Lelaki itu mengerahkan segenap tenaga dalam. Nafsu membunuh memancar dari sepasang matanya. Jiu Long bersikap biasa. Tak terhindarkan lagi terjadi benturan tenaga Jiu Long mengibas dua tangan. Begitu pukulan lawan membentur dua tangannya, Jiu Long memutar dan mendorong dalam jurus Balaraksha (Seribu Raksasa) dan Naga Emas. Suara tulang patah diiringi suara orang mengeluh kesakitan. Lelaki itu terhuyung-huyung mundur, dua tangannya tergantung lemas tak bertenaga. Ia berkata dengan wajah pucat. "Ilmu apa itu... Siapa kamu...?" Tanpa ada yang memberi komando, mendadak perkelahian berhenti. Semua orang seperti sepakat. Mereka bertanya-tanya siapa pengemis gembel yang dengan beberapa pukulan sudah menjatuhkan empat punggawa istana. Jiu Long tersenyum ke gadis kurus. "Kau baik-baik saja nona?" Gadis kurus memandang heran. "Siapa kau, apakah kita pernah berjumpa?" "Ah kau tentu lupa, kita pernah bertemu di...," mendadak saja Jiu Lon
Punggawa wanita itu merasa angin menerpa wajahnya. Ia tahu Jiu Long berada di depannya. Ia melepas tubuh rekannya, mencabut pedang, memukul dengan tangan kiri diikuti tebasan pedang ke arah bayangan Jiu Long.Sambil tetap maju, Jiu Long merunduk dari tebasan pedang, mengelak dari pukulan lurus lawan. Ia melonjorkan tangan kanan mendorong wanita itu pergi. Tangan kiriinya menjambret lengan wanita yang terluka. Saat itu tiga punggawa lelaki sudah sampai di situ. Tapi mereka ragu-ragu menyerang melihat tangan Jiu Long menggenggam lengan rekannya yang terluka. "Kalian diam di tempat, sekali kepruk temanmu ini akan mati!"Semua orang terdiam. Punggawa yang menjadi pimpinan berteriak. "Itu bukan tindakan pendekar!""Memang aku bukan pendekar," berkata demikian, tangan Jiu Long cepat menotok dua belas titik di punggung dan pundak wanita itu. hebat dan cepat. Telapak tangannya menempel di punggung.Punggawa wanita yang terluka itu merasa hawa panas menerobos punggung, berputar-putar di seluru
Kakek ini kembali menyerang dengan jurus-jurus Naga Emas. Dua jurus sekaligus Balasasra dan Balaraksha. Semuanya mengarah titik kematian, ulu hati, pelipis, kemaluan, jantung, tenggorokan, pusar dan kepala. Sepanjang pertarungan Jiu Long hanya menggunakan Jejak Kilat untuk menghindar. Tapi ini saja tak cukup. Ia terdesak hebat. Mau tak mau akhirnya ia membalas dengan jurus Big Bang.Pertarungan sengit terjadi. Jiu Long yang bertarung setengah hati, makin terdesak. Kembali dua pukulan menghajar pundak dan pahanya. Dan kali ini ia tak sempat untuk berbenah diri. Pundak dan pahanya terasa panas seperti terbakar. Terpaksa untuk menolong diri Jiu Long memainkan jurus-jurus Naga Emas. Kali ini pertarungan jadi imbang. Ke mana serangan kakek itu tertuju, ke situ Jiu Long menahannya dengan jurus yang tepat. Persis seperti latihan saja.Jiu Long teringat, dulu ia sering berlatih tarung dengan guru Yu Jin menggunakan cara ini. Hanya bedanya, waktu itu tenaga batinnya tak sanggup untuk adu tenag
Kakek itu tertawa keras. "Kenapa kau ngomong pakai tetapi... apa yang kurang dari Jiu Long ini?"Gadis kurus itu tertawa kecil. Dengan matanya yang jenaka ia memandang Jiu Long dan berkata dengan agak malu-malu. "Kalau mau jadi keponakan muridku, harus berpakaian bersih, harus mencukur jenggot dan kumis harus...""Ah itu kan mudah saja"Berkata demikian, kakek itu menoleh kepada pemuda baju putih. "Pinjam pedangmu,”Kontan saja Jiu Long melangkah mundur. "Jangan, jangan. Saya mau dan sedia menjadi keponakan murid paman Liu Xing.""Kau bersedia karena terpaksa?" tegas kakek itu."Tidak, tidak terpaksa. Aku memang lebih suka begitu. Karena memang itu yang sebenarnya, aku kan murid guru Yu Jin. Terimalah hormatku, paman Liu Xing.""Hei..kau harus memanggilku paman Bhojana. Itu namaku yang sekarang!"Gadis kurus itu nyeletuk, "Bagus, aku kini memperoleh kakak seperguruan yang ilmunya jauh lebih tinggi dari aku." Gadis itu men
Rasa curiga menuntunnya membuntuti bayangan tersebut yang menggendong sesuatu di punggung. Pada saat itu terdengar suara ribut, tanda rahasia istana berbunyi. Rupanya istana kebobolan musuh. Liu Xing sadar malam itu tak mungkin meneruskan niat membunuh raja. Ia memutuskan lari menyelamatkan diri. Tiba-tiba dia mendengar suara berteriak minta tolong. Suara itu, suara anak kecil. Rupanya orang itu menculik anak kecil.Sesaat ia berpikir, jangan-jangan yang diculik salah seorang pangeran. Tanpa pikir panjang lagi ia bergerak lebih cepat Ia berhasil mengejar. Bertarung beberapa jurus, ia tahu lawannya sedang terluka. Tahu tak mungkin menang, malah jiwanya terancam, orang bertopeng itu melempar anak kecil gendongannya dan kabur cepat.Liu Xing memeriksa keadaan anak kecil itu yang ternyata gadis kurus. Gadis kecil itu tersenyum padanya. "Terimakasih pak tua. Kau sudah menolongku. Eh, sebagai tanda terimakasih nanti kau kuberi hadiah emas dan pakaian bagus-bagus."Liu
Meski waktu itu usianya delapan tahun tetapi ia mengerti kenapa mereka kabur dari istana. Masih lekat di ingatannya, hiruk pikuk di istana. Semua orang berhambur ingin menyelamatkan diri.Di mana-mana orang berteriak tentang kekalahan pasukan istana di perang Luoyang. Orang-orang berlarian sambil membawa harta benda dan keluarganya. Jiu Long menahan tangis. Ia menanyakan keadaan orangtuanya. Dari jawaban gurunya, ia merasa orangtuanya dalam bahaya besar. Tapi ia tak boleh menangis, itu pantangan bagi seorang pendekar, begitu yang diajarkan kepadanya.Jiu Long telah melalui hari demi hari yang penuh kekerasan dan kegersangan hidup. Tak ada kasih sayang ibu, tak ada kebanggaan memiliki seorang ayah. Yang ada hanyalah perasaan dendam yang melecut diri untuk giat berlatih ilmu. Dendam bagi Jiu Long adalah urusan besar.Mengetahui Putri Im ji hye dan dua kawannya adalah keturunan Kaisar Giok Barat, Jiu Long tak bisa menyembunyikan perasaan tidak sukanya. Dia
"Paman, aku memang sudah mempelajari tuntas Pamungkas. Tapi kau benar, paman, ada satu kalimat yang sampai sekarang tak bisa kumengerti Aku rasa mungkin ini kunci permasalahan mengapa tenagaku tak bisa mengalir lantar saal memainkan Naga Emas Pamungkas. Bunyinya begini, Hendaknya aku menjadi perahumu menyeberangi laut kesusahan. Mungkin paman tahu artinya?"Jiu Long penuh harap kalimat itu akan terpecahkan maknanya. Tapi sayang Liu Xing pun tak bisa menembus maksud kalimat itu. Liu Xing memandang Jiu Long dengan gundah. "Agaknya kalimat itu sebuah perumpamaan yang mengandung falsafah. Aku belum pernah mendengar sebelumnya. Aku juga tak tahu apa makna kalimat itu, tapi akan kupikirkan. Mungkin suatu hari kelak aku bisa menjawabnya."Tanpa terasa hari sudah senja. Tak lama lagi matahari akan tenggelam di peraduan. Baik Jiu Long maupun rombongan Liu Xing sama-sama bertujuan ke puncak Wuwei.Yuan Shu mengajak Jiu Long untuk melakukan perjalanan bersama. Tapi Jiu Lon
Dia merasa aneh melihat banyak orang berkumpul di tengah hutan. Jumlahnya sekitar limapuluh orang. Semua mengenakan pakaian dan ikat kepala serba hitam. Lebih lanjut dia memerhatikan, rupanya lelaki yang dibuntutinya adalah pemimpin. Orang-orang itu bangkit dari duduk. Mereka berdiri sambil memberi hormat kepada lelaki itu. Sesaat kemudian suasana lengang dan sunyi Seorang lelaki tua tampil ke depan. Setelah memberi hormat kepada si pemimpin, ia berseru, "Karena saudara ketua sudah tiba dan hari sudah agak siang maka pertemuan dimulai. Silahkan saudara ketua bicara"Lelaki itu maju dan duduk di atas batu besar. Orang-orang itu mengucap salam dan memberi hormat kepada ketuanya, kedengarannya riuh. Suasana kembali hening saat si ketua mengangkat tangan dan mulai bicara, suaranya tidak keras tapi lantang dan jelas. "Saudara dan kerabatku, pertemuan hari ini tidak akan lama. Aku hanya ingin mengetahui apakah beberapa anggota sudah melaksanakan tugasnya dan apa hasilnya? Apakah su
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d