"Permisi, Pak," ucapku hormat seraya membuka pintu. "Masuk." Aldi memberikan perintah. Dengan dagu yang terangkat sedikit, dia menyuruhku untuk duduk di kursi yang ada di depannya. Hatiku waswas, takut jika dia akan bertanya soal Alina. Pasalnya, pada saat di telepon tadi dia tidak mengatakan apa pun padaku. Aldi hanya menyuruhku agar segera datang jika Alina dan Adi sudah tidak bersamaku. Tanpa menunggu nanti, aku pun langsung tancap gas agar bisa sampai ke sini. Dan di sinilah aku berada sekarang. Di depan pria dingin yang belum mengatakan apa pun sejak kedatanganku beberapa menit yang lalu. "Gimana jalan-jalannya?" tanya Aldi membuatku sedikit sesak napas. "Apakah Alina bahagia?" "Tidak tahu, Pak," jawabku asal. "Tidak tahu? Bukannya tadi kamu dengan dia?" "Iya, tapi saya tidak bisa menebak apakah dia bahagia atau tidak. Kadang, hati dan wajah seseorang tidak sama. Mereka sering menutupi rasa duka dengan tawa, pun sebaliknya. Dan saya tidak bisa memastikan apakah seseorang b
Baca selengkapnya