“Candikapura ya, apa kau tahu perkiraan jumlah mereka?” lanjut Arya. “Berdasarkan pengamatan, jumlah mereka antara lima sampai tujuh ribu, Gusti Patih,” jawab prajurit itu lugas. Arya berdiri dari tempat duduknya. Sejenak ia mengusap-usap dagunya. Ia sempat menyangka bila ada serangan, Astakencana lah kemungkinan utama. Tapi ternyata justru Candikapura. Pemuda itu pun tak begitu terkejut. Karena Astakencana dan Candikapura memiliki hubungan yang cukup dekat. “Ampun, Sri Maharani. Ijinkan hamba....” “Urusan Candikapura aku serahkan padamu. Apa lagi Astakencana, kau memiliki wewenang penuh untuk bertindak, Patih Arya Nandika!” potong Jenar tegas. Arya terkejut, ia kini bahkan tak bisa membedakan apakah sikap Jenar masih terpaut dengan kondisi hatinya atau tidak. “Sendika, Gusti!” timpal Arya tak kalah tegas. “Senopati divisi Telik Sandi dan Strategi, silahkan ikut aku!” Dua orang senopati segera bangkit dari duduknya dan mengangguk tegas. Mereka berjalan cepat mengekori Arya ke men
Read more