Home / Pendekar / Srikandi Antara Dendam Dan Cinta / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Srikandi Antara Dendam Dan Cinta: Chapter 41 - Chapter 50

107 Chapters

Tamu Tak Diundang

"Senja itu indah, tapi sayang hanya sebentar. Karena setelahnya akan ditutup dengan kegelapan mengerikan," Bisik Bagas tepat di telinga Marta. Gadis itu lantas mendongak sadar dengan posisinya saat ini. "Aku harap, cintamu padaku tidak seperti senja itu, ya."Ungkapan manis Bagas mungkin membuat Marta merasa tak nyaman. Ia malah tersenyum meringis dengan menjauhkan diri dari belitan tangan sang pria. "Kenapa, kau tidak suka?" Bagas bertanya heran. "Bukan begitu.""Lalu?""Aku risih saja, kita seperti ini.""Lalu bagaimana? Atau, harus bagaimana agar kau tidak risih lagi?" Percakapan berlangsung beberapa menit, hingga bayangan merah di barat sana tersisa sedikit sekali. Dan daerah di sekitar dua orang anak muda itu benar-benar berubah petang. "Sudah petang. Kita pulang saja. Kakek pasti menunggu di rumah," Ajak Marta setengah memaksa, juga mengalihkan pembicaraan yang jadi topik inti sore hari ini. Sementara Bagas, meskipun agak kecewa, ia bisa memaksakan kehendaknya untuk tetap m
Read more

Disekap

Bersamaan dengan itu, muncul lima orang bersenjata lengkap dengan memakai tutup wajah. Langkah dan gerakan mereka sangat cepat, saling melempar tali dan beberapa menit kemudian, dua orang terikat itu dibawa lari kencang menembus kegelapan malam. Tanpa ada yang tau, bahkan sang Kakek sekalipun. Saat ini, Bagas dan Marta masih tak sadarkan diri. Mereka terikat kuat, menjadi satu dengan beradu punggung, dan berada di ruangan pengap seperti penjara. Marta yang tersadar lebih dulu. Ia kaget bukan main saat melihat dirinya yang tak bisa menggerakkan tangan dan kaki. Matanya mengamati sekeliling, hanya ada ruang beberapa meter. Sepi, tak ada siapapun. Matanya kemudian turun ke bawah kaki, ia duduk dengan kedua kaki terikat, di atas jerami kering. "Dimana ini?" Lirihnya, lantas menyadari sesuatu yang tak biasa. Ia terkesiap saat merasakan ada seseorang tak sadar di belakang. Kedua tangan terikat itu yang mampu merasakannya. Mencoba mengingat kejadian sebelum ini, ia membulatkan mata, mend
Read more

Tebusan

"Makanlah, sebelum rajamu menjemput kalian dengan membawakan sejumlah uang dan emas pada kami." Sosok yang semalam mendatangi itu berucap congkak. Bagas membulatkan mata, menyadari ada sesuatu yang diinginkan penculik itu atas Baginda Raja. "Hey, apa maksudmu? Jangan coba-coba memeras Ayahku dengan ancaman macam ini!" Teriak Bagas, tak Terima setelah mengumpulkan maksud para penjahat itu. Namun, bukannya menanggapi, pria bengis itu hanya terkekeh dan membalikkan badan. Hendak meninggalkan tempat ini, tapi belas kasih sedikitpun. "Hey, tunggu!" Bagas kembali berteriak kesal, ia mendengus saat sosok tadi membalikkan badan. Menatap sinis ke arahnya. "Apa lagi, hm?" Tanyanya. "Bagaimana mungkin kami bisa makan dengan tangan terikat seperti ini?" Bagas berdecak, membuat pria tadi mengangkat sebelah alis dengan tersenyum miring. "Oh, iya? Bukannya kau ini memiliki ilmu yang tinggi? Masa iya, tak bisa melepaskan tali-tali sekecil itu?" Jawaban pria jahat sungguh meremehkan. Hal itu memb
Read more

Malaikat Penolong

"Hahaha, Baginda Raja. Yang mulia .... " Sosok jahat itu tersenyum jahat, sambil berpura-pura membungkukkan badannya di depan sang Raja. "Mereka akan aku lepaskan, setelah kau memberi apa yang kami inginkan.""Lepaskan mereka! Aku sudah membawa apa yang kau pesan," Titah Baginda dengan tegas. Di belakang Raja itu, ternyata beberapa pengawal maju membawa beberapa peti yang entah apa isinya. Melihat apa yang diinginkan terwujud, orang jahat tadi tersenyum menyeringai. Bagas dan Marta yang masih terikat itu mengerang lirih, tak bisa menerima begitu saja atas penghinaan terhadap Rajanya. "Hm! Ini belum cukup, yang mulia." Sosok tadi bicara dengan wajah tersenyum licik. Membuat bagas mendongak tak mengerti, mungkin hatinya bertanya. Apalagi yang diinginkan orang ini. "Apa lagi yang kau inginkan?" Tanya Baginda kemudian. "Baginda, tentunya anda tau, kenapa kami jadi pembangkang seperti ini, bukan?" Orang jahat maju mendekati Baginda. Mondar-mandir di depan sang Raja dengan bersedekap t
Read more

Dihadang

Kejab selanjutnya, yang mereka lihat adalah bulu mata putih terlihat dari balik topeng. Serta wajah berkerut halus. "Kakek?""Kakek guru?"Mendengar suara bergumam serentak dari bagas dan Marta, sosok serba putih itu hanya tersenyum sambil mendekati keduanya. Kedua tangan tua itu terulur, merangkul pundak cucu dan muridnya dengan memasang wajah kesal, sekaligus prihatin. "Kakek, maafkan kami," Lirih Marta harus malu, karena telah lama ia menerima pelajaran dari kakek tercinta, tetapi baru begitu saja sudah tak sanggup menghadapi. "Iya, guru. Saya juga minta maaf." Bagas menambahkan. Wajah mereka kini sama-sama memerah, menunduk dengan kedua tangan menyatu di depan dada. "Aku heran pada kalian berdua. Bagaimana bisa, tak menyadari ada orang asing di sekitar kalian, hm?" Kakek kini yang bergumam. Sementara yang ditanya hanya tersenyum nyengir, merasa yang ditanyakan Kakek ada benarnya. "Entahlah, guru. Kami semalam benar-benar tak merasakan ada orang lain di sana," Jawab Bagas tak
Read more

Satu Lawan Sekian

Bagas kemudian dengan sigap menarik badan Marta untuk bersembunyi di belakangnya. Tanpa senjata apapun, ia memasang kuda-kuda, bersiap melawan para penghadang itu. "Mau apalagi, kalian?" Sentak Bagas berputar kesana-kemari, melindungi Marta, karena orang tadi telah mengitari mereka. Tak segera menjawab, rombongan penjahat itu saling tertawa cekikikan. "Yang jelas, ada sesuatu yang kami inginkan," Celetuk salah satu yang mengambil posisi lebih dulu. Mencabut pedang dari sarungnya, membawa maju menyerang bahas. Tak hanya satu orang saja, sebab melihat temannya menyerang, yang lain pun segera menyusul. Selanjutnya, peperangan satu lawan sekian orang berkecamuk di tempat itu. Dengan gerakan bagas yang sigap, cepat, demi melindungi sang gadis kesayangan. Marta sebenarnya tak bisa menahan diri untuk diam saja seperti ini, melihat pengeroyokan itu, jiwa pendekar yang selalu disembunyikan semakin bergejolak. Maka ia berputar, menjauhkan diri dari tangan bagas yang sejak tadi berada di pin
Read more

Makan Siang Bersama Bagas

Tengah hari telah berlalu, saat Marta tiba di tempat pelayan seperti biasa. Di sana, tempat pertama yang hendak ia datangi adalah dapur. Perut melilit perih membuatnya tak ingat akan apapun, selain makanan. Sebab baru tadi pagi ia makan, itupun hanya beberapa suapan menggunakan nasi kering di tempat penyekapan. Dapur itu masih sepi dari pelayan yang lain, sebab biasanya mereka masih beristirahat siang, sebelum nantinya kembali bekerja. Membuat menu makan malam. Beberapa bakul nasi yang ia buka rupanya kosong. Ternyata makan siang orang-orang istana tadi, tak menyisakan apapun selain kekosongan. Marta mendesah kecewa. "Marta, kau di sini juga? Ayo kita makan, aku lapar sekali." Itu suara Bagas, saat Marta menoleh, sosok yang baru datang masih dengan nafas terengah. Sepertinya, ia pun belum masuk ke ruang manapun selain tempat ini. Lagi-lagi Marta harus mendesah, ia memperlihatkan beberapa bakul nasi kosong. "Tidak ada makanan?" Gumamnya, seketika merubah raut wajah menjadi agak mur
Read more

Tujuan Khusus

"Mereka hanya orang sedang mencari pekerjaan, seperti saya dulu. Bi.""Kenapa kau yakin sekali?""Memang kalau bibi tau, siapa mereka?" Pertanyaan bernada kesal dari Marta, masih dijawab dengusan kecil dari Bibi. Namun tak lama, sebab setelahnya, wanita itu menatap serius wajah Marta. "Kita harus berhati-hati dengan orang asing. Apalagi dengan mereka yang tiba-tiba datang ke istana," Tegas Bibi, menanggapi kedatangan dua orang tadi adalah masalah serius. "Bibi curiga dengan mereka?" Gumam Marta ikut menyelidik. "Bukan, tapi kita harus berhati-hati saja.""Nah, kalau tidak curiga, ya sudah. Lagipula kedatangan mereka kemari tadi juga telah mendapat persetujuan dari Pangeran Mahendra kok, Bi."Tak ada jawaban, wanita itu nampak sedang berpikir keras. "Ya sudah," Katanya memutuskan. "Biarkan mereka bekerja di sini.""Di dapur?" Marta menebak, sebab di dapur juga ada beberapa pekerja yang meminta berhenti. "Bukan. Di belakang, jadi tukang bersih-bersih halaman dan kebun," Bibi memutu
Read more

Serangan Di Pagi Hari

"Marta, kami tau. Kau bekerja di sini, sebenarnya memiliki tujuan khusus, kan?" Pertanyaan itu, membuat Marta mendongak tak percaya. Meski di tempat yang minim pencahayaan, ia dapat melihat dengan jelas. Sebuah senyuman seringai muncul dari sosok yang ia lihat, Bara. "Santai, Marta. Kenapa, kau kaget begitu, hm?" Pertanyaan juga terlontar dari Dirga. Marta menoleh ke sebelah kanan, tempat pria itu duduk. Senyum yang sama juga terlihat di wajahnya. "E, aku ... Apa maksud kalian tadi?" Tanya Marta. Tak bisa lagi menyembunyikan wajah gugupnya. Bagaimana tidak, selama ini sekuat tenaga ia simpan siapa ia sesungguhnya. Kenapa tiba-tiba orang asing ini mengetahuinya? "Tidak perlu mengelak begitu. Kami tau siapa kau sebenarnya, apa tujuanmu bekerja di sini. Hanya untuk membalaskan dendammu pada Raja Danar, bukan?""Apa?" Marta tersentak, mengamati sekeliling, khawatir ada orang yang mendengarkan percakapan mereka. Melihat tingkah menggelikan itu, dua orang pria tadi terkekeh. "Memangnya,
Read more

Pegawai Baru Tak Sopan

"Turun, dan hadapi aku," Pinta Bara tersenyum miring, seperti memang berencana untuk melakukan semua ini. "Tidak, nanti ada orang yang tau." "Aku memang berniat membongkar rahasiamu." Ucapan congkak itu membuat Marta terhenyak, secara spontan meluncur turun dari atas dahan pohon. Gadis itu menjejakkan kakinya, tepat di depan wajah Bara. Lalu mencengkeram erat-erat krah baju yang dipakai si pria. "Jangan berani-berani mengancamku, pemberontak tak punya hati!" Desis Marta menghadiahi pukulan kasar ke dada bara. Pria itu bukannya melawan, malah memasrahkan dirinya disertai senyuman licik. Marta mendengus merasa disepelekan, selanjutnya, serangan bertubi ia lancarkan untuk Bara. Pada bagian mana yang saja yang bisa ia jangkau, dan pria itu tetap berdiam diri. Marta memukul hingga tangannya merasa kebas dan lelah. Kemudian mendorong badan bara hingga mundur beberapa langkah. "Dasar, licik!" Desisnya tak bisa menahan amarah. Sementara senyuman mengejek terus saja tersungging menjengk
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status