Home / Urban / Suamiku Jadul / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Suamiku Jadul: Chapter 171 - Chapter 180

528 Chapters

Dukungan Untuk Nia

ParliNia 2Part 6Kedua anakku seperti kompak, mereka terus buat ulah yang tidak masuk akal semenjak kubilang akan berpisah."Mak, jangan pergi lah, Mak, mamak kan kepala desa, kalau ada yang minta tanda tangan bagaimana?" kata Butet pagi itu. Saat itu aku mulai menyusun pakaian. Aku akan berangkat pagi itu. Mobil travel telah kupesan."Kamu belum ngerti, Tet, nanti kamu akan ngerti juga, soal tanda tangan, ada sekdes," kataku kemudian."Aku akan hidup tanpa Ibu, akhirnya nanti jadi anak nakal, berakhir di penjara," kata Butet."Kau ikut Mamak,""Ayah?""Kita tinggalkan,"Tapi aku sayang Ayah,""Ya, udah sama ayah saja dulu,""Mamak gak sayang aku," "Bukan begitu, Butet, seumur hidup itu terlalu lama, nanti setelah kau dewasa kau akan paham,""Tidak, aku tak akan pernah paham," kata Butet seraya masuk kamar.Anak gadisku itu menangis, entah dia sengaja menangis dengan keras aku tak tahu, akan tetapi tangisannya sampai terdengar ke luar rumah.Kutemui Ucok yang sedari tadi tidak mau b
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

Batu Berukir Nama Mantan

ParliNia 2Part 6"Kami tunggu konfirmasinya, Bu, jika bisa hadir, silahkan hubungi ke nomor ini, katanya lagi dari seberang.Akhirnya aku katakan berpikir dulu, karena senin yang dia maksud berarti enam hari lagi."Kita menang keluarga teladan tingkat kabupaten," kataku setelah selesai bertelepon."Wah, alhamdulillah, akhirnya terpilih juga," kata Bang Parlin."Abang yang daftar?" tanyaku penuh selidik."Bukan daftar, Dek, mereka datang survey," kata Bang Parlin."Tentu karena didaftarkan makanya mereka datang," kataku kemudian."Ah, terserah Adek lah, curigaan terus, memangnya jika benar pun kudaftarkan apa salahnya, ada hadiahnya lo, hadiahnya nanti mau kusumbangkan ke mesjid," kata Bang Parlin."Keluarga teladan?" kataku lagi.Miris memang, dilihat dari luar kami memang terlihat Keluarga bahagia, hanya dua anak sesuai anjuran pemerintah. Akan tetapi di dalam keluarga kami ibarat api dalam sejam, ada api tersembunyi.Pembicaraan Torkis tadi sempat terhenti, padahal aku masih ingin
last updateLast Updated : 2022-10-13
Read more

Ikut Ayah Atau Mamak, Cok?

ParliNia 2Part 8Di sisi jalan, ada pintu kecil yang menghubungkan dengan jembatan penyeberangan, dulu saat remaja, kami sering melewati ini. Masuk jalan tol lewat sisi jembatan, berbahaya memang."Ayo, Cok, Tet," ajakku sekali lagi, tapi dua anakku itu tetap tidak mau turun dari mobil. "Ok, aku pergi sendiri," kataku akhirnya."Cok, sana jaga mamak kau, nanti diculik orang pula," perintah Bang Parlin.Ucok turun dari mobil, sedangkan Butet tetap tidak mau turun, dia justru tetap memilih bersama ayahnya. Aku dan ucok lalu menyelinap ke jembatan penyeberangan, lalu keluar ke jalan, segera kupanggil becak, kami pun jalan.Akan tetapi aku tidak tahu mau pergi ke mana, jika ke rumah kami pasti akan bertemu Bang Parlin, sementara aku masih belum mau bertemu dia. Akhirnya kutelepon Rapi."Rapet, aku mau datang ke rumah kau ini," kataku langsung saja."Apa, Niyet, gak salah dengar aku ini?" jawab Rapi."Tidak, aku mau datang, terus aku lapar, tolong masak Indomie," kataku lagi. "Assiap,
last updateLast Updated : 2022-10-15
Read more

Kabur

ParliNia 2Part 9Ucok masih lima belas tahun, akan tetapi dia seperti bicara layaknya pria dewasa saja. Pemikirannya memang lebih dewasa dari usianya. Akan tetapi Ucok seperti tidak paham yang terjadi denganku. Ataukah karena dia tidak tahu semuanya. Sudah bisakah anakku ini jadi teman curhat?"Cok, mamak mau cerita," kataku kemudian."Iya, Mak, keluarkan semua yang di hati mamak, aku siap jadi pendengar yang baik, aku tahu mamak butuh teman curhat," kata Ucok. Lagi-lagi aku takjub dengan anakku ini. Akhirnya aku utarakan semua."Kau tahu, Cok, pertama nikah sama ayahmu, sebelum kalian lahir, pikirannya terus ke Rara rambutnya gobel juga karena Rara, dia baik juga karena Rara, saat itu mamak masih bisa maklum, mungkin Rara memang banyak jasanya pada ayahmu." Aku menarik napas panjang, sesak rasanya untuk bercerita."Yang membuat mamak sakit hati, Ayahmu diam-diam teleponan sama Rara, pergi jenguk Rara gak bilang-bilang, bahkan mau calon dewan pun karena Rara, sampai ayahmu mau dono
last updateLast Updated : 2022-10-17
Read more

Pertarungan Guru Dan Murid

ParliNia 2Part 10"Tet, mamak belum bisa pulang, baik-baik Butet ya, jangan nakal, jangan pecat ayahmu," kataku kemudian.Butet justru makin menangis, "Gak mau, pulanglah, Mak, lihat itu ayah sudah nangis lagi, kasihan ayah, Mak," kata Butet.Ah, ternyata dia hanya kasihan lihat ayahnya. "Oh, berarti Butet gak sayang mamak, ya?" Aku coba memancing."Sayanglah, Mak, justru karena sayang ayah mau kupecat jadi orang tua,""Hahaha," tawaku pecah juga, perkataan anakku ini kadang memang di luar perkiraan."Mamak pun kalau gak pulang juga kupecat jadi orang tua," kata Butet lagi, membuat tawaku terhenti."Udah, Tet, mamak mau healing dulu," kataku akhirnya."Tapi mamak sakit perut,""Sudah baikan, tunggu, dari mana kamu tahu mamak sakit perut, ayahmu bilang ya?""Mamak lucu, tapi mamak sendiri yang bilang tadi, kau buat aku sakit perut gitu," "Oh, ya,""Makanya, Mak, cepat pulang, baru dua hari mamak pergi dah linglung," kata Butet."Iya, Tet, mamak healing dulu ya,""Ya, Mak, aku sayan
last updateLast Updated : 2022-10-18
Read more

Cinta Mati

ParliNia 2Part 11Guru dan murid itu menghentikan perkelahian mereka. Aku sudah berdiri di antara mereka seraya mengangkat dua tangan. "Ada apa dengan kalian?" kataku kemudian."Murid durhaka!" teriak Bang Parlin seraya menunjuk Torkis."Guru yang zalim," balas Torkis."Kau murid durhaka, kuajari kau semua, malah melawan, tapi aku bangga padamu, Torkis, mau melawan kejahatan biarpun dilakukan oleh guru sendiri, semoga makin banyak orang seperti kau," kata Bang Parlin, seraya menepuk pundak Torkis.Dua pria kekar itu lalu berpelukan. Ah, sebel juga, mereka tadi sudah marah-marahan, adu mulut dan adu jotos, kini sudah berpelukan."Terima kasih sudah jaga Bu Nia," kata Bang Parlin lagi."Iya, Pak, jika kudengar Bu Nia disakiti, aku akan bertindak, awas saja, Pak," kata Torkis."Iya, itu yang membuat aku salut padamu, kau bisa melawan guru zalim," kata Bang Parlin."Sebentar-sebentar," potongku kemudian."Iya, Dek,""Jadi Abang sudah ngaku zalim?" tanyaku kemudian."Ummm, itu, oh, apa
last updateLast Updated : 2022-10-19
Read more

Sawah Yang Kering

ParliNiaPart 12Sepanjang perjalanan pulang, aku lebih banyak diam, Bang Parlin juga lebih fokus ke jalanan. Butet justru yang banyak bicara."Ma, kata ayah hari Senin ini kita mau terima penghargaan dari bupati," kata Butet."Iya," jawabku singkat saja."Kita keluarga teladan," kata Butet lagi."Iya, keluarga teladan yang berantam," Ucok ikut bicara."Memang ada keluarga yang tidak pernah ribut?" tanya Bang Parlin."Ada, Bang Torkis, mereka yang pantas dapat penghargaan itu," kata Ucok."Ah, kau, Cok, tahu apa, kau masih remaja, biar tau kau ya, Cok, keluarga yang baik itu bukan keluarga yang tak pernah ribut, yang tak pernah bermasalah, tapi keluarga yang jika ada masalah diselesaikan bersama dengan kepala dingin, bukan dengan kabur," kata Bang Parlin.Lah, dia sindir aku, aku lagi malas untuk berdebat, sementara Ucok terus bicara pada ayahnya."Kita memang tak pantas dapat gelar itu," kata Ucok lagi."Heh, Cok, yang nilai itu orang dari BKKBN, mereka punya penilaian sendiri," kata
last updateLast Updated : 2022-10-20
Read more

Balas Budi Pada Mantan

Part 13"Butet, sini dulu mamak bilang," kataku pada Butet seraya memeluk pundak putriku tersebut."Iya, Mak," jawab Butet."Jangan suka nguping pembicaraan orang dewasa, ya, gak boleh itu, Nak," kataku lagi."Aku gak nguping kok, orang mamak aja yang suaranya keras," kilah Butet."Iya, Tet, jika ayah dan mamak bicara, apalagi dalam kamar, gak usah dengarin," kataku lagi. "Iya, Mak, iya, aku pun malasnya dengarnya, bilang ayah jika bicara suaranya pelan, macam bicara di pasar saja kalian, didengar orang, eh, orang yang dengar dituduh nguping," Butet justru mengomel. Tampak sekali anak ini keturunan mamaknya.Lima hari kutinggal, sudah banyak berkas yang harus ditandatangani, akan tetapi karena hari Minggu tak juga kukerjakan, aku justru beberes rumah dibantu Ucok dan Butet."Cok, ayahmu mana?" tanyaku pada Ucok yang lagi sibuk bantu nyapu. Sebenarnya aku sudah tahu Bang Parlin ke kebun, hanya basa-basi dengan Ucok."Ke kebun, Mak," jawab Ucok."Cok, bagaimana menurutmu, kita terima g
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more

Hambar

ParliNiaPart 14Aku yang berdiri di samping Bang Parlin tak tahu harus bagaimana bersikap, haruskah kuutarakan isi hati di depan orang ramai begini?"Manis sekali!" teriak seseorang yang duduk paling depan.Suara gemuruh tepuk tangan justru membuat aku makin sakit hati, dalam acara begini pun nama Rara masih disebut. Pengunjung pun memuji Bang Parlin. Lalu migrofon kembali ke tangan Pak Bupati. "Semua orang punya idola, jika Parlindungan Siregar mengidolakan dokter, saya justru mengidolakan Pak Parlin, dia lelaki hebat yang pernah kukenal," kata Pak Bupati lagi. Tepuk tangan pun kembali bergemuruh."Tahukah kalian, selain guru ngaji, mantan politikus, Pak Parlin ini juga seorang seniman, dia piawai memainkan seruling, dia jago menyanyikan lagu ungut-ungut. Kesenian daerah yang hampir punah, mungkin di dunia ini tinggal tiga lagi yang bisa menyanyikan ungut-ungut tersebut, Pak Parlin ini salah satunya," kata Pak walikota lagi.Bang Parlin yang dulu tidak mau dipuji, kini seperti g
last updateLast Updated : 2022-10-22
Read more

Kejutan Untuk Nia

ParliNiaPart 15Keesokan harinya, Niyet benar-benar dijual, uangnya cukup banyak juga, hampir lima puluh juta."Dek, ini uangnya, kita belikan apa?" tanya Bang Parlin di sore itu."Terserah, Bang," jawabku."Jangan gitulah, Dek, biasanya kau yang selalu punya ide," kata Bang Parlin lagi."Terserah, Bang, bukannya Abang bilang hari itu untuk mesjid" kataku kemudian."Iya, memang, tapi mana tau kau butuh atau punya ide lain," kata Bang Parlin."Gak, Bang," jawabku. Sebenarnya aku kecewa, karena selama ini setiap ada uang yang nganggur, akulah yang pegang, disimpan di rekeningku, akan tetapi kali ini Bang Parlin justru bertanya dibelikan apa. Apa karena uang hasil penjualan sapi pemberian Rara?Hambar, itulah yang terjadi sekarang, semua terasa hambar. Bahkan makan pun rasanya tidak enak lagi. Kerja pun tidak bergairah. Semangat hidupku rasanya sudah turun drastis.Sementara itu tahapan pemilihan kepala desa sudah dimulai, panitia sudah dibentuk. Para panitia ini sudah ikut pendidikan d
last updateLast Updated : 2022-10-23
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
53
DMCA.com Protection Status