Share

Menemani Permaisuri

Penulis: Siti Marfuah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ada yang salah, Bi?" Tanya Marta heran sendiri, kemudian bibi mengerjap sambil menggeleng pelan. "Kau hari ini terlihat lebih segar," Bibi memberikan komentar. 

"Tentu saja, bertugas di depan orang nomor satu, masa iya masih disamakan dengan bertugas di dapur, Bi? Benarkan?" Marta berlalu, meninggalkan Bibi yang masih bengong seorang diri. 

"Marta, tunggu! Kau mau kemana?" Teriak Bibi menyusul pegawai barunya. Ia khawatir gadis muda itu masuk begitu saja ke kamar sang raja tanpa ucapan yang jelas.

Beruntung ia masih menemukan Marta cukup jauh dari kamar sang raja. Langkah gadis itu terhentak cepat, menandakan ia tak sabar lagi ingin segera bertemu dengan baginda dan permaisuri di kamarnya. 

"Marta, tunggu dulu!" Bibi menangkap lengan Marta yang lantas berbalik cepat. Reflek ingin menangkis tangan penyusul, dan membuat bibi tercengang. Tercipta rasa takut seketika. 

"Oh, Bibi? Maaf, saya kira tadi siapa," Ucap gadis itu menata nafasnya. Sementara ia khawatir melihat raut wajah Bibi yang masih risau dengan sikapnya barusan. 

"Apa kau tidak seperti kami, pelayan dengan latar belakang orang desa pada umumnya?" Tanya Bibi penasaran, wanita itu memindai penampilan Marta dari bawah ke atas. Dan berhenti kembali segaris pada tatapan netranya. 

"Maksud Bibi bagaimana?" Marta ikut bertanya, menutupi kebenaran yang mungkin saja membuat Bibi mulai curiga. 

"Ah, maksudku, apa kau punya ilmu bela diri? Seperti para pendekar di dunia persilatan itu?" Tatapan Bibi kembali menyelidik, Marta terkekeh geli sambil menepuk-nepuk pundak kepala pelayannya. 

"Bibi ini aneh sekali. Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa saya terlihat seperti pendekar? Kalau memang saya ini seorang pendekar, untuk apa juga bermanis-manis menjadi pelayan istana, bukankah lebih baik berkelana di alam bebas?"  Marta menjelaskan, Bibi terangguk membenarkan. 

"Tapi, keberanian dan sikapmu yang selalu reflek itu .... "

"Yang seperti pendekar, maksud Bibi? Memangnya hanya mereka saja yang boleh berani? Memangnya gadis desa seperti kami tidak boleh berani?" Tak lagi menjawab, Bibi tertegun mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur tanpa beban dari bibir merah muda alami itu. 

"Jadi, kenapa tadi Bibi menyusul saya?" Tanya Marta setelah keduanya terdiam beberapa detik. 

"Ah, itu. Ayo, aku akan antarkan kau ke kamar baginda." Bibi berlalu, melangkah lebih dulu. Marta mengedikkan bahu, ikut melangkah menyusul Bibi. 

Biar bagaimanapun, ia masih pegawai baru yang kemanapun perlu diberikan contoh oleh atasan. Maka ia menurut saja ketika Bibi mengantarkan hingga ke depan kamar sang raja. Berbicara santun penuh tata krama pada kedua penjaga di depan pintu. 

Di sini Marta baru menyadari, bahwa aturan tatakrama di istana ini sangatlah kental. Ia tadi mungkin tak akan menggunakan aturan itu ketika datang sendiri tanpa diantarkan Bibi. Ia tersenyum tipis, saat melihat salah satu penjaga kembali dari dalam dan membukakan pintu untuk mereka. 

"Silahkan masuk, Baginda telah menunggu kalian."

"Terimakasih."  Bibi menggandeng tangan Marta, membawanya masuk. Keduanya membungkukkan badan saat tiba tak jauh dari pemilik kamar yang sedang bersiap untuk makan pagi. 

"Oh, Marta. Kau sudah di sini rupanya?" Baginda memberi jalan untuk pelayannya masuk. 

" Oh, Bibi? Kemarilah," Ucap permaisuri dengan suaranya yang lemah lembut keibuan. Kontras sekali dengan suaminya yang berambisi jadi orang nomor satu selamanya. 

Bibi mengajak Marta mendekat, berdiri di belakang permaisuri dengan wajah menunduk. 

"Dia yang akan bertugas di sini sekarang?" Tanya permaisuri lagi, mungkin telah diberitahu oleh suaminya. 

"Benar, permaisuri. Dia pegawai baru," Jawab Bibi yang sejak tadi tak pernah berani mengangkat wajah, membuat Marta mengikuti dengan hati penuh tanya. 

Ia yang menyimpan hasrat dendam, bisakah setiap saat menunduk patuh pada dua orang itu? Sementara dalam hatinya telah tersusun rencana rapi, yang tinggal menunggu waktu tepat untuk melancarkan. 

"Cantik," Ucap permaisuri memandangi pegawai baru di depannya. Senyum hangatnya terpancar Indah pagi ini. 

"Sepertinya saya telah melihatnya?" 

"Benar, permaisuri. Marta tadi malam melayani baginda di meja makan," Terang Bibi Ratih, membuat sang permaisuri terangguk, masih dengan senyuman tak hilang menghias wajah cantiknya. 

"Siapa namamu, gadis cantik?" Permaisuri mendekat, menatap Marta dengan seksama. Ternyata, tak hanya Baginda yang tertarik padanya, sang permaisuri pun lebih dari itu. 

"Saya Marta, permaisuri."

"Oh, nama yang cantik. Secantik orangnya. Ibumu pasti juga wanita cantik sepertimu," Ucap permaisuri. Tak perlu menjawab, Marta hanya mengangguk takzim. 

"Baiklah." Suara baginda mengambil alih, mendekat dengan tangan merengkuh pundak sang istri. "Sudah cukup kenalannya? Mulai sekarang, tempat kerjamu di sini. Dari pagi hingga menjelang permaisuri tidur."

"Baik, Baginda."

"Bibi, kau boleh keluar dan menata barang milik Marta untuk dipindahkan."

"Baik, Baginda."

Marta membelalak tak mengerti. Namun, saat ia belum sempat bertanya, Baginda dan permaisuri telah keluar dengan disusul Bibi di belakang. Yang membuat Marta bertanya-tanya adalah, kenapa kata baginda tadi barang miliknya harus dipindah? Memang mau dipindahkan kemana? Sementara ia telah cocok dengan kamar paling belakang itu. 

Di kamar luas nan mewah ini, Marta duduk tertegun, tanpa tau harus berbuat apa. Telah beberapa menit ia ditinggal di sini seorang diri, dan mungkin harus menunggu hingga mereka kembali ke sini. Sementara dirinya belum sempat makan pagi. 

Bibi Ratih pun tadi diam saja, tak mengajaknya makan terlebih dahulu. Jika seperti ini, ia hanya bisa mondar-mandir menunggu permaisuri kembali dari tempat makan. 

Satu jam berlalu, akhirnya yang ditunggu muncul juga. Permaisuri datang dengan sang raja, yang tak lama pria itu berpamitan lagi. 

"Marta,"  Panggil wanita cantik itu pada pelayan barunya yang terlihat masih bingung di sini. 

"Bagaimana, kau betah tinggal di sini?" Tanya permaisuri, Marta heran saja, sedekat itukah ia dengan pelayan pribadinya? 

"Mudah-mudahan betah, permaisuri."

"Semoga betah, dan supaya makin betah, ayo temani saya jalan-jalan keluar," Ajak wanita cantik itu, Marta yang menganggap ini keberuntungan, tak akan menyia-nyiakannya. 

Tentu saja ia bersedia dengan suka hati. Baru sehari semalam berada di dalam istana ini, rasanya seperti berbulan-bulan terkurung dalam rumah. Ia tak ubahnya seperti gadis pingitan yang tak pernah tau keadaan di luar istana. 

Ia saat ini mengikuti langkah permaisuri di halaman samping yang tak kalah luas dari yang ia lihat di belakang kamar. Di sana terdapat puluhan prajurit sedang berlatih.Terlihat diantara mereka ada seorang panglima sedang mengawasi proses latihan itu, dengan sesekali memberikan pengarahan tegas. 

Sementara permaisuri sibuk memetik bunga bermekaran di sana, Marta malah lebih tertarik pada proses latihan di ujung halaman. Jiwa pendekarnya memang tak lebih suka dengan kehidupan seperti putri istana. 

Saat menyadari panglima tadi menatap kearahnya, dengan tersenyum yang entah apa artinya, ia segera memalingkan wajah. Orang dengan kehidupan penuh olah tubuh itu pasti mampu merasakan, mana yang berjiwa tangguh dan mana yang tidak. 

Demi menghilangkan kesan tangguh itu, Marta segera menyusul sang permaisuri memetik bunga. Ia tak menyadari panglima tadi masih menatap aneh ke arahnya. 

"Apa yang kau lihat di sana?" Tanya sang teman dari panglima tadi, saat mengikuti arah matanya, yang bertanya itu lantas tersenyum geli. "Kau melihat pelayan cantik yang sedang bersama permaisuri?"

"Yah, dan bukan hanya cantiknya yang membuat menarik."

"Lalu?"

"Dia tadi mengamati tempat ini, seperti tertarik dengan proses latihan para prajurit."

"Memangnya kenapa kalau dia tertarik?"

"Memangnya kenapa? Siapa tau saja memang dia bukan pelayan biasa."

"Maksudmu?"

***

Bab terkait

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Curiga

    "Dia tadi mengamati tempat ini, seperti tertarik dengan proses latihan para prajurit.""Memangnya kenapa kalau dia tertarik?""Memangnya kenapa? Siapa tau saja memang dia bukan pelayan biasa.""Maksudmu?" Sang teman bertanya heran, mungkin belum paham tentang maksud panglima yang hingga kini masih menatap sosok pelayan. "Semoga saja ini hanya pikiranku sendiri." Panglima menggeleng. Pria itu sebenarnya curiga, tetapi belum berani untuk menyimpulkan apapun. "Kau curiga padanya?""Yah, tapi aku belum mendapatkan kepastian. Biar aku nanti bicara langsung dengan baginda. Mengusulkan padanya agar pelayan pribadi ditambah.""Ah, kau ini ada-ada saja. Masa menaruh curiga dengan seorang pelayan perempuan. Kalau dia memang bukan pelayan biasa, apa maksudnya pula? Benar, kan?" Yang satu menimpali. Panglima mengangguk membenarkan. "Kau benar. Tetapi jangan salah, posisi seperti baginda dan permaisuri itu banyak yang menginginkan. Banyak pula orang-orang di luar sana yang iri dengan mereka.""

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Kesedihan Sang Raja

    "Apa mungkin rombongan pemberontak itu mengirimkan mata-mata dan membunuh istri saya?" Gumam Baginda hanya dengan menatap nanar hidangan di atas meja. "Apa Baginda tidak menaruh curiga pada salah satu orang dalam istana ini?" Panglima angkat bicara, membuat semua yang duduk di depan meja itu mendongak heran. Pun dengan Marta yang duduk tak jauh dari mereka. "Curiga? Apa maksudmu, panglima?" Tanya Baginda tentu saja, lelah dengan tugas sebagai petinggi negara, pria berumur itu mungkin tak sempat menaruh rasa curiga pada siapapun dalam istana. Yang ada dalam benaknya selama ini adalah rumor tentang sisa rombongan pemberontak waktu itu, kini masih bertahan dan semakin menghimpun kekuatan. Negeri ini sedang dalam ancaman, itulah yang selama ini Baginda pikirkan. Tak hanya Baginda yang menaruh heran pada pertanyaan Panglima tadi, tetapi semua yang ada di tempat itu. Mereka menatap penuh tanya. Sementara Panglima menggeleng samar, dalam hati pun ikut meredam rasa curiga tanpa dasar i

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Panglima Yang Selalu Berburuk Sangka

    Bahkan menunggui saat Marta meracik teh pesanan baginda. "Ada apa, Panglima? Apa anda memesan teh juga?" Tanya Marta berniat mencairkan suasana. Namun pria itu memberikan jawab menusuk. "Aku hanya sedang memastikan, kau tak memberikan sesuatu pada minuman itu.""Ah, panglima ini. Ada-ada saja," Ucap Marta mengerling genit yang dibuat-buat. Ia bahkan hendak menyentuh lengan berotot panglima yang tercetak dari balik baju panjang. Namun, saat belum tiba tangan itu, panglima telah menyingkir sambil mendengus kesal. "Kau ini licik, juga pandai merayu laki-laki!" Desis pria itu menatap jijik. Bukannya tak nyaman dengan kalimat ketus itu, Marta justru terkekeh tak habis pikir. Dalam hatinya mengatakan, pandai juga orang ini membaca gerak-gerik orang lain. "Benarkan, coba Anda pikirkan. Kalau aku yang bertindak atas semua ini, apa tujuanku, hm? Seorang gadis Desa yang tak punya apapun dan dukungan dari manapun di tempat ini.""Lagipula, kenapa anda curiga sekali padaku? Apa anda punya bukt

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Bagas

    Setelah melayani sang Raja sejak sore tadi, kini saatnya Marta duduk seorang diri di teras belakang. Menikmati semilir angin malam, yang kadang mengharuskannya memeluk diri. "Kau sendirian saja di sini?" Seseorang bertanya, membuat Marta menoleh kaget. Apalagi saat menemukan sosok berdiri tegak di depan dengan jarak beberapa meter, seorang pria yang menolongnya pagi itu di pasar. "Kau, di sini?" Gumamnya seraya bangkit dari duduk, ia mengerjap saat pria yang katanya memiliki nama bagas itu mendekat. "Kenapa bisa di sini?" Belum mendapatkan jawaban, Marta mencecar pria itu karena rasa penasarannya. "Ceritanya panjang," Ucap bagas menyusul Marta duduk di sebelahnya. Pria berwajah tampan itu terlihat semakin rupawan saat berbicara sambil tersenyum. "Tapi yang jelas, saat ini aku juga mendapatkan pekerjaan di sini. Jadi, kita bisa bisa bertemu setiap hari." Bagas mengerling nakal, sementara Marta menyipit heran. Ia berdecak, tetapi rasa penasaran mendorongnya kembali bertanya. "Kau be

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Pernyataan Bagas

    "Aman, kan? Silahkan diminum." Marta berseru, tetapi pria tadi malah membalikkan badan dan pergi sambil menggerutu. Meninggalkan gadis pelayan yang kemudian mengedikkan bahu tak peduli, kejab kemudian Marta tersenyum geli. Baru menyadari kesalahan kecil yang ia lakukan pada Panglima tadi. Memang siapa yang tak langsung melarikan diri setelah diberikan minuman sisa? Ia mengikik sendiri, membawa gelas itu berjalan melewati pintu dapur. Langkahnya pelan, seperti sedang memberikan keseimbangan badan badan agar gelas yang ia bawa isinya tidak beriak. Saat melangkah keluar pintu, Marta dibuat kaget oleh sosok yang ternyata masih menungguinya di pinggiran pintu sebelah luar. Saking kagetnya, ia nyaris menjatuhkan gelas di tangan. Untungnya, sosok itu segera membantunya memegangi gelas. Marta tersenyum nyengir. "Panglima masih di sini?" Gumam gadis itu yang tak lantas dijawab oleh panglima, melainkan hanya dengusan kecil dengan wajah berpaling, dan tangan menjauh dari gelas Marta. Namun d

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Baginda Merasa Terancam

    "Tidak apa. Apa kau punya masalah dengan orang itu?" Tanya Bagas, Marta hanya menggeleng. "Sepertinya, dia juga menyukaimu.""Hah?" Pria yang mengaku sebagai Bagaskara itu terkekeh melihat respon Marta. Sementara gadis itu memang merasakan hal aneh dari Panglima yang sejak awal sering membuntuti. "Kenapa kaget?" Tanya bagas memicing, menemukan sepasang mata indah yang saat ini diarahkan ke lantai. Gadis itu hanya menggeleng dengan senyuman tipis. "Maaf, tuan Bagas. Saya harus segera menemui Baginda," Marta berpamitan, dan ia berlalu cepat, bahkan sebelum Bagas menjawabnya. Marta tergesa-gesa menemui Baginda di kamar, karena biasanya ia yang akan menyiapkan keperluan Raja itu sebelum makan pagi. Namun, karena lagi ini ia begitu lama di belakang, sang raja telah tak ada di kamarnya. "Baginda telah pergi? Ini pasti karena dua orang pria yang dengan sengaja memperlambat pekerjaanku," Rutuknya tak habis pikir. Biar saja jika mereka mengatakan suka padanya. Toh ke tempat ini, ia tak be

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Jatuh Tempo

    "Kalau kau, asalmu sebenarnya dari mana?" Tanya Baginda kemudian. "Saya sebenarnya dari wilayah dekat sungai itu, Baginda.""Apa?" Mendengar jawaban Marta barusan, entah kenapa Baginda terhenyak. Dan entah kenapa Marta harus mengatakan yang sebenarnya sekarang. "Jadi, kau tau tentang kelompok pemberontak itu?" Baginda menatap serius ke arah Marta, gadis itu sempat kaget menerima tatapan tak biasa. Bukan hanya tau, Baginda. Tapi saya termasuk salah satu korban pembantaian untuk para pemberontak itu. Tegas Marta, sayangnya hanya bisa ia katakan dalam hati saja untuk saat ini. "Saya memang pernah mendengar, Baginda. Karena masih kecil, jadi saya waktu itu belum paham tentang pemberontak. Bahkan, hingga kini pun kakek saya tidak pernah menceritakan tentang pemberontak itu," Jawab Marta, tatapannya pun serius ke arah Baginda, agar pria tua itu percaya. Suasana kembali hening meliputi, Baginda menyesap teh dengan tatapan menerawang ke atas sana. Pada bintang yang seakan kedinginan, ber

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Pangeran Mahendra

    "Aku memang belum mendapatkan jawaban." Marta kembali bersuara. "Kau harus menjawab sekarang juga!""Pangeran." Sebuah suara mengejutkan keduanya. Mereka menoleh, menemukan sosok panglima berdiri di sana, menatap tak suka.Dalam hal ini, Marta yang paling kaget? Sebutan pangeran yang diucapkan panglima tadi, tertuju pada siapa? Batinnya bertanya, diiringi tatapan mengarah ke depan dan belakangnya. "Pangeran?" Gumam gadis itu, menatap panglima dan bagas secara bergantian. Sementara bagas hanya menghela nafas saja, berjalan melewati Marta, mendekati Panglima."Ada apa?" Suara tegas keluar dari pria tampan yang disebut Pangeran itu. Di sini, Marta masih memicing tak mengerti. "Maaf, telah mengganggu waktu Pangeran. Tapi, Baginda memanggil Anda," Ucap Panglima itu dengan punggung membungkuk menaruh hormat. Bagas masih belum menjawab, ia hanya menoleh Marta sekilas, lalu mengangguk ke arah pria di depannya. "Baiklah." Bagas pergi tanpa ada penjelasan apapun lagi pada Marta. Di tempat

Bab terbaru

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Akan Menikah

    Ia kini dihadapkan kembali dengan persiapan serangan yang lebih dari sebelumnya. Namun, sebelum itu, Tiba-tiba ada sosok lain yang datang membantu. Melemparkan satu tendangan dan membuat mereka bertiga langsung terjatuh bersamaan. Sosok itu beberapa detik masih berdiri membelakangi Marta, hingga ia tak bisa melihat siapa. Apalagi di malam gelap seperti ini. Ia hanya bisa melihat, bahwa tiga orang jahat tadi saling menarik satu sama lain.Mereka berlari tunggang-langgang, meninggalkan Marta tercengang seorang diri. Dalam kepalanya mulai disinggahi rasa khawatir akan sosok yang tak juga membalikkan badan. Ia perlahan mendekat, dan semakin diamati, postur badan itu seperti tidak asing. Namun Marta tak berani menyimpulkan terlalu cepat. "Terimakasih, tuan. Telah membantu saya," Ucapnya pada sosok pria yang masih menyembunyikan wajah. Marta bisa melihat sosok itu, dari ujung kaki hingga ujung kepala yang mengenakan topi bambu. Pria itu, perlahan membalikkan badan. Marta tercengang. Tak

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Malam Dingin

    "Memang, apa kau tidak ingin terbuka dengan orang lain? Jangan hanya menutup diri seperti kemarin." Gading tak segera menjawab, pria itu malah menatapnya lekat-lekat, dengan pandangan yang tak bisa dimengerti."Kalau aku membuka hati, apa kau mau menerimanya?" Marta tercengang, baru menyadari bahwa pertanyaan tadi telah menjebak dirinya sendiri.Tak tau harus menjawab apa, kini Marta hanya menahan nafas dengan mengalihkan pandangannya. "Jadi bagaimana, Marta?" Tanya gading lagi, sebab belum mendapatkan jawaban. Sementara sang gadis seperti tak paham bahwa yang diajak bicara sangat mengharapkan jawaban."Aku, aku tidak paham dengan arah pembicaraanmu, Gading. Sebenarnya bagaimana?" Untuk lebih jelasnya, ia memang membutuhkan itu."Apa kau tidak paham juga, Marta? Saat ini aku sangat membutuhkan seorang teman yang bisa membuat hatiku kembali hidup seperti dulu." Marta belum berani menyahut, sebab dari sinipun sebenarnya ia telah mengerti."Tolong berikan hatimu padaku, Marta." Tiba-tiba

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Meluluhkan Gading

    Keduanya berhenti akibat berpapasan dengan pohon besar, dengan posisi Marta berada di bawah badan Gading yang sama-sama membelalak kaget.Satu detik, dua detik. Marta bisa merasakan detak jantung Gading yang memacu cepat. Secepat pria itu membawanya berlari tadi. Setelah beberapa saat lamanya saling menatap, dan mengagumi dalam hati, Gading tersadar."Maaf." Pria itu spontan berdiri, tanpa menghiraukan Marta yang kepayahan menegakkan badan akibat tertindih olehnya.Dan sesaat setelah ia berhasil berdiri di depan Gading, Marta membelalak. Tak jauh di belakang pria itu, kucing besar tadi menyusul. Ia langsung menghunus anak panah di punggung gading, dan melemparkan tanpa perhitungan.Namun, ketika Gading menoleh, hewan itu telah menggelepar kesakitan. Tak lama, nafas terakhirnya pun menghembus panjang, kemudian badannya tak bergerak lagi."Dia ... Kau, membunuhnya?" Gading bergumam, wajahnya setengah tak percaya."Dia sangat berbahaya. Jadi biarkan saja mati," Jawab Marta berlalu dari h

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Berburu Dengan Gading

    Hanya Marta sesekali melirik, memperhatikan tangan kekar itu. Yang ternyata begitu telaten membersihkan kelinci, hingga memotong-motongnya menjadi beberapa bagian kecil yang siap dimasak. "Ambilkan panci itu." Suara gading terdengar, dan Marta sengaja acuh. Tetap fokus dengan sayuran di kedua tangannya. Dalam hati ingin melihat, bagaimana reaksi pria itu jika diperlakukan demikian. "Kau dengar, tidak?""Aku?" Marta malah bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Sementara yang tadi bertanya itu, kini berdecak kesal. "Mau menantang, kau rupanya?" Entah apa yang akan dilakukan, tangan Gading mendekati kepala Marta, dan tanpa ia sadari tiba-tiba lengannya terhempas kasar. Pria itu mendongak kaget, tak menyangka Marta gadis ini memiliki kecepatan luar biasa. Bahkan di saat ia belum sempat mengedipkan mata. Penasaran, gading kembali menggerakkan tangan, dan tangkisan Marta lebih tegas dari sebelumnya. Ia kini membelalak, apalagi melihat gadis cantik itu berdiri. Menatapnya dengan senyu

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Teman Untuk Gading

    "Siapa suruh tidak makan," Celetuk Gading benar-benar membuat hati sakit. Andai saja kondisinya sehat, akan ia semprot dengan kalimat serupa. Dasar! Marta kini hanya bisa mengumpat dalam hati.Hanya ada sisa nasi beberapa butir, karena perut yang tak bisa lagi diajak bersabar, ia jumput nasi itu, dan makan. Aktifitas itu, sebenarnya tak luput dari pandangan aneh gading yang tak bisa dideskripsikan.Pria itu, sebenarnya sempat tertegun melihat sosok di depannya. Namun, tak ingin terlalu lama, Gading membuang wajah ke arah pintu.Sementara di sana, Marta tak menyadari. Setelah minum air dingin beberapa teguk, ia akan kembali ke kamar. Dengan langkah gontainya tadi, ia kadang jadi kehilangan keseimbangan, yang menyebabkan badannya oleng. Hampir ambruk, tetapi untung ia segera bisa membenahi posisi.Akan semakin kesal pria itu, jika ia harus merepotkan. Marta kembali ke kamar dan merebah lelah.Di luar kamar itu, gading mungkin penasaran tentang apa yang terjadi pada tamu perempuannya. Ia

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Demam

    Marta kesal, ia lemparkan daging tadi ke sebelah Gading yang kemudian mendongak kaget. "Dasar, manusia batu!" Umpat Marta berlari ke kamarnya. Sementara pria yang dikatakan manusia batu itu hanya melirik ke arah pintu yang masih bergerak akibat ditutup keras. Setelahnya, gading mengalihkan sorot mata pada beberapa tusuk daging, yang mungkin memang sengaja diperuntukkan baginya. Ia ambil tusukan mirip sate itu, menghirupnya sekilas dan menarik satu potong paling ujung menggunakan giginya. Gading menikmati, ia bergumam dalam hati, ternyata, gadis yang baginya cerewet itu pintar memasak. Gading membaringkan badan setelah menghabiskan semua sate tadi, dan membiarkan tusuknya tetap berserakan di samping badan. Bahkan hingga pagi, hingga Marta terbangun oleh hawa dingin tak biasa. Gadis itu mendekati tungku dan menyalakannya, di saat semua orang di rumah ini belum terdengar bangun. Marta memilih menghangatkan badannya di depan tungku. "Wah, wah. Kau rupanya sudah bangun, ya?" Suara Ibu

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Manusia Batu

    "Makanan masih ada, Gading.""Pasti perempuan tak diundang ini, yang telah menghabiskannya!" Mendengar suara sengit, Marta mendongak kesal."Maaf, tuan gading. Makanan masih ada. Jika anda belum kenyang dengan nasi ini, nanti akan saya buatkan untuk Anda," Marta menyahut. Gading tak menjawab, hanya mendengus kesal sambil menarik kasar bakul nasi yang berada di depan Marta.Dalam bakul itu, memang hanya tinggal seporsi nasi, dan pas untuk satu orang saja. Mungkin, bagi Gading yang baru saja pulang dari berburu, porsi itu masih kurang.Orang tua gading tak ikut bersuara, sebab mereka sibuk menyiapkan entah. Hanya saja si ibu kemudian duduk di dekat anaknya, dan bertanya. "Gading. Nanti, kau tidur di sini, ya. Biar Marta yang tidur di kamarmu.""Apa? Enak saja. Sudah numpang, masih mengganggu kamarku? Tidak, bu. Aku tidak mau!" Gading menjawab sengit. Nampaknya, pemuda itu memang angkuh dan egois. Terlihat sekali bahwa sosok itu susah diajak bekerjasama."Bu, tidak apa-apa. Biar saya yan

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Bertemu Orang Baik

    Bagas berhenti, menyandarkan punggung di tembok sambil memegangi keningnya. "Tuan bagas. Anda baik-baik saja?" Suara Bibi mendekat. Ia mengangguk lemah, ini pasti akibar dari perutnya yang kosong sejak pagi."Tidak apa-apa, Bibi. Aku hanya lapar," Jawabnya."Ya ampun, tuan. Kenapa tidak makan dulu, mari saya antar ke tempat makan." Bagas menurut, mengikuti langkah wanita itu di belakangnya.Hingga tiba di tempat biasa bagas makan bersama baginda, Mahesa dan semua penduduk istana. Kini, Bagas duduk di depan meja yang di atasnya terdapat banyak sekali menu makanan lezat.Ia membiarkan beberapa pelayan mengisi piring dan gelasnya, lalu memintanya makan seperti biasa. Namun, ada yang tak biasa sore ini. Bagas enggan makan, meski rasa perut keroncongan sejak tadi.Suasana sunyi, terasa lebih mencekam, apalagi di hatinya kehilangan dua orang sekaligus. Bukan segera makan, ia hanya memainkan nasi dengan jemarinya.Marta, nama itu masih berputar cepat dalam ingatan. Meski rasa benci, memaksan

  • Srikandi Antara Dendam Dan Cinta   Semua Terungkap

    Kini, ia kembali ke istana. Dan menghembus berat saat melihat semua orang istana berkumpul di tempat yang sama. Hatinya menyimpulkan sesuatu yang buruk tentang Baginda. Ia berlari mendekati Mahesa yang berada di pinggir, pria yang tersedu-sedu, dengan sesekali menyeka air mata. "Pangeran?" Teriaknya, menyentuh bahu sang Kakak yang kemudian menatap tajam. "Kemana saja kau?" Tanya Mahesa kesal, "lihatlah, Wyah kita telah tiada."Tak menjawab, Bagas menoleh ke arah yang ditunjukkan Mahesa. Nafasnya kemudian memberat. "Siapa yang telah melakukan semua ini, Bagas?" Pertanyaan yang tak mungkin ia jawab. Bagas malah menjauhi, berjalan mendekati jenazah Baginda yang telah selesai dimandikan. "Hey!" Mahesa menyusul, menyentuh kasar pundak Bagas yang mengabaikan pertanyaaia nnya. Ia menoleh, menatap lembut wajah Lakak yang penuh duka. "Kakak, untuk saat ini, kita urus dulu jenazah Ayah, ya. Baru setelah itu, kita bahas kejadiannya. Menurut, Mahesa mengangguk lemah. Menyusul Bagas berjalan m

DMCA.com Protection Status