Kera besar memerhatikan Jiu Long. Sepertinya dia tahu temannya sedang berpikir keras. Dia tak mau mengganggu. Dia menoleh ke kumpulan anak buahnya, berteriak menyuruh mereka bubar. Jiu Long berpikir dan mencoba menemukan cara latihan, tetapi dia tak juga memperoleh jawaban memuaskan. "Biarlah mungkin aku akan memperoleh jawabannya, masih banyak waktu."
Pagi hari seperti biasa, ia berenang di kolam. Berenang ke sana kemari, menyelam dan memburu ikan. Ia tak pernah bisa menangkap ikan lagi. Selain tidak lagi jinak, ikan itu selalu bersembunyi di pojok kolam, bagian terdalam yang tak mampu didekati Jiu Long. Pada kolam dingin, air di pojokan itu teramat dingin. Makin dekat semakin dingin membeku. Jiu Long tak bisa mendekat. Jika mengejar ikan dan ikan itu berenang memasuki daerah pojok itu, Jiu Long terpaksa balik badan. Tidak tahan akan air dingin yang nyaris membekukan darahnya.
Anehnya, meski begitu dinginnya, tetapi air di situ tidak membeku. Keadaan hampir sama di ko
Petunjuk itu singkat namun jelas. Jiu Long naik ke permukaan. Mencari ujung kolam, mencari ukiran kera di tebing. Mungkin sudah lama dimakan usia, sebagian tebing sudah dipenuhi lilmut dan rumput liar. Ia tak putus asa, mencari terus, membersihkan tebing, mencari tebing yang dimaksud. Hari ketiga, ia menemukan lukisan kera berjingkrak. Jiu Long menghitung jarak ke ujung kolam dingin, empatpuluh empat langkah. Ia melangkah balik dan berhenti pada jarak langkah duapuluh dua. "Di sini tepatnya, tempat di mana pendekar Qiu Bai menyimpan jurus Angin Es dan Api, tetapi apa itu jurus Angin Es dan Api, apakah jurus hebat? Pasti hebat, karena di akhir pesannya, pendekar itu menulis bahwa dia tak punya tandingan. Tidak punya tandingan, artinya tidak bisa dikalahkan. Luar biasa!" berpikir demikian, Jiu Long bersemangat.la menggali tempat itu dengan tongkat berkarat yang dia temukan di dekat situ. Kera besar dan kawannya ikut menggali. Cepat sekali lubang menganga. Tak lama kemudian Jiu
Ia menatap batu hitam. Ada perasaan akrab dalam dirinya menatap lukisan kelelawar dan nama Qiu Bai. Dengan ilmu Angin Es dan Api pendekar Qiu Bai tak menemui tandingan di kolong langit. Begitu hebatkah ilmu itu. Jika ia bisa mewarisi ilmu itu, pasti lukanya akan sembuh, seperti kata Dewi Obat bahwa ia akan sembuh jika memperoleh tenaga panas dan dingin pada tingkat tinggi. "Tetapi berapa lama aku mempelajari ilmu ini. Ah, tak usah kupikirkan karena sebenarnya aku sudah mati beberapa hari lalu."Jiu Long bimbang, dia bertanya-tanya sesungguhnya pendekar Qiu Bai itu dari golongan bersih atau kalangan sesat, selain itu apakah boleh mempelajari dan mewarisi ilmunya? Ia kemudian teringat petuah gurunya, Xang Xi Ming , semasih dia kecil, "Jiu Long, ilmu itu tak ada yang sesat. Semua ilmu pada dasarnya bersih dan lurus. Yang kotor dan sesat adalah orangnya. Batin yang kotor memancarkan perbuatan jahat, batin yang bersih mendorong seseorang melakukan perbuatan baik."Keragu-ra
Jiu Long tak tahu sebabnya, pendekar Qiu Bai pun tak menyadari perbedaannya. Qiu Bai menciptakan ilmu sekaligus berlatih, tentu saja perlu waktu lebih lama dari Jiu Long yang cuma berlatih saja. Lagipula Jiu Long memang tergolong cerdas.Siang itu Jiu Long istirahat menjelang berlatih jurus dua. Ia duduk di tepi kolam. Seperti biasa menanti kera kecil mengantar buah-buahan. Ia memandang ke jalanan setapak yang biasa dilalui si kera kecil.Tampak sahabatnya itu berlari sambil berteriak girang. Tiba-tiba mata Jiu Long menangkap benda kuning berkilat yang bergerak di tebing yang akan dilewati si kera kecil. Ular berbisa! Satu gigitan saja, kera itu bakal mati. Jiu Long meraup batu seadanya, kerikil kecil itu ia sentil ke arah ular. Ia lupa bahwa tenaganya sudah lenyap. Itu hanya gerak naluriah ingin menolong sahabatnya yang nyawanya sedang terancam. Batu itu melesat, mendesis dan menghantam kepala ular.Pecah.Kera itu berteriak kaget melihat ular itu masih
Tingkat empat ‘Dua Unsur Menyatu’. Pada tingkat akhir ini, dua unsur panas dan dingin yang saling berlawanan itu sudah menyatu dengan pikiran dan tenaga batin. Sewaktu pikiran ingin mengeluarkan tenaga dingin, saat itu juga tenaga dingin muncul dan menyebar ke seluruh bagian tubuh. Begitu juga dengan tenaga panas. Tingkat ini paling sulit, Jiu Long bahkan harus sangat berhati-hati agar tidak salah penerapan. Karena mengatur pikiran yang terkadang mencuat secara spontan dan terkadang bisa buntu, perlu konsentrasi mutlak. Setelah menyelesaikan tingkat ini, begitu Jiu Long berpikir akan menggunakan tenaga dingin pada saat berikut tenaga dingin sudah siap untuk digunakan. Tingkat ini diselesaikan Jiu Long dalam tempo tigapuluh hari. Selesainya tingkat empat ini, selesai sudah Jiu Long berlatih ilmu Angin Es dan Api. Jiu Long berhasil mewarisi ilmu Angin Es dan Api itu seluruhnya dalam waktu sembilanpuluh hari.Begitu mengakhiri latihan tingkat empat, ia seger
Kera besar memegang tangan Jiu Long, membawanya ke dekat kolam. Dia menunjuk ke atas ke tebing yang tinggi, sambil berteriak dan merundukkan kepalanya. Dia seperti memberi hormat ke arah tebing itu. Jiu Long mengerti ada sesuatu di tebing yang ditunjuk kera besar. Dia memerhatikan seksama. Ada sebuah lubang di tebing itu. "Mungkinkah itu goa? Tetapi letaknya sangat tinggi, permukaan tebing juga rata dan licin. Sulit untuk didaki."Jiu Long menggeleng kepala. Tak mungkin aku bisa mendaki, tak ada tempat berpijak dan berpegangan di tebing yang begitu rata dan licin. Kera besar berteriak dan berguling-guling di tanah. Dia kecewa melihat sikap Jiu Long yang menolak mendaki tebing itu."Baiklah sahabat, aku akan mendaki dan memasuki goa itu, pasti ada sesuatu di dalamnya Mungkinkah ada ilmu lagi di situ?"Jiu Long tertawa, menertawakan dirinya yang begitu tamak. "Kamu sudah memperoleh jurus Angin Es dan Api masih juga belum puas dan menghendaki tambahan lain. Tamak d
Jiu Long segera memungutnya dan meniup debu di sambul kitab kecil itu. Sebuah tulisan sansekerta terlihat dan tertulis ;Ilmu Pedang Du Gu Qiu BaiJurus Pedang Tanpa Pedang“Jurus Pedang Tanpa Pedang...” ulang Jiu Long lagi. Penasaran Jiu Long membuka lembaran berikutnya.“Seorang jago pedang lebih banyak menggunakan indera keenamnya ketimbang keampuhan pedang pusakanya. Jika indera keenammu cukup kuat untuk melihat apa yang belum bergerak dan mendengar apa yang belum bersuara, maka gerakan pedangmu mempunyai kepastian dan ketepatan menebas.Jadikan mata pedang adalah mata hatimu. Di mana mata pedang ini ingin bergerak, jangan kau tantang dengan mata hatimu! Karena pedang yang sudah menyatu dengan kekuatan indera keenam, dia akan bergerak dengan sendirinya menduhului apa yang akan terjadi. Jika mata pedang sudah menjadi mata hatimu, dan gerakan pedang adalah gerakan nalurimu, maka kekuatan tenaga dalam yang tersalur di dalamnya ti
Jiu Long berdebar-debar mendengar ajaran itu. Sampai-sampai Jiu Long menggumam sendiri, “Menyerang tanpa jurus? Bagaimana cara memecahkannya?” Sampai di sini Jiu Long merasa seolah-olah menemukan dunia baru terhampar luas di depan matanya. Jiu Long kembali membuka lembaran berikutnya.‘Jika kau ingin memotong daging, maka terlebih dulu harus ada daging; jika kau ingin memotong kayu bakar, maka terlebih dulu harus ada kayu bakar; jika musuhmu ingin mematahkan jurusmu, maka kau harus ada jurus untuk dipatahkan. Misalnya ada seorang yang tidak kenal ilmu silat sama sekali dan dia menyerang secara serabutan. Bagaimanapun pandainya dirimu juga tidak akan tahu ke arah mana orang itu akan menyerang, apalagi bisa mematahkan serangannya. Seorang ahli silat papan atas sekalipun juga merasa kesulitan kalau harus mematahkan serangan yang serabutan. Akan tetapi, orang seperti itu masih mudah untuk ditaklukkan, misalnya, ia kurang mampu menguasai diri. Beda halnya d
Pagi hari di lereng bagian selatan Gunung Huang, udara masih saja sejuk kendati matahari sudah agak tinggi. Sisa-sisa tetesan embun masih membasahi dedaunan yang rimbun.Suasana hutan sunyi dan lengang. Jiu Long menghirup udara pagi sepuasnya. Ia baru saja keluar dari Lembah Kera. Tebing terjal itu bukan lagi penghalang sulit baginya. Mudah saja ia memanjat menggunakan ilmu Jejak Kilat dengan tenaga batin Angin Es dan Api. Seperti baru keluar dari kurungan, ia melangkah santai sambil memandang alam sekeliling.Dia tiba di tempat yang banyak pohon rindang. Di tempat ini, empat bulan lalu dia menemukan tari Inti Naga Emas Pamungkas yang kemudian berhasil digabungnya menjadi jurus Naga Emas Pamungkas. Suara ki dalang seperti mengiang kembali di telinga. Matanya seperti melihat kembali gerak gemulai gadis yang menarikan tari Naga. Ia menghela napas, merasa berduka dan menyesal. "Seharusnya aku menemui mereka, si penari dan si dalang, paling tidak aku haru