Semua Bab Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Bab 231 - Bab 240

341 Bab

Selamat Tinggal Kenangan

“Terima kasih, dan maafkan aku yang keras kepala ini hingga memaksa Uni untuk mengerti.”“Sudahlah, Talago.”Gadih Cimpago mengusap-usap punggung sang pria dengan penuh perhatian dan kasih sayang.“Aku hanya berpesan satu hal saja padamu,” ia menangkup pipi pria tersebut, menatap wajahnya dengan saksama, sebab mungkin ini untuk yang terkahir kalinya. “Bila aral melintang telah kau singkirkan, ketika hitam arang telah kembali bersih, kembalilah pada kami. Kami pasti akan selalu menunggumu.”Si Kumbang Janti tidak yakin akan hal tersebut. Tapi demi tidak menambah kesedihan wanita tersebut, juga terhadap perasaannya sendiri, dia mengangguk saja menanggapi.“Akan aku ingat-ingat pesan Uni.”“Pergilah,” Gadih Cimpago mencoba tersenyum meskipun rasa sedih begitu besar di dalam hatinya. “Jika kau hendak pergi, aku tidak akan lagi menghalang-halangimu.”Si Kumbang Janti paham itu. Seperti wanita itu sendiri, dia juga sangat membenci perpisahan. Tapi tidak ada yang dapat terpikirkan olehnya de
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-30
Baca selengkapnya

Bocah Tanpa Rasa Takut

Ayolah, Antaguna. Tenang, tenanglah! Pusatkan perhatianmu dengan tujuanmu ke pasar ini saja, pada pria tua di hadapanmu itu!“Aah, sayang sekali,” ujar Antaguna. “Padahal, aku hendak berbaik-baik padamu, Pak Tua. Tapi, lupaksan saja!”Dia meninggalkan lapak si pria tua, lalu seorang pemuda mentah yang sedari tadi memerhatikan Antaguna, muncul dan mendekati si pria tinggi, besar, dan berotot itu.“Hei, Tuan Muda!”Antaguna menoleh, mengernyit saat menemukan seorang remaja kisaran lima belas tahun menghampirinya.Sang remaja tidak mengenakan pakaian. Wajah dan tubuhnya kumal, dan dia sedikit kerempeng. Di kepalanya, terikat sebuah kain perca yang aslinya berwarna merah, tapi sekarang terlihat begitu kusam. Sama seperti celana sebetisnya itu. Dia cengangas-cengenges mendekati Antaguna.Apakah dia tidak kenal dengan yang namanya air? Pikir Antaguna.Dia menyeringai sebab cukup mengerti gerak-gerik remaja tersebut. Kau hendak mengerjai aku, hah?Terlalu cepat seratus tahun bagimu, bocah!“
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-30
Baca selengkapnya

Sama dan Tak Biasa

“Dengar,” Antaguna kembali membungkuk, menatap ke dalam mata sang remaja. “Uang lima koin perak itu jauh lebih banyak dari apa yang bisa kau hasilkan dalam dua pekan. Kau tahu, orang-orang tua bilang, kalau kau tamak, maka kau akan binasa.”Sang remaja seperti tertegun, lalu menadang ke kiri dan ke kanan.“Di mana?” ujarnya dengan wajah yang serius.Antaguna mengernyit. Apa lagi sekarang? Pikirnya. Dasar bocah aneh!“Di mana orang tua yang kau maksud barusan itu, Tuan Muda?”Astaga! Antaguna menepuk keningnya sendiri.Dan remaja itu, dia tertawa terbahak-bahak, seolah menertawai Antaguna yang baru saja kena dikerjai olehnya.“Simpan saja ceramahmu itu untuk orang lain,” kata si remaja. “Aku tidak butuh. Sepuluh keping uang perak, dan itu harga mati!”Berengsek!Antaguna merasa bodoh dipecundangi remaja belasan tahun tersebut. Tapi kekagumannya belumlah hilang. Paling tidak, sang remaja bersikap jauh lebih dewasa dibanding anak-anak lain seusianya.“Baiklah,” ujarnya seraya meluruskan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-30
Baca selengkapnya

Sedikit Keseruan

Dari tempatnya duduk dan menunggu, Puti Bungo Satangkai telah dapat melihat dua orang di ujung jalan, di arah kanannya.Kedua orang itu mengikuti arah jalan yang ada di hadapannya. Salah seorang dari mereka adalah Antaguna. Yah, pria tinggi besar itu akan mudah dikenali walau dari jarak yang jauh sekalipun, pikirnya.Tapi kemudian, dia mengernyit. ‘Seorang remaja?’ tanyanya di dalam hati. ‘Kenapa pula dia meminta tolong pada seseorang yang masih di bawah usia? Apa yang dia pikirkan? Ini bukanlah sebuah permainan, tapi sesuatu yang serius yang bahkan dapat membuat nyawa melayang?’Dan berbagai pertanyaan lainnya yang bermunculan begitu saja di dalam kepala sang gadis.Dia hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Setidaknya, dia akan segera mengetahui alasan Antaguna meminta tolong pada si remaja kerempeng.Sementara itu, si Kapuyuak yang tersenyum-senyum sembari menimang-nimang sepuluh koin perak di tangannya itu tidak menyadari bahwa di satu titik, di ujung dari arah yang mereka tuju, t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-30
Baca selengkapnya

Di Balik Sikap

“Kumohon, Uda,” si Kapuyuak bahkan bersujud di dekat kaki Antaguna, lalu memutar, dan bersujud pula pada si gadis jelita. “Uni, ampunkan aku. Jangan pukuli aku, kumohon …”Kali ini, Antaguna tidak lagi menemukan keberpura-puraan pada si Kapuyuak. Tangisnya itu, gemetar suara dan tubuhnya itu, semua sudah cukup jelas. Dia benar-benar ketakutan.Puti Bungo Satangkai melirik Antaguna dengan sedikit gerakan kepalanya. Seolah dia berkata: Hei, sudahlah. Kasihan dia, sepertinya dia kurang makan.Pria besar tersenyum. Tentu saja, sedari awal dia juga menyadari hal ini. Bila tidak, bagaimana lagi untuk menjelaskan tentang tubuhnya yang kerempeng itu? Bahkan tulang rusuknya membayang di permukaan kulitnya, berjejer seperti rak piring.“Kumohon, Uda,” tangis si Kapuyuak. “Berbelas kasihlah kepadaku.”“Berengsek!” Antaguna mendengus. “Ke mana ucapan-ucapan bijak kau tadi?” dia melirik Bungo. “Kau percaya itu? Dia sudah seperti seorang pujangga di hadapanku tadi.”Bungo menahan senyumnya sembari
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-30
Baca selengkapnya

Kehidupan yang Disembunyikan

Tidak berapa lama kemudian, Sikumbang dan kuda betina itu muncul, mendekati Antaguna. Dan barulah si Kapuyuak paham bahwa siulan pajang tadi itu adalah untuk memanggil kedua kuda tersebut.“Ayo!” pinta Antaguna.Dan mereka pun melangkah, mengiringi si Kapuyuak yang akan membawa mereka ke rumahnya, atau seperti itulah gambaran di dalam kepala Antaguna dan Puti Bungo Satangkai sendiri.Akan tetapi, apa yang dipikirkan keduanya tentang gambaran sebuah rumah tempat di mana si Kapuyuak meninggalkan adik perempuannya, bukanlah sebuah rumah. Tidak pula sebuah gubuk.Antaguna bergetar mengetahui ini. Bungo merapat kepadanya, mengusap-usap punggung Antaguna. Dia lebih daripada tahu dengan apa yang dirasakan oleh Antaguna sekarang, itu sama dengan apa yang ia rasakan sendiri.Bedanya, Antaguna mungkin terbawa perasaan dengan si Kapuyuak yang memiliki adik perempuan, tapi mereka terpaksa tinggal di dalam sebuah cekungan, di salah satu titik yang ada di sebuah tebing rendah, di tengah-tengah bela
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-30
Baca selengkapnya

Keadaan yang Genting

Sementara Puti Bungo Satangkai memeriksa kondisi Ima yang terbaring tak berdaya, Antaguna pula mencoba mengumpulkan jiwanya.Keadaan kakak beradik itu sungguh memukul perasaannya. Kekesalannya pada si Kapuyuak tadi hilang sudah bak ditelan bumi.Terlalu menyakitkan keadaan mereka, pikirnya. Bahkan, meskipun belum bertanya lebih jauh, tapi Antaguna telah dapat menduga bahwa si Kapuyuak dan adiknya itu, Ima adalah anak yatim piatu.Ditambah dengan mereka yang tinggal hanya di goa kecil yang tak lebih dari sebuah cekungan di dinding tebing rendah, telah mengantarkan Antaguna pada bayang penderitaannya sendiri bersama adiknya, Sri Kedasih belasan tahun yang silam.Setelah dia dapat mengumpulkan semangatnya, menekan perasaan yang remuk, Antaguna bangkit dengan masih kehilangan sedikit dari jiwanya.Dia menghampiri Bungo, memandang sekilas kepada si Kapuyuak yang bahkan belum memakan makanan di tangannya.Lagi-lagi ini membuat Antaguna menjadi terenyuh. Si Kapuyuak pasti menunggu adiknya se
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-01
Baca selengkapnya

Demi Ima

Kawasan pasar itu dibatasi sebuah pagar tinggi yang hanya terbuat dari susunan kayu dan bambu. Di sisi kiri, tanah di sekitarnya sedikit landai.“Itu!” si Kapuyuak menunjuk sebuah rumah bambu yang cukup besar dengan pekarangannya yang cukup luas, bersih, dan tertata apik. “Rumah di baruah itulah rumah si tabib, Uda.”Antaguna dan Puti Bungo Satangkai sama memandang ke arah baruah—bawah, tidak ada rumah lainnya di sana kecuali yang satu itu saja.Satu dua orang yang kebetulan berpapasan dengan mereka mengerutkan dahi. Entah apa pun yang orang-orang itu pikirkan, tapi Antaguna dan Bungo tak ambil pusing.Keadaan rumah di belakang pasar itu memang cukup asri. Beberapa jenis tanaman tumbuh terawat di sekitar pekarangannya.Untuk kesekian kalinya Antaguna dan Bungo saling pandang. Tanaman-tanaman itu sepertinya bukanlah sebagai penghias pekarangan saja, tapi lebih daripada itu. Sebagian besar adalah tanaman obat.Saat mereka menjejakkan kaki di pekarang depan, sang tabib sendiri yang merup
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-01
Baca selengkapnya

Keinginan Tersembunyi

Antaguna dan Puti Bungo Satangkai memandang pada si Kapuyuak yang hanya bisa tertunduk dalam ketakutan, dan sedikit penyesalan di sana.Akan tetapi, baik Antaguna maupun Bungo dapat memahami mengapa sang remaja melakukan itu.Pasti, dia pasti melakukan itu untuk mengobati adiknya.Pertanyaanya adalah, apakah tanaman obat yang dicuri itu adalah obat yang tepat untuk Ima?Ini bukanlah hal yang dapat dibuat main-main. Salah sedikit, maka nyawa yang jadi taruhannya.Bungo membelalak, menatap pada Antaguna seolah berkata: Hei, jangan-jangan keadaan gadis kecil itu semakin parah karena kakaknya salah memberi obat?Pria tinggi besar mengangguk memahami arti tatapan sang gadis. Dia mengalihkan pandangannya dari si Kapuyuak kepada si tabib.“Baiklah,” ujarnya dengan menghela napas dalam-dalam. “Kuakui, itu perbuatan yang tidak baik. Akan tetapi, tidak akan ada asap bila tidak ada api, bukan?”Sang tabib menyeringai, kembali menggerak-gerakkan kipasnya di depan dada. “Kau menyindirku, hah?”“Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-01
Baca selengkapnya

Sesuatu yang Lebih Berharga

Tapi ketika sang gadis mengeluarkan koin-koin perak di antara koin-koin tembaga dari dalam kantong itu, sang tabib hanya bisa menggerutu di dalam hati.Sepertinya, dia harus mengubur mimpinya untuk dapat mencumbui si gadis jelita sebab ternyata pria tinggi besar memiliki lebih daripada yang bisa ia bayangkan.Puti Bungo Satangkai menyerahkan seratus lima puluh keping uang perak kepada si tabib. Bahkan masih tersisa dua kali lipat uang yang ada di dalam kantong.Bungo paham itu. Uang-uang ini tentulah didapat oleh Antaguna selama dia menjadi kepala penjahat, Kawanan Berbaju Hitam.Tapi … mungkin ini bukanlah sebuah dosa, pikir sang gadis. Bagaimanapun, uang ini akan digunakan untuk kebaikan.Yah, semoga saja begitu.“Kau sudah mendapatkan bayaranmu,” kata Antaguna pada sang tabib. “Sekarang, mulailah pengobatanmu terhadap adik kecil ini!”“Aku tahu, aku tahu!” sang tabib mengomel panjang-pendek. “Jangan mengguruiku, bajingan!”Antaguna tersenyum sebab dia dapat memperkirakan hal yang m
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-01
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2223242526
...
35
DMCA.com Protection Status