Kera besar memegang tangan Jiu Long, membawanya ke dekat kolam. Dia menunjuk ke atas ke tebing yang tinggi, sambil berteriak dan merundukkan kepalanya. Dia seperti memberi hormat ke arah tebing itu. Jiu Long mengerti ada sesuatu di tebing yang ditunjuk kera besar. Dia memerhatikan seksama. Ada sebuah lubang di tebing itu. "Mungkinkah itu goa? Tetapi letaknya sangat tinggi, permukaan tebing juga rata dan licin. Sulit untuk didaki."
Jiu Long menggeleng kepala. Tak mungkin aku bisa mendaki, tak ada tempat berpijak dan berpegangan di tebing yang begitu rata dan licin. Kera besar berteriak dan berguling-guling di tanah. Dia kecewa melihat sikap Jiu Long yang menolak mendaki tebing itu.
"Baiklah sahabat, aku akan mendaki dan memasuki goa itu, pasti ada sesuatu di dalamnya Mungkinkah ada ilmu lagi di situ?"
Jiu Long tertawa, menertawakan dirinya yang begitu tamak. "Kamu sudah memperoleh jurus Angin Es dan Api masih juga belum puas dan menghendaki tambahan lain. Tamak d
Jiu Long segera memungutnya dan meniup debu di sambul kitab kecil itu. Sebuah tulisan sansekerta terlihat dan tertulis ;Ilmu Pedang Du Gu Qiu BaiJurus Pedang Tanpa Pedang“Jurus Pedang Tanpa Pedang...” ulang Jiu Long lagi. Penasaran Jiu Long membuka lembaran berikutnya.“Seorang jago pedang lebih banyak menggunakan indera keenamnya ketimbang keampuhan pedang pusakanya. Jika indera keenammu cukup kuat untuk melihat apa yang belum bergerak dan mendengar apa yang belum bersuara, maka gerakan pedangmu mempunyai kepastian dan ketepatan menebas.Jadikan mata pedang adalah mata hatimu. Di mana mata pedang ini ingin bergerak, jangan kau tantang dengan mata hatimu! Karena pedang yang sudah menyatu dengan kekuatan indera keenam, dia akan bergerak dengan sendirinya menduhului apa yang akan terjadi. Jika mata pedang sudah menjadi mata hatimu, dan gerakan pedang adalah gerakan nalurimu, maka kekuatan tenaga dalam yang tersalur di dalamnya ti
Jiu Long berdebar-debar mendengar ajaran itu. Sampai-sampai Jiu Long menggumam sendiri, “Menyerang tanpa jurus? Bagaimana cara memecahkannya?” Sampai di sini Jiu Long merasa seolah-olah menemukan dunia baru terhampar luas di depan matanya. Jiu Long kembali membuka lembaran berikutnya.‘Jika kau ingin memotong daging, maka terlebih dulu harus ada daging; jika kau ingin memotong kayu bakar, maka terlebih dulu harus ada kayu bakar; jika musuhmu ingin mematahkan jurusmu, maka kau harus ada jurus untuk dipatahkan. Misalnya ada seorang yang tidak kenal ilmu silat sama sekali dan dia menyerang secara serabutan. Bagaimanapun pandainya dirimu juga tidak akan tahu ke arah mana orang itu akan menyerang, apalagi bisa mematahkan serangannya. Seorang ahli silat papan atas sekalipun juga merasa kesulitan kalau harus mematahkan serangan yang serabutan. Akan tetapi, orang seperti itu masih mudah untuk ditaklukkan, misalnya, ia kurang mampu menguasai diri. Beda halnya d
Pagi hari di lereng bagian selatan Gunung Huang, udara masih saja sejuk kendati matahari sudah agak tinggi. Sisa-sisa tetesan embun masih membasahi dedaunan yang rimbun.Suasana hutan sunyi dan lengang. Jiu Long menghirup udara pagi sepuasnya. Ia baru saja keluar dari Lembah Kera. Tebing terjal itu bukan lagi penghalang sulit baginya. Mudah saja ia memanjat menggunakan ilmu Jejak Kilat dengan tenaga batin Angin Es dan Api. Seperti baru keluar dari kurungan, ia melangkah santai sambil memandang alam sekeliling.Dia tiba di tempat yang banyak pohon rindang. Di tempat ini, empat bulan lalu dia menemukan tari Inti Naga Emas Pamungkas yang kemudian berhasil digabungnya menjadi jurus Naga Emas Pamungkas. Suara ki dalang seperti mengiang kembali di telinga. Matanya seperti melihat kembali gerak gemulai gadis yang menarikan tari Naga. Ia menghela napas, merasa berduka dan menyesal. "Seharusnya aku menemui mereka, si penari dan si dalang, paling tidak aku haru
Meski tiga pengeroyok berilmu tinggi tapi tampaknya kakek itu masih bisa menguasai keadaan. Geraknya masih leluasa, malah berkali-kali ia menoleh ke tiga anak muda itu. "Lari- lari... biar kutahan mereka di sini!" Teriakannya sia-sia. Tiga anak muda itu agaknya tak mau lari. Para punggawa mengepung rapat, juga tak mau mereka lolos. "Mau lari ke mana? Kalian jangan mimpi bisa lolos!"Pemuda berpakaian putih tertawa sinis. "Kalian tak punya guna semua, tak punya malu, apa pikirmu bisa menaklukkan kami?" Ia dikeroyok dua orang, lelaki separuh baya dan perempuan cantik usia empatpuluhan. Kepandaian mereka lumayan.Jiu Long bisa membedakan kepandaian mereka yang bertarung. Kakek itu yang paling tinggi ilmunya. Namun ia tidak punya kesempatan membantu kawannya karena dilibat tiga lawannya. Tiga punggawa itu kelihatan paling jago di antara rekan-rekannya. Kalau si kakek terlibat pertarungan ketat yang memerlukan konsentrasi, tidak demikian dengan pemuda baju putih. Pemuda ini
Jiu Long tak berhenti. Ia menerobos kepungan tiga lelaki yang mengeroyok kakek tua. Dua tangan mengirim pukulan berantai ke dua lawan sekaligus. Dia menggunakan tenaga panas. Tiga lawan itu terkejut bukan main. Meski tak menyaksikan langsung, namun mengetahui dua rekannya sudah menjadi korban Jiu Long, mau tak mau timbul rasa keder dalam hati. Kalau lawan terkejut melihat kehebatannya, Jiu Long pun tak pernah menyangka bisa kejadian begitu. Di luar dugaan, kepandaiannya kini sudah maju pesat terutama kekuatan tenaga dalamnya. Pukulan Jiu Long belum tiba, tapi hawa panas sudah menerjang. Dua lelaki itu tak bisa menghindar. Mau tak mau, dua punggawa itu menarik serangan mereka yang mengarah ke kakek tua. Dua lelaki itu beralih menghadapi serangan Jiu Long yang seperti luapan air bah. Yang seorang mengirim beberapa tusukan berantai dengan sepasang tongkat pendek. Rekannya yang bertangan kosong memukul dengan dua tangan sambil mengerahkan segenap tenaga dalam. Seorang lagi, yang paling t
Lelaki itu mengerahkan segenap tenaga dalam. Nafsu membunuh memancar dari sepasang matanya. Jiu Long bersikap biasa. Tak terhindarkan lagi terjadi benturan tenaga Jiu Long mengibas dua tangan. Begitu pukulan lawan membentur dua tangannya, Jiu Long memutar dan mendorong dalam jurus Balaraksha (Seribu Raksasa) dan Naga Emas. Suara tulang patah diiringi suara orang mengeluh kesakitan. Lelaki itu terhuyung-huyung mundur, dua tangannya tergantung lemas tak bertenaga. Ia berkata dengan wajah pucat. "Ilmu apa itu... Siapa kamu...?" Tanpa ada yang memberi komando, mendadak perkelahian berhenti. Semua orang seperti sepakat. Mereka bertanya-tanya siapa pengemis gembel yang dengan beberapa pukulan sudah menjatuhkan empat punggawa istana. Jiu Long tersenyum ke gadis kurus. "Kau baik-baik saja nona?" Gadis kurus memandang heran. "Siapa kau, apakah kita pernah berjumpa?" "Ah kau tentu lupa, kita pernah bertemu di...," mendadak saja Jiu Lon
Punggawa wanita itu merasa angin menerpa wajahnya. Ia tahu Jiu Long berada di depannya. Ia melepas tubuh rekannya, mencabut pedang, memukul dengan tangan kiri diikuti tebasan pedang ke arah bayangan Jiu Long.Sambil tetap maju, Jiu Long merunduk dari tebasan pedang, mengelak dari pukulan lurus lawan. Ia melonjorkan tangan kanan mendorong wanita itu pergi. Tangan kiriinya menjambret lengan wanita yang terluka. Saat itu tiga punggawa lelaki sudah sampai di situ. Tapi mereka ragu-ragu menyerang melihat tangan Jiu Long menggenggam lengan rekannya yang terluka. "Kalian diam di tempat, sekali kepruk temanmu ini akan mati!"Semua orang terdiam. Punggawa yang menjadi pimpinan berteriak. "Itu bukan tindakan pendekar!""Memang aku bukan pendekar," berkata demikian, tangan Jiu Long cepat menotok dua belas titik di punggung dan pundak wanita itu. hebat dan cepat. Telapak tangannya menempel di punggung.Punggawa wanita yang terluka itu merasa hawa panas menerobos punggung, berputar-putar di seluru
Kakek ini kembali menyerang dengan jurus-jurus Naga Emas. Dua jurus sekaligus Balasasra dan Balaraksha. Semuanya mengarah titik kematian, ulu hati, pelipis, kemaluan, jantung, tenggorokan, pusar dan kepala. Sepanjang pertarungan Jiu Long hanya menggunakan Jejak Kilat untuk menghindar. Tapi ini saja tak cukup. Ia terdesak hebat. Mau tak mau akhirnya ia membalas dengan jurus Big Bang.Pertarungan sengit terjadi. Jiu Long yang bertarung setengah hati, makin terdesak. Kembali dua pukulan menghajar pundak dan pahanya. Dan kali ini ia tak sempat untuk berbenah diri. Pundak dan pahanya terasa panas seperti terbakar. Terpaksa untuk menolong diri Jiu Long memainkan jurus-jurus Naga Emas. Kali ini pertarungan jadi imbang. Ke mana serangan kakek itu tertuju, ke situ Jiu Long menahannya dengan jurus yang tepat. Persis seperti latihan saja.Jiu Long teringat, dulu ia sering berlatih tarung dengan guru Yu Jin menggunakan cara ini. Hanya bedanya, waktu itu tenaga batinnya tak sanggup untuk adu tenag
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d