All Chapters of Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Chapter 221 - Chapter 230

341 Chapters

Sesuatu yang Berasal Dari Rasa

“Maafkan kelancangan hamba,” Gadih Cimpago sedikit membungkukkan badan. Bagaimanapun, dia tahu bahwa dia telah mengganggu sang raja dan sang ratu yang mungkin tengah berkasih-kasih. “Akan tetapi, ini cukup mengganggu pikiran hamba.”“Aku paham,” sahut Rajo Bungsu, mendesah halus dan panjang. “Engkau mengkhawatirkan sikap si Talago akan mempengaruhi orang-orang di istana ini, bukan?”“Dengan satu dan lain cara,” jawab Gadih Cimpago. “Iya. Itulah yang hamba takutkan, Paduko.”“Kasihan dia,” timpal Ratu Nan Sabatang, tertunduk, dan wajah yang memperlihatkan kesedihan terhadap si Kumbang Janti. “Pasti ada sesuatu yang telah menyebabkan itu kepadanya.”“Itu pasti!” sahut sang raja. “Tidak akan ada asap bila tidak ada api.”“Dan tidak ada gading yang tak retak,” timpal Gadih Cimpago.Mereka semua sangat menyadari hal ini. Sesempurna apa pun seseorang, selalu akan ada celah untuk sesuatu mempengaruhinya, sekecil apa pun itu.“Di satu sisi,” Rajo Bungsu menghela napas dengan sangat panjang hi
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Keinginan Besar

Dan tidak ada lagi alasan bagi Antaguna untuk membantah itu. Tidak pula bagi Puti Bungo Satangkai. Sang pemilik kawasan itu sendiri yang memberikan lewat tangan cucu mereka. Tentu saja, menolak itu akan sama seperti menyinggung langsung kedua sesepuh tersebut.Pada akhirnya, Bungo menerima tali kekang yang disodorkan si pria lugu. Dia mengangguk dan tersenyum sebagai ucapan terima kasihnya.“Aku tahu kalian hendak bergegas pergi dari sini,” ujar si pria lugu, masih dengan senyuman yang terlihat tanpa dipaksakan sama sekali. “Akan tetapi, ingat-ingatlah satu hal ini. Tidak semua hal yang kita lihat, kita dengar, harus menjadi perhatian kita. Terkadang, bersikap diam akan lebih baik untuk keselamatan diri kita sendiri.”Dan lagi, Antaguna saling pandang dengan Bungo. Mereka tersenyum. Setidaknya, si pria lugu mencoba memberikan mereka satu nasihat yang baik.“Terima kasih,” ujar Antaguna. “Sampaikan kepada kedua sesepuh salam kami.”“Pasti!” pria lugu mengangguk.Setelah itu, Antaguna m
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Hal yang Terlupakan

Antaguna menjitak pelan kening Puti Bungo Satangkai, dan sang gadis meringis sembari mengusap-usap keningnya.“Sudahlah,” ujar sang pria, “lupakan saja!”Antaguna bangkit karena telah selesai menyiangi tiga ekor ikan tersebut. Lalu membawa semua itu ke satu titik di bawah sebuah pohon nan rindang, meletakkan ikan-ikan itu ke atas sebuah batu pipih dengan beralaskan daun keladi.Dan setelah itu, dia mencoba membuat api unggun. Tentu saja, untuk membakar ikan-ikan itu tadi.Tapi Bungo tahu lebih jauh daripada itu, Antaguna pasti punya keinginan yang besar untuk mengunjungi tanah kelahiran ayahnya, yang berarti pula tanah asal darah yang mengalir di tubuhnya. Dia hanya seorang pria yang cukup bodoh untuk tidak berterus terang saja.Menggelikan! Badan besar, tinggi, berotot, tapi untuk urusan perasaan, dia malah seperti seekor kucing yang melihat seseorang membawa rotan. Sang gadis menahan tawanya.Bungo pun bangkit, lalu mendekat ke bawah pohon itu. Sementara, dua kuda mereka sedang asyi
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Menyusun Rencana

“Pendek kata,” sambung Antaguna, “Paduko Rajo ketika itu sangat tidak sehat. Lalu, dia mendengar bahwa ada sepasang sesepuh yang terkenal sebagai Raja dan Ratu Pengobatan di Lembah Anai. Maka seketika, beliau mengutus orang-orang untuk menjemput keduanya. Tapi sayang, dua sesepuh bukanlah jenis yang mudah diperintah begitu saja, walau oleh seorang raja sekalipun.”Setidaknya, Puti Bungo Satangkai dapat memahami hal ini setelah beberapa hari tinggal bersama kedua sesepuh di Lembah Anai tersebut. Yah, keduanya adalah orang-orang bebas yang tak hendak terikat oleh aturan apa pun, dari siapa pun.“Maksudku,” kata Antaguna yang kembali sembari membolak-balikkan tiga ekor ikan di hadapannya. “Seorang penguasa dari sebuah negeri yang besar saja tidak mampu mengusik keduanya. Apatah lagi jika kita bicara tentang seorang kepala penjahat seperti si Gagak Api.”Mungkin itu benar, pikir Bungo. Dia mendesah panjang. Semoga saja memang seperti itu, harapnya di hati. Dia hanya merasa telah menjadi d
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Kesenangan Semu

“Satu hal saja yang kuminta darimu.”Puti Bungo Satangkai melirik pria besar di sampingnya, seolah bertanya lewat tatap matanya, ‘Tentang apa?’Antaguna menghela napas dalam-dalam. “Tolong, jangan lakukan kebodohan yang sama.”Sang gadis tersenyum. Dia tidak tersinggung sama sekali. Bagaimanapun, kejadian sebelumnya yang memaksa dia harus bertarung dengan dua sesepuh Lembah Anai itu memang sepintas terkesan bodoh.Melakukan sesuatu tanpa perhitungan panjang terlebih dahulu, meskipun alasannya sangat baik, untuk menyelamatkan si gadis kecil yang tak berdosa. Tapi tetap saja, keadaan dan suasana ketika itu yang tidak mendukung, dan akhirnya, menyebabkan dia harus mengalami kekalahan.Bukankah itu memang satu kebodohan? Atau setidaknya, terlihat seperti itu, mengorbankan diri sendiri pada sesuatu yang belum pasti.Mungkin, ini pula alasannya mengapa si pria lugu memberikan satu nasihat kepadanya, sesaat sebelum mereka meninggalkan kawasan asri itu pagi tadi.“Aku tidak berkata tentang pe
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Ludah yang Terbuang

“Tapi Karin,” ujar Karan membujuk istrinya. “Kita sudah bersumpah setia pada Datuk Ambisar saat masuk dan mengikuti ajarannya.”“Apa Uda tega?” Karin mengangkat wajahnya, memandangi sang suami dengan pipi yang telah basah oleh air matanya. “Uda tega melihat mereka mengagahiku? La-Lalu, untuk apa kita menikah, Uda? Untuk apa…?!”Karan terdiam. Tentu saja, jawabannya hanya satu, untuk membina biduk rumah tangga. Tapi yang terjadi kali ini, bukan biduk rumah tangga yang akan terbina melainkan kendaraan menuju neraka.Dan pria 30 tahun itu justru menyeringai halus. Bagaimanapun, Karan punya selera yang bagus terhadap wanita, pikirnya. Karin cukup manis dengan lekuk tubuh yang cukup membuat para pria meneteskan air liur.Tentu saja, pikirnya. Bayangkan akan seperti apa rasanya menyetubuhi Karin semalam suntuk bersama yang lainnya? Dan dia, tertawa-tawa di dalam hatinya.“Aslan,” Karan melirik pada pria 30 tahun, “tolong, lalukan sesuatu untuk kami berdua. A-Aku, aku tidak mau lagi mengikut
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Hati yang Risau

Di pagi yang sama, Gadih Cimpago yang telah dimintai langsung oleh Rajo Bungsu beserta Ratu Nan Sabatang telah mengikuti si Kumbang Janti semenjak dia keluar dari istana.Tentang mengawasi seseorang atau sesuatu, Gadih Cimpago sangat dapat diandalkan. Bahkan kelihaiannya dalam hal ini pernah membantu dan menyelamatkan nyawa Mantiko Sati.Hanya saja, tidak ada yang dapat ia tangkap dari tindak-tanduk si Kumbang Janti sedari tadi. Pria muda itu terlihat bertanya sesuatu pada beberapa orang di kawasan dermaga, tepi Sungai Batang Kuantan. Dan itu, bukanlah seseorang yang khusus. Atau setidaknya, orang-orang yang dapat dikelompokkan sebagai mereka-mereka yang mencurigakan.Tidak sama sekali.“Lalu apa yang sebenarnya dicari oleh si Talago?”Gadih Cimpago mengernyitkan dahi, mengawasi semua itu dari satu atap bangunan di kawasan dermaga.“Apa yang dia khawatirkan? Apa yang membuat dia menjadi sangat risau?”Dia juga menemukan bahwa setiap kali orang yang ditanya oleh si Kumbang Janti mengge
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Jiwa yang Rapuh

Sementara itu, si Kumbang Janti sendiri seolah buntu pikiran, tentang harus mencari ke mana Nilam dan Suan.Bukannya dia tidak bisa melakukan hal yang lebih terhadap hal yang satu ini. Hanya saja, gerak-geriknya menjadi terbatas sebab dia adalah salah satu Hulubalang Kerajaan. Dan juga, tentang nama baiknya yang sempat tercemar.Kedua hal ini, menjadi pembatas hingga pada nilai-nilai tertentu dengan apa yang akan ia lakukan.Itulah sebabnya dia terlihat seperti orang yang bingung. Seperti anak ayam yang kehilangan induk, tapi tak mampu menciap sedikit pun untuk meminta perhatian orang-orang terdekatnya. Dalam hal ini, Rajo Bungsu, Ratu Nan Sabatang, dan bahkan kepada Gadih Cimpago sendiri.Tidak. Dia seolah menutupi semuanya dari orang-orang. Atau seperti itulah yang sedang dipikirkan Gadih Cimpago terhadap sepupu jauh si Mantiko Sati itu.Si Kumbang Janti menghela napas lebih dalam demi mencoba untuk menenangkan pikirannya.Sembari menatap ke arah hutan lebat di seberang sungai, dia
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Ketakutan yang Terlalu Besar

Si Kumbang Janti berdiri, mencoba memantapkan keputusan yang baru saja melintas dalam pikirannya.Bagaimanapun, dia tak hendak menjadi duri dalam daging bagi Kerajaan Minanga. Meskipun semua orang tahu dan memahami, dia bukanlah jenis manusia yang suka mencari perhatian dengan membuat satu dan lain kegaduhan, tapi tetap saja, dia merasa akan lebih baik baginya untuk menjaga jarak.Yah, menjauh untuk selama-lamanya. Toh, ini juga demi bau bangkai tak mengusik keharuman istana.“Bila kau tak hendak bercerita,” kata Gadih Cimpago setelah satu helaan napas yang panjang, “maka bagaimana mungkin aku, dan kami semua dapat membantumu, Talago?”“Uni,” dia melirik pada wanita itu lewat ujung bahunya, “kumohon. Sudahlah, aku hanya tak hendak melibatkan siapa pun dalam hal ini. Buruk muka biar kutanggung sendiri, hina badan biar kucarikan pengharumnya. Tapi berputih mata dengan apa yang nanti akan menimpa istano, sungguh aku tiada mampu, Uni.”Bulu-bulu halus di sekujur badan Gadih Cimpago seolah
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Tak Tergoyahkan

“Uni, kumohon …” si Kumbang Janti menjatuhkan diri di hadapan Gadih Cimpago, berlutut dengan bahunya yang berguncang hebat.Gadih Cimpago tertegun mendapati itu. Bagaimanapun, dia seperti terluka di dalam hati dan pikirannya. Luka yang terlalu dalam, terlalu besar untuk ia bagikan kepada lain orang. Dan itu, berujung dengan dia yang menahan tangisnya sejadi-jadinya.“Ja-Jangan memaksaku lagi, Uni,” pintanya dengan suara serak yang bergetar. “Kumohon. A-Aku tidak bisa kembali lagi ke istano.”“Talago,” Gadih Cimpago menghela napas dalam-dalam agar ia dapat bertutur dengan lebih lunak. Bagaiamanapun, kesedihan pria itu telah memukul pula relung hatinya. “Kau tahu bahwa tidak akan ada yang melarangmu, bukan?”“Aku tahu,” jawabnya. “Dan aku berterima kasih kepada semua orang di istano. Kecil telapak tangan, dulang yang aku tadahkan. Akan tetapi, sungguh aku tiada muka untuk bertemu Paduko Rajo, Bundo Ratu … aku—”Guncangan bahunya kian menjadi-jadi yang mengakibatkan si Kumbang Janti tak
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more
PREV
1
...
2122232425
...
35
DMCA.com Protection Status