Dia menghampiri Jiu Long, memukul pelan, Jiu Long jatuh pingsan.
Gwangsin berteriak, terkejut. Dewi Obat tertawa, "Dia cuma pingsan supaya aku leluasa memeriksa." Dia meraba nadi, dada dan punggung. Wajahnya memucat
Ia menjauh dari Jiu Long. Ia kembali mendekat, memeriksa mata, telinga, hidung dan mulut Jiu Long. "Gila, ini tak mungkin!" Ia menempelkan telinga di dada Jiu Long. Matanya berkejap-kejap, menatap langit. Ia menggeleng kepala. "Mana bisa ada kejadian seperti ini. Dia sudah kehilangan seluruh tenaga cadangan, tapi aneh dia tidak mati!"
Setelah memeriksa, Dewi Obat menyadarkan Jiu Long, menanyakan asal kejadiannya mendapat luka separah itu. Jiu Long menceritakan seluruhnya. Dewi Obat diam tak bersuara, keningnya berkerut. Ia berpikir keras. Dalam hati, ia tidak yakin bisa menyembuhkan Jiu Long.
"Akan kutolong sebisanya, kelihatannya lukamu sangat parah. Kamu dihantam pukulan dingin yang merasuk sampai di bagian paling dalam tubuhmu. Sulit disemb
Dewi Obat batuk-batuk kecil, "Benar kata orang, di atas langit masih ada langit lain, kupikir dengan ilmu pengobatanku tidak ada suatu penyakit pun yang tak bisa kutaklukkan. Tapi hari ini aku harus mengakui kenyataan pahit, aku tak mampu menyembuhkan lukamu, aku cuma bisa memperpanjang usiamu”Gwangsin menyela, "Nek”Dewi Obat mengangkat tangan. "Gwangsin jangan potong bicaraku. Semua yang terjadi sudah terjadi, aku juga manusia biasa, kemampuanku terbatas. Racun Ular Salju sudah punah, tetapi luka dingin pukulan Zhang Ma masih menguasai jalan darah bahkan merasuk sampai ke tulang. Tak ada lagi daya yang bisa kukerjakan untuk menolongmu, anak muda. Racun dingin Zhang Ma itu sudah merasuk jauh ke seluruh bagian tubuhmu, dengan ramuan yang kuberikan nanti, kamu bisa bertahan hidup sampai satu bulan lagi."Selama empat hari di Lembah Buah Persik, Jiu Long merasa banyak baikan. Ia kini lebih kuat "Dewi Obat, aku berhutang budi padamu, tadinya u
Gwangsin yang dari tadi diam, menyela, "Mengapa kamu tidak gembira bertemu nenek.""Aku gembira, tetapi apakah usiaku masih cukup untuk mempelajari Naga Emas Pamungkas dan apakah ada gunanya menguasai jurus luar biasa itu."Dewi Obat menghela nafas. "Semua yang kita peroleh, mungkin tidak bermanfaat pada saat itu, tetapi bisa berguna di saat lain. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi besok atau satu bulan ke depan.""Terimakasih atas nasihatmu, Nek, sekarang aku mohon kau perlihatkan padaku Inti Naga Emas Pamungkas itu."Dewi Obat makin yakin, tak salah orang. Tidak ada orang luar yang tahu tentang Inti Naga Emas Pamungkas itu, bahkan hanya murid Partai Naga Emas yang sangat dipercaya dan murid pilihan yang diberi tugas kepercayaan mencari Inti Naga Emas Pamungkas. Tapi ia masih menguji. "Aku tak mengerti apa itu Inti Naga Emas Pamungkas.""Sebenarnya aku tak usah peduli, sebab usiaku tinggal sebulan, tetapi tugas tetaplah tugas yang harus kulaksa
Mendadak Gwangsin mencubit pahanya dan tertawa menggoda. "Jangan sekarang sayangku, kamu tunggu di sini, aku akan membawakan makanan untuk kita berdua dan kita akan berdua saja, hanya kau dan aku, sepanjang malam." Ia pergi sambil tertawa cekikikan, berlari dan melompat ke seberang kolam, menghilang di balik pepohonan rimbun.Hari sudah gelap. Di gubuk itu Jiu Long berdua Gwangsin. Makan berdua. Duduk bersanding memandang pucuk Buah Persik yang bersinar diterangi cahaya rembulan. "Jiu Long, aku yakin kamu masih berusia panjang, tapi ingat suatu waktu aku pasti akan mencari kamu, aku tidak peduli di sisimu ada Jen Ting atau wanita lain, aku mendatangimu, mengingatkan kamu bahwa di kolong langit ini masih ada Gwangsin, gadis buruk rupa yang sangat mencintaimu, yang mau berkorban apa saja untuk membuat kamu bahagia.""Kamu tidak takut dihina dan dipermalukan sainganmu?""Jika saatnya tiba, wajahku sudah bersih dan cantik, aku juga membekali diri dengan ilmu yang lu
Duapuluh hari telah berlalu sejak meninggalkan Lembah Buah Persik, Jiu Long menjalani hari-hari yang kosong, tak ada arti. Dia tidak langsung menuju bukit Naga, ia merantau tanpa tujuan. Akhirnya ia tiba juga di bukit Naga tepat pesta gunung memasuki hari keenam. Itulah hari terakhir bulan itu, puncak keramaian pesta. Jika menurut hitungan Dewi Obat, dia masih bisa hidup tujuh hari lagi sebelum kematian menjemputnya.Dia mendaki bukit Naga, tenggelam di antara banyaknya pengunjung. Dia dalam keadaan bimbang. Pikirannya tak menentu, kalut. Dalam hati dia mengakui sebenarnya dia takut mati. Ada bedanya, mati dalam perkelahian, seseorang tidak perlu menanti kematian menjemput. Ia mati dibunuh lawan.Dan selesai. Jika menang, ia tidak akan terbunuh, musuhnya yang mati. Tetapi keadaannya kini berbeda, ia justru menanti saat maut datang menjemputnya. Tujuh atau enam atau lima hari, ia tidak tahu pasti kapan saatnya ajal itu datang menerkamnya. Jiu Long semakin bingung. Ia seperti linglung,
Meskipun sudah mengetahui isi cerita, namun Jiu Long masih tetap terpesona akan kisah itu. Terutama ketika memasuki bagian Shinta kasmaran di taman. Membayangkan kekasihnya, Abhimanyu, yang jauh di rantau, Shinta menumpahkan segenap isi hati dalam tari. Seorang gadis cantik dengan busana kerajaan yang mewah, naik panggung. Ia menari lemah gemulai, indah dan mengundang pesona.Penonton bertepuk tangan.Jantung Jiu Long seakan terhenti. Ia terkejut. Matanya melotot. Ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya. Jari-jari tangan gadis itu meliuk-liuk seperti cakar naga, siap memangsa korban di kanan kiri. Jiu Long tahu itulah gerak pembukaan jurus Naga Pamungkas. Sejak kecil gurunya Yu Jin mengajarinya berulang-ulang sehingga Jiu Long sudah sangat hafal dan menguasai jurus pembukaan itu.Saat berikut terdengar suara si gadis melantunkan syair, suaranya mendayu-dayu. Syair rindu seorang gadis yang mabuk cinta. Berbagai rasa bergalau di dalamnya, sedih, gembira, cinta, birahi, rindu, berontak
Itulah jodoh. Jiu Long tak pernah tahu bahwa dia salah satu murid Partai Naga Emas paling beruntung sepanjang lima dekade akhir. Pendekar Partai Naga Emas terakhir yang mewarisi Inti Naga Emas Pamungkas tidak lain adalah Sepuh Sun Jian yang keberadaannya sekarang masih misterius.Ia masih mengingat-ingat jurus dahsyat itu yang kini sudah lengkap dan sempurna dalam benaknya, mendadak ia terpental terbanting ke tanah. Punggungnya sakit terbentur batu. Capingnya mental. Ia menengadah, memandang lelaki yang membenturnya. Mata lelaki itu melotot memandanginya. "Pengemis buduk, mata kamu buta beraninya nabrak aku."Jiu Long hendak melawan tetapi ia ingat keadaannya sekarang seperti orang awam, tak punya kepandaian silat dan tak punya tenaga Jika melawan, itu hanya mencari gebuk saja. Lebih baik diam, mengalah. Seorang gadis mendekati lelaki itu. "Ayo Kakak, kita jalan terus."Lelaki itu digandeng si gadis. Keduanya pergi. Jiu Long diam terpaku, bibirnya gemetar menyebut nama seseorang, "Jen
Saat itu fajar menyingsing, matahari mengintip di ufuk timur. Pemilik warung mengusirnya, "Hei bangun pengemis buduk, pergi kamu, jangan mengotori tempatku."Jiu Long menyahut. "Biarkan aku bermimpi, kalau aku tidur, aku tak akan bangun lagi. Jika aku bangun, aku tak akan tidur lagi, mati sekarang atau mati besok, sama saja." Jiu Long melangkah gontai, ke mana langkah membawa lubuknya.Tanpa sadar ia berjalan ke arah ketinggian. Ia berjalan terus. Tubuhnya kian melemah. Matahari mulai tenggelam, Jiu Long jatuh tertidur. Bangun dari tidur, dia berjalan lagi. Ia tak tahu berapa lama ia mendaki, siang berganti malam, malam berganti siang. Ia berjalan terus. Ia tak tahu berapa hari lagi sisa hidupnya. Racun dingin lebih sering menyerang, ia menggigil gemetaran.Siang itu ia terbaring menggigil, wajah dan tubuh Jen Ting muncul di benaknya. Wajah cantik dan tubuh molek. Pelukannya yang hangat, bibirnya yang panas membara Jiu Long mengigau menyebut nama Jen Ting. Lalu muncul wajah Gwangsin,
Ia sadar kini jurus pusaka Partai Naga Emas itu sudah jadi miliknya. "Tetapi aku tak lama lagi akan mati, jurus dahsyat ini akan ikut terkubur. Ini tak boleh terjadi, aku harus berjuang hidup, selamatkan jurus ini, menemui Jen Ting dan Gwangsin, membalas kematian orangtua dan guru-guruku. Masih banyak yang harus kukerjakan, aku tak boleh mati!"Jiu Long berlatih terus. Matahari terbenam. Lereng gunung menjadi kelam. Bagai kesurupan Jiu Long berlatih terus. Ketika ia berhenti, mendadak saja ia berteriak kaget. "Bukankah aku sudah kehabisan tenaga, lantas mengapa aku bisa bersilat sepanjang siang? Dari mana datangnya tenagaku, mungkinkah dari jurus pusaka ini."Berpikir demikian, Jiu Long mencoba memukul. Ternyata pukulannya tak mengeluarkan tenaga besar. Sama sekali tak ada tenaga batin. Tetapi ia tak kecewa, ia bahkan gembira, lantaran merasa tubuhnya segar. "Ini pasti berkat latihan Inti Naga Emas Pamungkas tapi apa mungkin cuma setengah hari sudah mendatangkan manfaat sebesar ini."