Meskipun sudah mengetahui isi cerita, namun Jiu Long masih tetap terpesona akan kisah itu. Terutama ketika memasuki bagian Shinta kasmaran di taman. Membayangkan kekasihnya, Abhimanyu, yang jauh di rantau, Shinta menumpahkan segenap isi hati dalam tari. Seorang gadis cantik dengan busana kerajaan yang mewah, naik panggung. Ia menari lemah gemulai, indah dan mengundang pesona.Penonton bertepuk tangan.Jantung Jiu Long seakan terhenti. Ia terkejut. Matanya melotot. Ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya. Jari-jari tangan gadis itu meliuk-liuk seperti cakar naga, siap memangsa korban di kanan kiri. Jiu Long tahu itulah gerak pembukaan jurus Naga Pamungkas. Sejak kecil gurunya Yu Jin mengajarinya berulang-ulang sehingga Jiu Long sudah sangat hafal dan menguasai jurus pembukaan itu.Saat berikut terdengar suara si gadis melantunkan syair, suaranya mendayu-dayu. Syair rindu seorang gadis yang mabuk cinta. Berbagai rasa bergalau di dalamnya, sedih, gembira, cinta, birahi, rindu, berontak
Itulah jodoh. Jiu Long tak pernah tahu bahwa dia salah satu murid Partai Naga Emas paling beruntung sepanjang lima dekade akhir. Pendekar Partai Naga Emas terakhir yang mewarisi Inti Naga Emas Pamungkas tidak lain adalah Sepuh Sun Jian yang keberadaannya sekarang masih misterius.Ia masih mengingat-ingat jurus dahsyat itu yang kini sudah lengkap dan sempurna dalam benaknya, mendadak ia terpental terbanting ke tanah. Punggungnya sakit terbentur batu. Capingnya mental. Ia menengadah, memandang lelaki yang membenturnya. Mata lelaki itu melotot memandanginya. "Pengemis buduk, mata kamu buta beraninya nabrak aku."Jiu Long hendak melawan tetapi ia ingat keadaannya sekarang seperti orang awam, tak punya kepandaian silat dan tak punya tenaga Jika melawan, itu hanya mencari gebuk saja. Lebih baik diam, mengalah. Seorang gadis mendekati lelaki itu. "Ayo Kakak, kita jalan terus."Lelaki itu digandeng si gadis. Keduanya pergi. Jiu Long diam terpaku, bibirnya gemetar menyebut nama seseorang, "Jen
Saat itu fajar menyingsing, matahari mengintip di ufuk timur. Pemilik warung mengusirnya, "Hei bangun pengemis buduk, pergi kamu, jangan mengotori tempatku."Jiu Long menyahut. "Biarkan aku bermimpi, kalau aku tidur, aku tak akan bangun lagi. Jika aku bangun, aku tak akan tidur lagi, mati sekarang atau mati besok, sama saja." Jiu Long melangkah gontai, ke mana langkah membawa lubuknya.Tanpa sadar ia berjalan ke arah ketinggian. Ia berjalan terus. Tubuhnya kian melemah. Matahari mulai tenggelam, Jiu Long jatuh tertidur. Bangun dari tidur, dia berjalan lagi. Ia tak tahu berapa lama ia mendaki, siang berganti malam, malam berganti siang. Ia berjalan terus. Ia tak tahu berapa hari lagi sisa hidupnya. Racun dingin lebih sering menyerang, ia menggigil gemetaran.Siang itu ia terbaring menggigil, wajah dan tubuh Jen Ting muncul di benaknya. Wajah cantik dan tubuh molek. Pelukannya yang hangat, bibirnya yang panas membara Jiu Long mengigau menyebut nama Jen Ting. Lalu muncul wajah Gwangsin,
Ia sadar kini jurus pusaka Partai Naga Emas itu sudah jadi miliknya. "Tetapi aku tak lama lagi akan mati, jurus dahsyat ini akan ikut terkubur. Ini tak boleh terjadi, aku harus berjuang hidup, selamatkan jurus ini, menemui Jen Ting dan Gwangsin, membalas kematian orangtua dan guru-guruku. Masih banyak yang harus kukerjakan, aku tak boleh mati!"Jiu Long berlatih terus. Matahari terbenam. Lereng gunung menjadi kelam. Bagai kesurupan Jiu Long berlatih terus. Ketika ia berhenti, mendadak saja ia berteriak kaget. "Bukankah aku sudah kehabisan tenaga, lantas mengapa aku bisa bersilat sepanjang siang? Dari mana datangnya tenagaku, mungkinkah dari jurus pusaka ini."Berpikir demikian, Jiu Long mencoba memukul. Ternyata pukulannya tak mengeluarkan tenaga besar. Sama sekali tak ada tenaga batin. Tetapi ia tak kecewa, ia bahkan gembira, lantaran merasa tubuhnya segar. "Ini pasti berkat latihan Inti Naga Emas Pamungkas tapi apa mungkin cuma setengah hari sudah mendatangkan manfaat sebesar ini."
Kini Jiu Long bisa melihat ke bawah. Tak tampak dasar. Embun dan kabut menutupi pandangannya. Ke atas, ia melihat tebing yang terjal dengan permukaan yang licin, mustahil ia bisa memanjat ke atas. Lagipula menuruni tebing jauh lebih mudah dan lebih ringan dibanding memanjat ke atas. Ia memutuskan menuruni tebing, mungkin di dasar jurang ada kehidupan. Ia mengamati dengan teliti dalam radius pendek ia bisa melihat jelas. Tebing di bawahnya tidak rata dan tidak licin. Tampak beberapa batu menonjol, bisa dijadikan pegangan dan pijakan.Manusia memang aneh. Kemarin dan hari-hari sebelumnya, Jiu Long bahkan mencari mati, tak ingin hidup. Tetapi sejak jatuh dari tebing, semangatnya untuk hidup dan menyelamatkan nyawa justru menggebu. Ia ingat nasehat Dewi Obat kepadanya berdua Gwangsin, "Kalian musti tabah, hidup harus diperjuangkan. Jiu Long, jika kamu menetap di sini kamu pasti mati muda, tetapi jika pergi memperjuangkan hidup, adu peluang kamu sembuh dan hidup lanjut. Saat itu kalian bis
Wajah Zhang Ma tampak mengerikan, matanya yang hanya sebelah itu menyala seperti matahari. Merah dan memancarkan panas luar biasa. Orang jahat itu tertawa keras sambil melancarkan pukulan berantai. Jiu Long berusaha mengelak tetapi tubuhnya tak mampu bergerak. Dia merasa sakit, tubuhnya terguncang keras dilanda beberapa pukulan Zhang Ma. Saat berikut dia merasa tubuhnya terlempar, melayang-layang ke suatu tempat.Tiba-tiba Jiu Long melihat seorang dewi yang cantik muncul, wajah dan tubuhnya mirip Gwangsin. Wajahnya cantik tak ada bekas cacar. Dia berseru memanggil, "Gwangsin" Tetapi sang dewi tidak menengok ke arahnya melainkan mengejar dan mengusir Zhang Ma yang lari ketakutan. Sang dewi balik menghampirinya.Jiu Long masih merasakan dirinya melayang-layang, dan dia tak bisa menghentikan gerak tubuhnya. Dia tak punya daya untuk menguasai tubuhnya sendiri, tenaganya lenyap.Dalam ketidakberdayaan dia melihat sang dewi tersenyum padanya dan menarik dia turun ke b
Warnanya merah, ukuran dan bentuknya mirip mangga. Ia menyodorkan kepada Jiu Long. Rasanya enak, gurih dan harum baunya. Buah itu terasa dingin di mulut namun terasa hangat di perut.Kera kecil melompat-lompat. Gembira. Kera besar meraba luka di tubuh Jiu Long, lalu menunjuk kolam Jiu Long melihat luka- lukanya, kulit dan dagingnya lecet ketika menuruni tebing.Hampir tak ada bagian tubuh yang tidak luka. Jiu Long memandang kera besar. Ia mengerti apa maksud makhluk itu. "Ia ingin aku mencuci luka dengan air kolam," gumamnya.Ketika ia meraup air untuk mencuci luka tiba-tiba kera besar mendorongnya. Ia terpental ke dalam kolam. Terdengar suara riuh. Kera-kera itu berjingkrak sambil tertawa. Riuh.Jiu Long merasa lucu, berenang ke tepian. Tetapi kera besar itu melompat-lompat dengan air muka marah. Ketika Jiu Long merapat ke tepian, kera besar mendorongnya kembali ke air. Kera itu menuding ke suatu tempat.Jiu Long mengikuti arah yang ditunjuk. Itu
Dia berenang ke tepian. Kali ini kera besar berlaku baik, menariknya keluar dari kolam. Begitu menginjak tanah, Jiu Long langsung nyebur ke kolam air panas. Rasa dinginnya mereda. Ia keluar dari kolam, duduk di sebuah batu besar dekat kolam. Kera besar tertawa sambil menunjuk dada Jiu Long. Ia melihat luka-lukanya. Aneh, luka-luka itu tampak bersih. Luka yang kecil yang hanya tergores batu tajam, mulai rapat Sedang luka besar dan lebar memperlihatkan tanda-tanda membaik.Jiu Long takjub. Dua kolam ini suatu keajaiban alam. Yang satu airnya panas luar biasa. Satu lainnya dingin nyaris membeku. Anehnya karena dinding batas yang tidak tinggi, air kedua kolam ini bercampur menjadi satu. Tapi sifat panas dan dingin itu tetap terpelihara. Air yang panas tak bisa melenyapkan sifat dingin air kolam tetangga, begitu sebaliknya. Jiu Long memandang sekeliling. Ke mana dia memandang ke situ matanya terbentur tebing terjal bagai tak berujung. Lembah itu menyerupai sumur raksasa yang dikel