Ayolah, Antaguna. Tenang, tenanglah! Pusatkan perhatianmu dengan tujuanmu ke pasar ini saja, pada pria tua di hadapanmu itu!“Aah, sayang sekali,” ujar Antaguna. “Padahal, aku hendak berbaik-baik padamu, Pak Tua. Tapi, lupaksan saja!”Dia meninggalkan lapak si pria tua, lalu seorang pemuda mentah yang sedari tadi memerhatikan Antaguna, muncul dan mendekati si pria tinggi, besar, dan berotot itu.“Hei, Tuan Muda!”Antaguna menoleh, mengernyit saat menemukan seorang remaja kisaran lima belas tahun menghampirinya.Sang remaja tidak mengenakan pakaian. Wajah dan tubuhnya kumal, dan dia sedikit kerempeng. Di kepalanya, terikat sebuah kain perca yang aslinya berwarna merah, tapi sekarang terlihat begitu kusam. Sama seperti celana sebetisnya itu. Dia cengangas-cengenges mendekati Antaguna.Apakah dia tidak kenal dengan yang namanya air? Pikir Antaguna.Dia menyeringai sebab cukup mengerti gerak-gerik remaja tersebut. Kau hendak mengerjai aku, hah?Terlalu cepat seratus tahun bagimu, bocah!“
Terakhir Diperbarui : 2022-12-30 Baca selengkapnya