Semua Bab Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Bab 251 - Bab 260

341 Bab

Malam Bulan Terang

“Hei!” Antaguna mendekati sang gadis. “Kurasa lebih baik kita sembunyikan mereka terlebih dahulu sebelum naik lebih jauh.” Puti Bungo Satangkai mengangguk saja. Lagi pula, itu sebuah gagasan yang baik. Bila tidak, mungkin orang-orang itu akan ditemukan oleh yang lainnya, yang berarti pula akan sedikit menghalangi langkah keduanya nanti. Tapi Antaguna tak hendak membiarkan sang gadis menyeret-nyeret keenam orang tersebut, dua di antaranya telah menjadi mayat. Jadi, dia sendiri saja yang melakukan semua itu. Menyeret mereka semua ke balik sebuah batu besar, lalu menutupi mereka dengan rumput-rumput kering, juga ranting-ranting dan dedaunan. “Ayo!” Antaguna mengajak sang gadis untuk meneruskan langkah mereka menuju ke lereng timur Gunung Kerinci. Mereka berkelabat laksana hantu di malam hari. Sekejap saja, keduanya telah menghilang ditelan kegelapan. Seakan-akan, tidak pernah terjadi sesuatu di titik yang barusan itu. Sementara di sisi timur lereng Gunung Kerinci, suasana di sekitar
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Hati Batu

“Tapi tidakkah Ayah hendak membalaskan dendam kakakku?” Lunaya bersikeras terhadap sang ayah meskipun dia tahu sang ayah tidak begitu peduli pada putranya itu. Tidak sekarang, tidak pula dulu. “Ludaya darah dagingmu, Ayah. Kita harus membalaskan kematiannya.”“Naya!”Sang gadis tergagap, lalu tertunduk. Bentakan keras sang ayah membuatnya menekan segala amarah dan kekesalan di dalam dadanya. Dan itu ditandai dengan bahunya yang bergetar hebat.“Kenapa kau keras kepala sekali, hah? Apa kau akan mengikuti jejak abangmu itu?”Si Gagak Api membanting tangannya dengan makian kasar yang lebih keras karena sangat kesal. Kesal sebab dia harus naik ke puncak Kerinci demi mengadakan ritual itu, dan kesal sebab dia juga harus memikirkan kematian putranya, terlebih lagi, dengan putrinya yang sekarang terlihat bersedih sekaligus murka kepadanya.“Kemarilah!” Pada akhirnya dialah yang harus mengalah terhadap putrinya.Tapi Lunaya tetap diam mematung di tempatnya. Si Gagak Api mendekatinya, lalu men
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Menjelang Ritual

Malam di puncak Gunung Kerinci yang mengarah ke timur, meski sang purnama masih belum mencapai titik tertingginya, tapi keadaan di kawasan itu telah ramai. Nyala api dari puluhan suluh yang dibawa orang-orang itu semakin menerangi sisi di puncak gunung tersebut.Si Gagak Api juga sudah berada di sana, di antara para pengikutnya yang masih muda-muda. Karan dan Karin berlutut dengan sempoyongan di samping kiri dan kanan sang datuak.Di hadapan mereka, terdapat empat tiang dari batang pohon nibung yang sejejer. Masing-masing tiang terjuntai seutas tali rami yang panjang.Kawasan di titik itu terlihat sedikit lebih rata, hal itu jelas dilakukan oleh tangan manusia untuk melakukan hal semacam yang akan dilakukan oleh si Gagak Api bersama murid-muridnya sekarang itu.Aslan menengadah, menatap sang rembulan penuh dengan mengernyit, dia seperti memperhitungkan jangka waktu sebelum sang ratu malam tersebut bertakhta di pucuk tertingginya.Lalu dia menghampiri Si Gagak Api. “Datuak,” ujarnya. “
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Hajat

Untuk menenangkan hatinya yang panas membara, Lunaya memilih untuk berendam saja di dalam bak khusus di kamar mandi yang juga tersedia di kamarnya yang besar.Dua pria itu yang terlihat sangat mirip satu sama lain hanya duduk di kursi dari anyaman rotan, menunggu sang gadis keluar dari kamar mandi.Sekitar sepeminuman teh kemudian, Lunaya keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh mulusnya. Tubuh dan rambutnya masih basah dan dia tidak peduli bahwa dia meninggalkan bekas telapak kakinya yang juga basah di lantai. Tidak sama sekali.Sepertinya berendam di dalam bak khusus itu belum bisa menghilangkan kekesalan gadis tersebut.Melihat kemunculan Lunaya, dua pria kembar lantas berdiri, lalu menghampiri ranjang. Seorang meraih handuk dan seorang lainnya meraih pakaian yang akan digunakan oleh sang gadis.Seperti dua pelayan yang sangat memahami keinginan tuan mereka, seorang dari mereka menyeka tubuh sang gadis, dan seorang lainnya menunggu sampai saudara kembarn
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Orang-Orang yang Tinggi Hati

“Hajat?” ulang Lunaya tanpa menurunkan pedangnya. “Jangan katakan padaku bahwa kalian hendak bergabung dan menjadi murid ayahku?”“Jadi, kau adalah putri Datuak Ambisar?”“Tentu saja!” Lunaya menyeringai lagi, dia mengibaskan pedangnya ke bawah, lalu diputar sedemikian rupa hingga pedang terhenti di punggungnya.Bungo memerhatikan bahwa gadis di hadapannya itu cukup lihai dalam menggunakan pedang, juga ilmu meringankan tubuhnya yang barusan tadi dia saksikan.“Baiklah,” kata Antaguna. “Aku … Tarigan, dan gadis ini bernama Bungo.”Lunaya kembali melototi Bungo, dari kepala hingga ke kaki dan balik lagi ke kepala. “Cih! Meskipun namamu seindah wajahmu, tapi maaf-maaf saja, kau bisu!” Lagi, dia tertawa tanpa alasan yang jelas.Antaguna juga mengira ada yang aneh pada Lunaya. Mungkin saja gadis manis yang satu ini memang sedikit bergeser urat saraf di kepalanya, pikirnya.Sementara itu, Bungo cukup memahami mengapa Antaguna memilih memperkenalkan diri dengan menggunakan nama aslinya. Toh,
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-04
Baca selengkapnya

Bukan Lawan yang Mudah

Lunaya memandang rendah pada Puti Bungo Satangkai sehingga dia membantu pendampingnya yang di kanan untuk menyerang Antaguna bersama-sama.“Kau punya jurus yang bagus, hah?” Antaguna melontarkan tubuhnya beberapa langkah ke belakang.Dua ujung pedang terus memburu si pria tinggi besar dan berotot tersebut. Sementara itu, Bungo harus meladeni serangan dari pria yang di kiri, tapi itu sedikit lebih menguntungkan baginya.Dua pria kembar itu sepertinya juga memiliki jurus pedang yang sama, pikir sang gadis.Begitu ujung pedang yang seperti memiliki banyak wujud mengincar dadanya, Bungo mengembangkan tangan ke samping, lalu memutar tubuhnya tanpa memindahkan kakinya.Jurus pedang laksana gerakan ujung bambu tertiup angin itu memang cukup cepat, akan tetapi, si gadis bisu itu lebih daripada mampu untuk menghindari desingan-desingan yang mengandung ancaman tersebut.Kembali pada Antaguna. Saat dia masih di udara dalam gerakan melompat ke belakang itu, dia melepaskan Jaring Jerat Naga dari l
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-06
Baca selengkapnya

Tikus yang Terpojok

“Yah!” Antaguna tahu pasti apa arti tatapan Lunaya terhadap si gadis bisu, dia terkekeh. “Kau boleh meremehkan dia hanya lantaran dia yang bisu. Tapi kau tidak akan menyangka bahwa dia jauh lebih kuat daripada aku sendiri.”Lunaya mereguk ludah. “Oh, aku akan mengadu nyawa dengan kalian berdua!”“Bukankah kau sudah memulai itu?”“Bajingan …”Swiing!Angin tajam kemerah-merahan itu kembali berkelebat ke arah Antaguna, kali ini dalam gerakan menebas serata tanah.Pria tinggi besar tanggapi serangan tebasan mengandung tenaga dalam tinggi itu dengan tenang.Jaring Jerat Naga berpilin lagi, lalu digerakkan sedemikian rupa, dan ujung lainnya ditangkap, kini Antaguna menggunakan dua tangan memegang kedua ujung jaringnya.Angin tajam berdesing, menderu kencang, dan Antaguna menyilangkan jaringnya di depan dada.Triiing!Ia mampu menahan itu meski pijakan kakinya harus bergeser, seperti terseret hingga dua langkah ke belakang.Crass!Antaguna menyeringai sebab pecahnya serangan angin tajam itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-06
Baca selengkapnya

Ritual Teratai Abadi

Antaguna melirik Puti Bungo Satangkai dan berkata, “Sepertinya percuma saja bagi kita untuk memaksa dia.”Bungo menghela napas lebih dalam. Melihat dari sikap gadis tersebut, yah, itu mungkin saja, pikirnya.‘Kukira pasti ada sesuatu di atas sana,’ kata Bungo dengan bahasa tangannya.“Kau pikir begitu?” tanya Antaguna dan tatapannya kembali tertuju pada Lunaya.Lunaya sendiri mengernyit bukan karena sakit di jemari tangan kanannya yang remuk melainkan sedikit penasaran terhadap bahasa isyarat si gadis bisu yang tidak ia pahami.‘Mereka bilang di sini perkumpulan aliran sesat itu, bukan?’“Hei, kau benar!” jawab Antaguna. “Hanya mereka bertiga saja yang ada di sini!”“Apa yang kalian bicarakan?” sahut Lunaya.“Kau tahu,” balas Antaguna, “jika kau tak hendak mengatakan pada kami di mana ayahmu menyimpan keping Teratai Abadi itu, maka lebih baik kami langsung menanyakan saja kepadanya di atas sana.”Ucapan itu hanyalah sebuah kesengajaan saja bagi Antaguna, sebuah pancingan untuk sekalig
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-07
Baca selengkapnya

Hal Mengenaskan

‘Ini seperti sebuah penolakan!’Antaguna mengernyit dan kerutan di keningnya semakin banyak. “Apa yang kau maksudkan itu, Bungo?”Sang gadis menggeleng cepat. Bukan saatnya untuk membahas hal ini lebih jauh, pikirnya. Oleh sebab itu, Bungo kembali melanjutkan langkahnya. Dan Antaguna terpaksa mengikuti sang gadis.Kembali ke sebidang tanah landai di puncak timur Gunung Kerinci, Aslan tidak seperti para pengikut si Gagak Api lainnya. Bagaimanapun, dia tidak meminum cairan itu sebelumnya, cairan yang telah diminum semua orang termasuk Karan dan Karin ketika mereka masih di rumah sang datuak.Cairan itu sendiri adalah sejenis ramuan yang pernah digunakan oleh Lingga, atau si Tabib Sakti yang tinggal di belakang pasar Nagari Lima Koto. Ramuan itu sesungguhnya hanya akan digunakan oleh sang tabib bila hendak mengobati mereka yang tertembus pedang atau anak panah, misalnya. Untuk membuat mereka tak merasakan sakit selama pengobatan berlangsung. Dengan kata lain, itu hampir sama dengan obat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-07
Baca selengkapnya

Beraja di Hati

Sedangkan Bungo, gadis yang satu ini merasakan seluruh bulu-bulu halus di tubuhnya berjingkrak-jingkrak liar. Kemarahan tersulut begitu saja di dalam dirinya, pada orang-orang yang tidak tahu malu sama sekali berbuat asusila bersama-sama di sekitar mereka, pada pasangan yang terikat telanjang, dan terkulai dengan leher seperti ditebas senjata tajam itu.Saat menatap pada pria yang hanya memakai kain palakaik di pinggangnya saja itu, sorot mata si gadis bisu laksana sepasang pedang api yang begitu membara. Terlebih lagi, pada sesuatu yang berkilauan di tangan kanan si Gagak Api.Antaguna juga tertegun pada benda kecil di tangan si Gagak Api tersebut. Dia menoleh pada Puti Bungo Satangkai.“Hei,” ujarnya dengan suara tercekat. “Jangan-jangan benda itu—”Bungo mengangguk, dia juga menyadari bahwa bentuk benda kecil yang berkilauan itu memang sangat mirip dengan kepingan Teratai Abadi.Apa yang sebenarnya terjadi? Gumam sang gadis di dalam hati. Atau … hal-hal seperti inilah yang ditakutk
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-08
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2425262728
...
35
DMCA.com Protection Status