Semua Bab Legenda Raja Pendekar: Bab 61 - Bab 70

463 Bab

JILID 61 | Lembah Buah Persik

Keduanya melakukan perjalanan cepat ke Lembah Buah Persik.Gwangsin sebagai penunjuk jalan berpatokan pada matahari. Mereka beristirahat hanya waktu siang untuk makan. Gwangsin menangkap ayam hutan dan memanggang. Keduanya makan lahap. Tanpa istirahat lagi mereka melanjutkan perjalanan.Hari sudah senja, mereka tiba di bagian hutan pepohonan jati. Ketika Gwangsin sedang mencari-cari tempat yang layak untuk bermalam, dia mendengar suara keluhan. Ia menoleh, ternyata Jiu Long sudah terbaring di tanah. Lelaki itu terjatuh dari kudanya. Dia terkesiap mendapatkan Jiu Long menggigil hebat. Ia menghampiri. "Jiu Long kenapa kamu?"Jiu Long tak kuasa menjawab. Bibirnya gemetar. Butiran keringat membasahi wajahnya yang pucat pasi Tampak ia sangat kesakitan. Gwangsin ingat akan ancaman Kumarawet. "Rupanya Racun Ular Salju mulai bekerja," kata gadis itu.Gwangsin hendak menolong, tetapi mendadak saja ia merasa seperti ribuan semut merambat dalam tubuhnya. Ra
Baca selengkapnya

JILID 62 | Perempuan bodoh

"Kau berbudi, karena kau tidak jijik malah menolong gadis buruk rupa bekas penderita cacar yang mengalami kesulitan. Kamu bermoral, karena mau jujur mengatakan kamu sudah punya kekasih, kau tidak membohongi aku. Eh, siapa nama gadis kekasihmu itu?""Jen Ting. Aku mencintainya, aku berduka karena aku bakal mati tanpa bertemu lagi dengan dia.""Apakah dia mencintaimu?""Ya dia mencintaiku seperti aku mencintainya.""Lalu, kenapa dia meninggalkan kamu?""Bagaimana kamu tahu dia yang pergi meninggalkan aku bukan sebaliknya?"Gwangsin tertawa, suaranya merdu "Aku menerka asalan saja, kenapa dia pergi, apa katanya?""Ia ingin sendiri, katanya dia ingin memikirkan hubungannya dengan aku.""Perempuan bodoh.""Eh, kau jangan mengatainya bodoh, dia gadis yang cerdas sama seperti kamu""Boleh saja dia cerdas, tetapi dia tetap bodoh, karena apa? Karena melepas sesuatu yang sudah dalam genggaman. Kalau dia sudah yakin bahwa ka
Baca selengkapnya

JILID 63 | Jiu Long, Jangan Mati

"Kau jangan mengatai dia bodoh."Gwangsin tertawa. "Baiklah aku berjanji tidak akan mengatainya bodoh lagi.""Lantas mau apa kamu ketemu dia?""Mau menasehati dia supaya berpikir cerdas, berpikir sederhana saja dan jangan berpikir njelimet. Eh, kau tadi mengatakan ia lebih tua dari kamu, tentu ia cantik.""Ia memang lebih tua usia, tetapi ilmu yang dipelajarinya membuat ia tampak muda, sama seperti gadis remaja. Dan sangat cantik.""Kamu sudah menidurinya?"Jiu Long mengangguk. "Berulang-ulang, tak pernah bosan.""Jiu Long, coba kau bayangkan, seandainya wajah dan tubuhku bersih dan mulus tanpa ada bercak cacar, apakah aku secantik Jen Ting?"Jiu Long memandang Gwangsin di keremangan cahaya api unggun yang makin meredup. "Kamu cantik, Gwangsin. Tetapi aku mencintai Jen Ting."Gwangsin menelungkup di atas tubuh Jiu Long. "Kamu teruslah mencintai Jen Ting, aku tak akan menghalangimu. Aku tetap mencintaimu dan aku sudah bah
Baca selengkapnya

JILID 64 | Racun Menyerang

Gwangsin memacu kudanya, memburu waktu, ia harus tiba secepatnya sebelum racun ular itu menyerang lagi. Perjalanan jauh. Ketika matahari mulai tergelincir ke barat, Gwangsin berteriak gembira. Ia memeluk kekasihnya, "Jiu Long, kamu lihat, itu dia Lembah Buah Persik. Sebaiknya kita ganti kuda, supaya bisa lebih cepat"Gwangsin melompat turun. Tetapi berbarengan saat itu racun menyerangnya, ia jatuh bergulingan. Ia menjerit. Jiu Long terkejut, melompat dari kuda ingin menolong Gwangsin.Tetapi lantaran tak lagi punya tenaga yang cukup, Jiu Long pun jatuh bergulingan. Jiu Long merangkak mendekati Gwangsin. Ia memeluk gadis itu yang berontak kesakitan. Tak tahu harus berbuat apa, Jiu Long menyodorkan tangan ke mulut Gwangsin. Tanpa sadar Gwangsin menggigit tangan Jiu Long, ia menggigit sekeras-kerasnya. Jiu Long meringis kesakitan, tetapi ia diam tak bersuara. Ternyata dengan menggigit itu Gwangsin bisa bertahan dari rasa sakit.Tidak lama kemudian gadis itu sadar,
Baca selengkapnya

JILID 65 | Tak Kuijinkan Kamu Mati

Matahari pagi mulai mengintip dari arah timur, Gwangsin mencubit lengan kekasihnya. "Aku sudah bilang, tak kuijinkan kamu mati, kita sudah sampai di rumahku, nenek pasti bisa mengobatimu, jika dia tak sanggup maka tak seorang pun di kolong langit ini yang bisa menyembuhkanmu"Keduanya bergegas mengenakan pakaian, kemudian melangkah masuk ke dalam pepohonan Buah Persik. Gwangsin melangkah hati-hati, tangannya menuntun tangan Jiu Long dan menghitung langkahnya. Ia melangkah ke kiri, sebentar ke kanan. Terkadang mundur lantas maju lagi. Terkadang berhenti, berpikir sejenak lalu melangkah lagi.Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah tua di tengah Hutan Buah Persik. Rumah berada di tengah kolam yang airnya kehijauan dihiasi banyak bunga teratai. Tak ada jembatanTerdengar suara dari dalam rumah. "Bocah nakal, akhirnya kamu pulang juga, siapa yang kamu bawa?""Namanya Jiu Long, kami berdua kena racun ganas, Racun Ular Salju."Gwangsin belum sele
Baca selengkapnya

JILID 66 | Pengobatan

Dia menghampiri Jiu Long, memukul pelan, Jiu Long jatuh pingsan.Gwangsin berteriak, terkejut. Dewi Obat tertawa, "Dia cuma pingsan supaya aku leluasa memeriksa." Dia meraba nadi, dada dan punggung. Wajahnya memucatIa menjauh dari Jiu Long. Ia kembali mendekat, memeriksa mata, telinga, hidung dan mulut Jiu Long. "Gila, ini tak mungkin!" Ia menempelkan telinga di dada Jiu Long. Matanya berkejap-kejap, menatap langit. Ia menggeleng kepala. "Mana bisa ada kejadian seperti ini. Dia sudah kehilangan seluruh tenaga cadangan, tapi aneh dia tidak mati!"Setelah memeriksa, Dewi Obat menyadarkan Jiu Long, menanyakan asal kejadiannya mendapat luka separah itu. Jiu Long menceritakan seluruhnya. Dewi Obat diam tak bersuara, keningnya berkerut. Ia berpikir keras. Dalam hati, ia tidak yakin bisa menyembuhkan Jiu Long."Akan kutolong sebisanya, kelihatannya lukamu sangat parah. Kamu dihantam pukulan dingin yang merasuk sampai di bagian paling dalam tubuhmu. Sulit disemb
Baca selengkapnya

JILID 67 | Keturunan Nenek Pertapa Naga

Dewi Obat batuk-batuk kecil, "Benar kata orang, di atas langit masih ada langit lain, kupikir dengan ilmu pengobatanku tidak ada suatu penyakit pun yang tak bisa kutaklukkan. Tapi hari ini aku harus mengakui kenyataan pahit, aku tak mampu menyembuhkan lukamu, aku cuma bisa memperpanjang usiamu”Gwangsin menyela, "Nek”Dewi Obat mengangkat tangan. "Gwangsin jangan potong bicaraku. Semua yang terjadi sudah terjadi, aku juga manusia biasa, kemampuanku terbatas. Racun Ular Salju sudah punah, tetapi luka dingin pukulan Zhang Ma masih menguasai jalan darah bahkan merasuk sampai ke tulang. Tak ada lagi daya yang bisa kukerjakan untuk menolongmu, anak muda. Racun dingin Zhang Ma itu sudah merasuk jauh ke seluruh bagian tubuhmu, dengan ramuan yang kuberikan nanti, kamu bisa bertahan hidup sampai satu bulan lagi."Selama empat hari di Lembah Buah Persik, Jiu Long merasa banyak baikan. Ia kini lebih kuat "Dewi Obat, aku berhutang budi padamu, tadinya u
Baca selengkapnya

JILID 68 | Tak akan kulupakan

Gwangsin yang dari tadi diam, menyela, "Mengapa kamu tidak gembira bertemu nenek.""Aku gembira, tetapi apakah usiaku masih cukup untuk mempelajari Naga Emas Pamungkas dan apakah ada gunanya menguasai jurus luar biasa itu."Dewi Obat menghela nafas. "Semua yang kita peroleh, mungkin tidak bermanfaat pada saat itu, tetapi bisa berguna di saat lain. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi besok atau satu bulan ke depan.""Terimakasih atas nasihatmu, Nek, sekarang aku mohon kau perlihatkan padaku Inti Naga Emas Pamungkas itu."Dewi Obat makin yakin, tak salah orang. Tidak ada orang luar yang tahu tentang Inti Naga Emas Pamungkas itu, bahkan hanya murid Partai Naga Emas yang sangat dipercaya dan murid pilihan yang diberi tugas kepercayaan mencari Inti Naga Emas Pamungkas. Tapi ia masih menguji. "Aku tak mengerti apa itu Inti Naga Emas Pamungkas.""Sebenarnya aku tak usah peduli, sebab usiaku tinggal sebulan, tetapi tugas tetaplah tugas yang harus kulaksa
Baca selengkapnya

JILID 69 | Perpisahan

Mendadak Gwangsin mencubit pahanya dan tertawa menggoda. "Jangan sekarang sayangku, kamu tunggu di sini, aku akan membawakan makanan untuk kita berdua dan kita akan berdua saja, hanya kau dan aku, sepanjang malam." Ia pergi sambil tertawa cekikikan, berlari dan melompat ke seberang kolam, menghilang di balik pepohonan rimbun.Hari sudah gelap. Di gubuk itu Jiu Long berdua Gwangsin. Makan berdua. Duduk bersanding memandang pucuk Buah Persik yang bersinar diterangi cahaya rembulan. "Jiu Long, aku yakin kamu masih berusia panjang, tapi ingat suatu waktu aku pasti akan mencari kamu, aku tidak peduli di sisimu ada Jen Ting atau wanita lain, aku mendatangimu, mengingatkan kamu bahwa di kolong langit ini masih ada Gwangsin, gadis buruk rupa yang sangat mencintaimu, yang mau berkorban apa saja untuk membuat kamu bahagia.""Kamu tidak takut dihina dan dipermalukan sainganmu?""Jika saatnya tiba, wajahku sudah bersih dan cantik, aku juga membekali diri dengan ilmu yang lu
Baca selengkapnya

JILID 70 | Tugas Perguruan

Duapuluh hari telah berlalu sejak meninggalkan Lembah Buah Persik, Jiu Long menjalani hari-hari yang kosong, tak ada arti. Dia tidak langsung menuju bukit Naga, ia merantau tanpa tujuan. Akhirnya ia tiba juga di bukit Naga tepat pesta gunung memasuki hari keenam. Itulah hari terakhir bulan itu, puncak keramaian pesta. Jika menurut hitungan Dewi Obat, dia masih bisa hidup tujuh hari lagi sebelum kematian menjemputnya.Dia mendaki bukit Naga, tenggelam di antara banyaknya pengunjung. Dia dalam keadaan bimbang. Pikirannya tak menentu, kalut. Dalam hati dia mengakui sebenarnya dia takut mati. Ada bedanya, mati dalam perkelahian, seseorang tidak perlu menanti kematian menjemput. Ia mati dibunuh lawan.Dan selesai. Jika menang, ia tidak akan terbunuh, musuhnya yang mati. Tetapi keadaannya kini berbeda, ia justru menanti saat maut datang menjemputnya. Tujuh atau enam atau lima hari, ia tidak tahu pasti kapan saatnya ajal itu datang menerkamnya. Jiu Long semakin bingung. Ia seperti linglung,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
47
DMCA.com Protection Status