon udaranya sudah siap. Jangan sampai kita kehilangan momen matahari terbit yang cantik gara-gara kelamaan pelukan kayak gini. Kita bisa pelukan sepuasnya nanti saja di kamar, mau lebih dari pelukan juga boleh banget. Wadaw!” Juna memekik dan tertawa karena Mei sekarang jago sekali mencubit pinggangnya. Mei berbalik, terperangah, terpukau menatap balon raksasa yang mulai terangkat ke udara tepat di depan matanya. Ini pengalaman pertamanya naik balon udara. Sedangkan Juna di sebelahnya, tersenyum menatap Mei sambil meremas tangan Mei yang berada dalam genggamannya. Beberapa kru membantu mereka naik ke atas keranjang bersama seorang pilot. Mei memekik senang ketika pelan-pelan keranjang terangkat ke udara dan lepas dari tanah, membumbung tinggi ke langit jernih yang dihiasi semburat fajar begitu indah. Mei mencengkeram pinggiran keranjang dan menatap ke bawah. Lapangan hijau tampak semakin jauh dan mengecil
Baca selengkapnya

76. Video Call

“Btw, Jun, lagi di mana sih elu, tuh?” Dodi kepo melihat latar belakang dalam video Juna. “Lagi berlayar di Lake Como, nih ...” Juna memamerkan pemandangan di sekitarnya, hamparan indah perairan kebiru-biruan membentang luas dengan pemandangan pegunungan serta bangunan tua berupa kastil-kastil kuno dan vila-vila cantik. Lake Como atau Danau Como yang terletak di Italia Utara ini merupakan danau terbesar ketiga di Italia, dengan keindahan alamnya yang sangat memanjakan mata. Tempat ini telah dikunjungi oleh banyak orang dari berbagai belahan dunia. Untuk menikmati wisata di Lake Como ini, Juna menyewa perahu layar, ditemani Marco sang kapten dan seorang kru, menjelajahi pemandangan desa-desa yang kurang terkenal tetapi justru sangat menarik. Mei dan Juna sudah menghabiskan beberapa jam menikmati tempat ini, mengikuti saja arah angin dan air yang membawa mereka ke tempat-tempat yang pemandangannya indah. Marco seorang kapten yang menyenangkan dengan pengetahuan dan kecintaannya yang l
Baca selengkapnya

77. Take Easy and Enjoy

Juna menyipitkan mata memandangi Mei yang sedang bersandar di sebuah tempat duduk panjang sambil menatap hamparan danau dari dalam perahu layar yang melaju bersama angin. Kenapa tiba-tiba Mei tampak seperti ingin menghindarinya? Juga tiada tawa renyah Mei yang menyambut rayuan gombalnya lagi. Biasanya Mei selalui tertawa setiap kali Juna menghujaninya dengan rayuan receh seperti tadi, bukan? Juna menghela napas. Sejak video call tadi, Mei jadi sedikit berbeda. Apa karena Kevin? Juna tadi sempat menangkap sorot mata Kevin yang sepertinya bukan ditujukan untuk dirinya, tetapi untuk seseorang disampingnya, yaitu Mei, istrinya. ‘Brengsek!’ Seketika dada Juna bergemuruh. ‘Elu masih cinta Kevin, gue tahu. Tapi bisa nggak sih, Mei, elu nggak tunjukin sejelas ini ke gue?’ gumamnya dalam hati sambil meremas-remas tangannya yang tiba-tiba gemetar dan panas dingin. Ternyata Kevin masih memberi pengaruh sebesar itu terhadap Mei, wanita yang sudah dinikahinya secara sah. Ya. Memang. Sejak video
Baca selengkapnya

78. Stalking

“Yeay!” Mei memekik riang, merentangkan tangan sambil berlari menuju sebuah pagar yang membatasi sisi bukit dengan tebing curam. “Wonderful ...,” desahnya seraya mengembuskan napas sebebas-bebasnya, masih dengan merentangkan tangan, menyambut semilir angin musim semi yang menerpa wajahnya dengan lembut. Sejauh mata memandang, terbentang pemandangan ceruk danau yang membiru diterpa semburat cahaya matahari sore, dikelilingi pegunungan dan arsitektur tradisional Italia yang sungguh cantik. Mei menikmati kesempatan langka ini untuk menghirup sebanyak-banyaknya udara yang membantu meredakan ketegangan dalam dirinya. Juna tersenyum, senang melihat keriangan telah menghiasi kembali wajah istrinya yang tadi sempat ngambek. Setelah memasukkan kopornya ke dalam vila, Juna menghampiri Mei, memeluknya dari belakang. “Asyik ‘kan? Kita akan nginap di sini 2 malam,” katanya sambil meletakkan dagunya di atas kepala Mei. Dan seketika itu juga Mei menyandarkan tubuh lelahnya dalam dekapan Juna yang ha
Baca selengkapnya

79. Dia yang Dulu, Bukan Dia yang Sekarang

“Mei!” Juna menghambur memeluk Mei yang baru saja memasuki halaman vila. “Elu dari mana aja, hmm? Dari mana ...?” desaknya dengan napas terengah-engah. Lalu Juna mengurai pelukannya dan mengguncang-guncang tubuh Mei. “Gue setengah mampus nyariin elu ke mana-mana, tahu nggak? Gempor kaki gue nyariin naik-turun bukit, tapi elunya nggak ada, nggak gue temuin. Gue takut elu nyasar terus hilang! Mei ..., please, jangan kayak gini lagi. Kalau elu mau keluar ..., ajak gue, bangunin gue, atau minimal bawa hape biar bisa gue telepon. Paham ...? Kalau sampai kayak gini lagi, elu mau gue ikat aja biar kayak kangkung? Mau gue tumis sekalian campur toge, heh?” oceh Juna nyaris hanya dengan satu tarikan napas saja.Mei berkedip-kedip menatap Juna. Membisu.“Jangan diulangi lagi ya, Mei?” bisik Juna dengan tatapan memohon dan membius hingga Mei mengangguk-angguk.“Good girl.” Juna mengusak poni Mei dan mengecup keningnya lalu menggandengnya masuk ke dalam vila, tanpa banyak bantahan dari wanita itu.
Baca selengkapnya

80. Sisi Lain

Mei melirik jam yang melingkar cantik di pergelangan tangannya, jam buatan tangan asli dari Swiss hadiah ulang tahunnya dari Juna. Jangan ditanya berapa harganya. Sebab bagi Juna harga tak jadi soal, tetapi tentu saja menjadi soal besar bagi golongan orang yang hobinya ke kafe demi nebeng wifi, pesan kopi cuma secangkir tapi nongkrongnya berjam-jam. “Well, gue bawa dulu produk elu. Nanti biar gue sendiri yang langsung minta ke teman gue buat endorse. Soal biayanya, elu nggak usah pikirin. Biar gue aja,” kata Mei sambil mengambil paperbag berisi sampel kosmetik punya Tania. Seketika Tania dan Sarah saling tatap, kemudian menoleh pada Mei sambil berkedip-kedip. Tak menyangka jika seperti itulah cara Mei akan menolong Tania. Padahal mereka sudah telanjur berbusuk sangka kepadanya. “M-mei ..., elu serius? Biaya endorse teman elu itu kan mahal? G-gue ..., jadi nggak enak.” Tania menggigit bibir, perasaannya masih dipenuhi rasa bersalah kepada Mei. Mei tertawa lirih. “Kan tadi udah gue b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
20
DMCA.com Protection Status