Home / Pendekar / Legenda Raja Pendekar / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Legenda Raja Pendekar: Chapter 71 - Chapter 80

463 Chapters

JILID 71 | Petunjuk

Meskipun sudah mengetahui isi cerita, namun Jiu Long masih tetap terpesona akan kisah itu. Terutama ketika memasuki bagian Shinta kasmaran di taman. Membayangkan kekasihnya, Abhimanyu, yang jauh di rantau, Shinta menumpahkan segenap isi hati dalam tari. Seorang gadis cantik dengan busana kerajaan yang mewah, naik panggung. Ia menari lemah gemulai, indah dan mengundang pesona.Penonton bertepuk tangan.Jantung Jiu Long seakan terhenti. Ia terkejut. Matanya melotot. Ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya. Jari-jari tangan gadis itu meliuk-liuk seperti cakar naga, siap memangsa korban di kanan kiri. Jiu Long tahu itulah gerak pembukaan jurus Naga Pamungkas. Sejak kecil gurunya Yu Jin mengajarinya berulang-ulang sehingga Jiu Long sudah sangat hafal dan menguasai jurus pembukaan itu.Saat berikut terdengar suara si gadis melantunkan syair, suaranya mendayu-dayu. Syair rindu seorang gadis yang mabuk cinta. Berbagai rasa bergalau di dalamnya, sedih, gembira, cinta, birahi, rindu, berontak
Read more

JILID 72 | Itulah Jodoh

Itulah jodoh. Jiu Long tak pernah tahu bahwa dia salah satu murid Partai Naga Emas paling beruntung sepanjang lima dekade akhir. Pendekar Partai Naga Emas terakhir yang mewarisi Inti Naga Emas Pamungkas tidak lain adalah Sepuh Sun Jian yang keberadaannya sekarang masih misterius.Ia masih mengingat-ingat jurus dahsyat itu yang kini sudah lengkap dan sempurna dalam benaknya, mendadak ia terpental terbanting ke tanah. Punggungnya sakit terbentur batu. Capingnya mental. Ia menengadah, memandang lelaki yang membenturnya. Mata lelaki itu melotot memandanginya. "Pengemis buduk, mata kamu buta beraninya nabrak aku."Jiu Long hendak melawan tetapi ia ingat keadaannya sekarang seperti orang awam, tak punya kepandaian silat dan tak punya tenaga Jika melawan, itu hanya mencari gebuk saja. Lebih baik diam, mengalah. Seorang gadis mendekati lelaki itu. "Ayo Kakak, kita jalan terus."Lelaki itu digandeng si gadis. Keduanya pergi. Jiu Long diam terpaku, bibirnya gemetar menyebut nama seseorang, "Jen
Read more

JILID 73 | Menanti Ajal

Saat itu fajar menyingsing, matahari mengintip di ufuk timur. Pemilik warung mengusirnya, "Hei bangun pengemis buduk, pergi kamu, jangan mengotori tempatku."Jiu Long menyahut. "Biarkan aku bermimpi, kalau aku tidur, aku tak akan bangun lagi. Jika aku bangun, aku tak akan tidur lagi, mati sekarang atau mati besok, sama saja." Jiu Long melangkah gontai, ke mana langkah membawa lubuknya.Tanpa sadar ia berjalan ke arah ketinggian. Ia berjalan terus. Tubuhnya kian melemah. Matahari mulai tenggelam, Jiu Long jatuh tertidur. Bangun dari tidur, dia berjalan lagi. Ia tak tahu berapa lama ia mendaki, siang berganti malam, malam berganti siang. Ia berjalan terus. Ia tak tahu berapa hari lagi sisa hidupnya. Racun dingin lebih sering menyerang, ia menggigil gemetaran.Siang itu ia terbaring menggigil, wajah dan tubuh Jen Ting muncul di benaknya. Wajah cantik dan tubuh molek. Pelukannya yang hangat, bibirnya yang panas membara Jiu Long mengigau menyebut nama Jen Ting. Lalu muncul wajah Gwangsin,
Read more

JILID 74 | Terjatuh ke dalam jurang

Ia sadar kini jurus pusaka Partai Naga Emas itu sudah jadi miliknya. "Tetapi aku tak lama lagi akan mati, jurus dahsyat ini akan ikut terkubur. Ini tak boleh terjadi, aku harus berjuang hidup, selamatkan jurus ini, menemui Jen Ting dan Gwangsin, membalas kematian orangtua dan guru-guruku. Masih banyak yang harus kukerjakan, aku tak boleh mati!"Jiu Long berlatih terus. Matahari terbenam. Lereng gunung menjadi kelam. Bagai kesurupan Jiu Long berlatih terus. Ketika ia berhenti, mendadak saja ia berteriak kaget. "Bukankah aku sudah kehabisan tenaga, lantas mengapa aku bisa bersilat sepanjang siang? Dari mana datangnya tenagaku, mungkinkah dari jurus pusaka ini."Berpikir demikian, Jiu Long mencoba memukul. Ternyata pukulannya tak mengeluarkan tenaga besar. Sama sekali tak ada tenaga batin. Tetapi ia tak kecewa, ia bahkan gembira, lantaran merasa tubuhnya segar. "Ini pasti berkat latihan Inti Naga Emas Pamungkas tapi apa mungkin cuma setengah hari sudah mendatangkan manfaat sebesar ini."
Read more

JILID 75 | Dasar jurang

Kini Jiu Long bisa melihat ke bawah. Tak tampak dasar. Embun dan kabut menutupi pandangannya. Ke atas, ia melihat tebing yang terjal dengan permukaan yang licin, mustahil ia bisa memanjat ke atas. Lagipula menuruni tebing jauh lebih mudah dan lebih ringan dibanding memanjat ke atas. Ia memutuskan menuruni tebing, mungkin di dasar jurang ada kehidupan. Ia mengamati dengan teliti dalam radius pendek ia bisa melihat jelas. Tebing di bawahnya tidak rata dan tidak licin. Tampak beberapa batu menonjol, bisa dijadikan pegangan dan pijakan.Manusia memang aneh. Kemarin dan hari-hari sebelumnya, Jiu Long bahkan mencari mati, tak ingin hidup. Tetapi sejak jatuh dari tebing, semangatnya untuk hidup dan menyelamatkan nyawa justru menggebu. Ia ingat nasehat Dewi Obat kepadanya berdua Gwangsin, "Kalian musti tabah, hidup harus diperjuangkan. Jiu Long, jika kamu menetap di sini kamu pasti mati muda, tetapi jika pergi memperjuangkan hidup, adu peluang kamu sembuh dan hidup lanjut. Saat itu kalian bis
Read more

JILID 76 | Belum mati

Wajah Zhang Ma tampak mengerikan, matanya yang hanya sebelah itu menyala seperti matahari. Merah dan memancarkan panas luar biasa. Orang jahat itu tertawa keras sambil melancarkan pukulan berantai. Jiu Long berusaha mengelak tetapi tubuhnya tak mampu bergerak. Dia merasa sakit, tubuhnya terguncang keras dilanda beberapa pukulan Zhang Ma. Saat berikut dia merasa tubuhnya terlempar, melayang-layang ke suatu tempat.Tiba-tiba Jiu Long melihat seorang dewi yang cantik muncul, wajah dan tubuhnya mirip Gwangsin. Wajahnya cantik tak ada bekas cacar. Dia berseru memanggil, "Gwangsin" Tetapi sang dewi tidak menengok ke arahnya melainkan mengejar dan mengusir Zhang Ma yang lari ketakutan. Sang dewi balik menghampirinya.Jiu Long masih merasakan dirinya melayang-layang, dan dia tak bisa menghentikan gerak tubuhnya. Dia tak punya daya untuk menguasai tubuhnya sendiri, tenaganya lenyap.Dalam ketidakberdayaan dia melihat sang dewi tersenyum padanya dan menarik dia turun ke b
Read more

JILID 77 | Kolam Ajaib

Warnanya merah, ukuran dan bentuknya mirip mangga. Ia menyodorkan kepada Jiu Long. Rasanya enak, gurih dan harum baunya. Buah itu terasa dingin di mulut namun terasa hangat di perut.Kera kecil melompat-lompat. Gembira. Kera besar meraba luka di tubuh Jiu Long, lalu menunjuk kolam Jiu Long melihat luka- lukanya, kulit dan dagingnya lecet ketika menuruni tebing.Hampir tak ada bagian tubuh yang tidak luka. Jiu Long memandang kera besar. Ia mengerti apa maksud makhluk itu. "Ia ingin aku mencuci luka dengan air kolam," gumamnya.Ketika ia meraup air untuk mencuci luka tiba-tiba kera besar mendorongnya. Ia terpental ke dalam kolam. Terdengar suara riuh. Kera-kera itu berjingkrak sambil tertawa. Riuh.Jiu Long merasa lucu, berenang ke tepian. Tetapi kera besar itu melompat-lompat dengan air muka marah. Ketika Jiu Long merapat ke tepian, kera besar mendorongnya kembali ke air. Kera itu menuding ke suatu tempat.Jiu Long mengikuti arah yang ditunjuk. Itu
Read more

JILID 78 | Sembuh dari racun

Dia berenang ke tepian. Kali ini kera besar berlaku baik, menariknya keluar dari kolam. Begitu menginjak tanah, Jiu Long langsung nyebur ke kolam air panas. Rasa dinginnya mereda. Ia keluar dari kolam, duduk di sebuah batu besar dekat kolam. Kera besar tertawa sambil menunjuk dada Jiu Long. Ia melihat luka-lukanya. Aneh, luka-luka itu tampak bersih. Luka yang kecil yang hanya tergores batu tajam, mulai rapat Sedang luka besar dan lebar memperlihatkan tanda-tanda membaik.Jiu Long takjub. Dua kolam ini suatu keajaiban alam. Yang satu airnya panas luar biasa. Satu lainnya dingin nyaris membeku. Anehnya karena dinding batas yang tidak tinggi, air kedua kolam ini bercampur menjadi satu. Tapi sifat panas dan dingin itu tetap terpelihara. Air yang panas tak bisa melenyapkan sifat dingin air kolam tetangga, begitu sebaliknya. Jiu Long memandang sekeliling. Ke mana dia memandang ke situ matanya terbentur tebing terjal bagai tak berujung. Lembah itu menyerupai sumur raksasa yang dikel
Read more

JILID 79 | Dia menantangku

Hanya begitu teringat akan tugas kewajiban yang diberikan Yu Jin, ia merasa kepala seperti digodam palu besar.Apakah seterusnya ia harus tinggal di lembah ini? Bagaimana dengan Partai Naga Emas? Hutang jiwa orangtua dan guru-gurunya? Bagaimana dengan Jen Ting dan Gwangsin, dua perempuan yang dia cintai? Lalu Yu Jin dan Liu Xing, juga Tian Shan?Pertanyaan itu silih berganti menjejali benak. Ia duduk bersila, memusatkan pikiran untuk melupakan semua pertanyaan tadi. Dia berusaha mengingat hal-hal lain, mendadak dia teringat gadis molek yang menari Naga Perkasa. Dia ingat kembali jurus-jurus yang sudah digabungnya selama beberapa hari kemarin. Ia bangkit dan mulai bersilat. Cukup lama ia berlatih, tak disadarinya kera-kera bergerombol di sekelilingnya. Terdengar celoteh bising.Seekor di antaranya yang bertubuh besar melangkah maju. Ia berceloteh menunjuk Jiu Long kemudian memukul-mukul dadanya sendiri. Setelah tiga hari bergaul Jiu Long mulai mengerti apa maksud
Read more

JILID 80 | Petunjuk

Kera besar memerhatikan Jiu Long. Sepertinya dia tahu temannya sedang berpikir keras. Dia tak mau mengganggu. Dia menoleh ke kumpulan anak buahnya, berteriak menyuruh mereka bubar. Jiu Long berpikir dan mencoba menemukan cara latihan, tetapi dia tak juga memperoleh jawaban memuaskan. "Biarlah mungkin aku akan memperoleh jawabannya, masih banyak waktu."Pagi hari seperti biasa, ia berenang di kolam. Berenang ke sana kemari, menyelam dan memburu ikan. Ia tak pernah bisa menangkap ikan lagi. Selain tidak lagi jinak, ikan itu selalu bersembunyi di pojok kolam, bagian terdalam yang tak mampu didekati Jiu Long. Pada kolam dingin, air di pojokan itu teramat dingin. Makin dekat semakin dingin membeku. Jiu Long tak bisa mendekat. Jika mengejar ikan dan ikan itu berenang memasuki daerah pojok itu, Jiu Long terpaksa balik badan. Tidak tahan akan air dingin yang nyaris membekukan darahnya.Anehnya, meski begitu dinginnya, tetapi air di situ tidak membeku. Keadaan hampir sama di ko
Read more
PREV
1
...
678910
...
47
DMCA.com Protection Status