Semua Bab Srikandi Antara Dendam Dan Cinta: Bab 1 - Bab 10

107 Bab

Amarah

Sepasang netra bening itu menatap nanar, pada daratan luas yang dipenuhi puing-puing berserakan. Reruntuhan perumahan menjadi pemandangan memilukan di sepanjang penglihatan. Menampilkan slide demi slide, rentetan kekejaman di masa lalu. Bagaimana puluhan orang berseragam prajurit, dengan tombak tajam di tangan kanannya, menyerbu tanpa ampun pemukiman itu. Langkah gadis dua puluh tahunan itu terhenti pada sebuah bekas rumah tak berbentuk. Sepasang netra menatap tajam, memerah, hingga tanpa terasa genangan mulai memenuhi pada sudut-sudutnya. Masih terlihat jelas orang-orang di rumah itu. Sepasang suami istri dengan segala upayanya, melindungi ke empat anak yang masih kecil. Masih terlihat jelas, bagaimana beberapa orang asing menerobos masuk, menghajar seorang pria hingga limbung. Nasib pria itu berakhir saat sebuah tombak terlempar kuat, dan menghujam tepat pada jantungnya. Ia ambruk dengan diiringi teriakan histeris dari istri dan ke empat anaknya. Ia menghembuskan nafas terakhir,
Baca selengkapnya

Penyamaran

Satu pukulan Kakek mengenai punggung, membelit kedua tangan dari belakang. Srikandi tak dapat bergerak. "Amarah masih menutup logikamu, anak manis." Tegas Kakek mengurai belitan tangannya pada kedua lengan sang cucu. Merasa tercambuk jiwa raga, Srikandi melepaskan diri, bergerak menjauh dengan kembali memasang kuda-kudanya. Bersiap menyerang Kakek. Serangan kedua pun gagal, kakek masih dengan mudahnya mematahkan pukulan dan tendangan dari sang gadis. Hingga Srikandi menyerah, melarikan diri dan duduk kesal di atas batu melebar. Suara terkekeh, membuatnya melepas nafas kasar. Biar bagaimanapun, ia masih belum bisa menandingi Kakek yang tingkat keilmuannya telah menggunung. Tak hanya itu, pengalaman lebih banyak mengajarkan segalanya. "Sampai kapanpun, penyerang tak akan pernah menang saat dibarengi dengan amarah. Amarah hanya akan menghilangkan konsentrasimu, nak." Kakek menyusul duduk di sebelah Srikandi. "Pikiran apa yang sedang mengganggu benakmu, cucuku?" Tanya Kakek menatap s
Baca selengkapnya

Pembagian Tugas

"Baiklah, saya akan mengumumkan hasil tes tadi. Seperti yang dibutuhkan yaitu sebanyak lima orang." Kepala pelayan itu mulai mengumumkan. Satu persatu nama telah disebut, hingga genap empat orang. Tinggal seorang lagi, Srikandi mendongak penasaran. "Nama yang terakhir adalah, Tirta Amarta." Srikandi tersenyum sumringah. Nama yang baru saja ia gunakan untuk mendaftar tadi, rupanya lolos juga. Maka, mulai saat ini dan seterusnya, namanya adalah Tirta Amarta. "Yang merasa namanya saya panggil tadi, silahkan ikut saya," Kepala pelayan itu menegaskan, membuat sebagian besar gerombolan gadis desa itu mendesah gelisah. Bubar dengan langkah lunglai. Rata-rata mereka adalah berasal dari kalangan petani, yang benar-benar sangat menginginkan pekerjaan ini. Menurut mereka, gajinya cukup besar. Sementara lima orang dengan nama terpanggil, menyusul wanita gempal memasuki lorong ruang panjang hingga tiba di ujungnya. Wanita tadi berhenti di depan pintu berjajar menyerupai deretan kamar. "Ini k
Baca selengkapnya

Anak Baru

"Yang ini, Permaisuri. Dia yang akan menggantikan pelayan lama, untuk menjadi pelayan pribadi permaisuri dan Baginda Raja." Hanya anggukan samar, lalu kembali pada posisi semula. Mungkin memang begitulah sikap seorang ningrat pada kasta rendah. Amarta meremang di tempatnya, tak sabar ingin menggantikan temannya itu untuk bisa bekerja di kamar luas ini. apalagi saat ia sempat beradu pandang dengan wanita yang memiliki derajat paling tinggi di negeri ini. Mendadak fokus untuk mendengarkan penjelasan Bibi menghilang, tergantikan oleh bayangan pembantaian pada penduduk satu wilayah saat itu. Mendadak pula, amarahnya kembali bergejolak. Teringat atas kejadian tak manusiawi, yang telah perintahkan oleh sang Raja. Raja ataupun permaisuri, mereka sama saja. Sama-sama pembunuh yang harus dibunuh. Mereka harus dibunuh! Mereka harus dibunuh! "Amarta, kau ini kenapa?" Deg! Ia tersadar, dan entah sejak kapan kedua tangannya itu mengepal di samping pahanya. Meremas pakaian yang ia kenakan. S
Baca selengkapnya

Bertemu Baginda

Marta menuangkan minuman dalam gelas sang Raja, dapat dilihat jelas bagaimana raut wajah itu. Apalagi sesaat tadi sang Raja pun sempat menatap ke arahnya. "Kau anak baru?" Suara bariton menggema, memenuhi gendang telinga. Mempercepat gerak jantung, jika tak diredam, bisa dipastikan meledak di tempat ini. Jika hal itu terjadi, ia menanggung malu. Dipecat, dan niat hanya tinggal niat belaka. Maka, sebelum menjawab, nafas berat ia tarik dalam-dalam. "Benar, Baginda." Dengan beberapa tanya berseliweran dalam benak. Kenapa hanya dirinya yang ditanya, padahal ada dua orang teman mondar-mandir di meja itu. Juga anak baru. Mereka tak ditanya, hanya Marta saja. Ia pikir, pertanyaan tadi hanya sekedar basa-basi sewajarnya saja. Namun, netra Baginda rupanya belum beralih dari wajah Marta, hingga gadis itu bingung hendak mengalihkan kemana. "Kau tinggal di mana? Apa aku pernah mengenalmu?" Tanya sang Raja membuat Marta mendongak seketika. "Maaf, Baginda. Mana mungkin baginda pernah melihat s
Baca selengkapnya

Menghadap Baginda

Gelas berbahan marmer yang ia bawa dari dapur tadi pecah. Berserakan di bawah meja. Belum sempat ia menutup gerakannya, Marta lebih dulu kaget. Nafas kacaunya makin kacau karena kedua tangan menutup mulut ternganga."Marta, apa yang terjadi?" Suara dari depan pintu kamar, membuat Marta tercengang seketika. Ia bingung, antara membuka pintu yang tergedor keras atau mengambil serpihan marmer di depan kakinya."Marta, apa yang terjadi? Buka pintunya!" Suara bibi kembali menggelegar di depan pintu, jika Marta tak segera membukanya, bisa dipastikan teman-teman sebelah kamar akan berhamburan keluar."Iya, Bibi. Sebentar," Ia ikut berteriak, mendekati pintu dan membukanya. Mendapati wajah Bibi yang menatap garang kepadanya, manik matanya bergerak-gerak penuh selidik."Ada apa, Bi?" Tanya Marta seolah tak terjadi apapun, ia menghalangi tengah pintu agar Bibi itu tak menerobos masuk ke kamarnya."Apa yang terjadi, saya tadi mendengar ada benda pecah dari kamarmu?" Tanya Bibi kian penasaran, Mar
Baca selengkapnya

Tugas Baru

"Duduklah." Ia pun lantas menurut titah sang Baginda. Menunggu beberapa saat karena bingung sendiri harus berkata apa. "Kau tau, sikapmu itu begitu menarik perhatianku?" Entah pernyataan atau pertanyaan, karena Baginda hanya terdengar menggumam lirih, dan itu membuat Marta tertegun heran. Melihat gadis itu nampak bingung, Baginda tersenyum hangat. Entah kenapa, tak hanya kecantikannya saja yang begitu menarik dari pelayan baru yang satu ini. Tapi sikapnya, keberaniannya itulah yang lebih menarik hati baginda. Karena baru kali ini menemukan gadis desa seberani dia. "Baru kali ini aku melihat ada pelayan perempuan yang berani sepertimu. Siapa kau sebenarnya?" Tanya Baginda dengan tatapan tak beralih dari wajah Marta, hingga gadis itu merasa risih dipandangi demikian. Sebab sejak kecil, ia hanya dekat dengan lelaki dari keluarganya sendiri. Juga kakek yang merawatnya hingga dewasa. "Kenapa kau tadi dengan berani berkata jujur, dan membantu kepala pelayan itu?" Tanya Baginda lagi, kar
Baca selengkapnya

Menemani Permaisuri

"Ada yang salah, Bi?" Tanya Marta heran sendiri, kemudian bibi mengerjap sambil menggeleng pelan. "Kau hari ini terlihat lebih segar," Bibi memberikan komentar. "Tentu saja, bertugas di depan orang nomor satu, masa iya masih disamakan dengan bertugas di dapur, Bi? Benarkan?" Marta berlalu, meninggalkan Bibi yang masih bengong seorang diri. "Marta, tunggu! Kau mau kemana?" Teriak Bibi menyusul pegawai barunya. Ia khawatir gadis muda itu masuk begitu saja ke kamar sang raja tanpa ucapan yang jelas. Beruntung ia masih menemukan Marta cukup jauh dari kamar sang raja. Langkah gadis itu terhentak cepat, menandakan ia tak sabar lagi ingin segera bertemu dengan baginda dan permaisuri di kamarnya. "Marta, tunggu dulu!" Bibi menangkap lengan Marta yang lantas berbalik cepat. Reflek ingin menangkis tangan penyusul, dan membuat bibi tercengang. Tercipta rasa takut seketika. "Oh, Bibi? Maaf, saya kira tadi siapa," Ucap gadis itu menata nafasnya. Sementara ia khawatir melihat raut wajah Bi
Baca selengkapnya

Curiga

"Dia tadi mengamati tempat ini, seperti tertarik dengan proses latihan para prajurit.""Memangnya kenapa kalau dia tertarik?""Memangnya kenapa? Siapa tau saja memang dia bukan pelayan biasa.""Maksudmu?" Sang teman bertanya heran, mungkin belum paham tentang maksud panglima yang hingga kini masih menatap sosok pelayan. "Semoga saja ini hanya pikiranku sendiri." Panglima menggeleng. Pria itu sebenarnya curiga, tetapi belum berani untuk menyimpulkan apapun. "Kau curiga padanya?""Yah, tapi aku belum mendapatkan kepastian. Biar aku nanti bicara langsung dengan baginda. Mengusulkan padanya agar pelayan pribadi ditambah.""Ah, kau ini ada-ada saja. Masa menaruh curiga dengan seorang pelayan perempuan. Kalau dia memang bukan pelayan biasa, apa maksudnya pula? Benar, kan?" Yang satu menimpali. Panglima mengangguk membenarkan. "Kau benar. Tetapi jangan salah, posisi seperti baginda dan permaisuri itu banyak yang menginginkan. Banyak pula orang-orang di luar sana yang iri dengan mereka.""
Baca selengkapnya

Kesedihan Sang Raja

"Apa mungkin rombongan pemberontak itu mengirimkan mata-mata dan membunuh istri saya?" Gumam Baginda hanya dengan menatap nanar hidangan di atas meja. "Apa Baginda tidak menaruh curiga pada salah satu orang dalam istana ini?" Panglima angkat bicara, membuat semua yang duduk di depan meja itu mendongak heran. Pun dengan Marta yang duduk tak jauh dari mereka. "Curiga? Apa maksudmu, panglima?" Tanya Baginda tentu saja, lelah dengan tugas sebagai petinggi negara, pria berumur itu mungkin tak sempat menaruh rasa curiga pada siapapun dalam istana. Yang ada dalam benaknya selama ini adalah rumor tentang sisa rombongan pemberontak waktu itu, kini masih bertahan dan semakin menghimpun kekuatan. Negeri ini sedang dalam ancaman, itulah yang selama ini Baginda pikirkan. Tak hanya Baginda yang menaruh heran pada pertanyaan Panglima tadi, tetapi semua yang ada di tempat itu. Mereka menatap penuh tanya. Sementara Panglima menggeleng samar, dalam hati pun ikut meredam rasa curiga tanpa dasar i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status