Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2121 - Bab 2130

2578 Bab

193. Bagian 15

Bintang dan tiga orang lainnya yang sejak tadi sudah mengambil sikap penuh waspada, begitu melihat Pateleng berkelebat gerakkan kaki kiri menginjak tonjolan kayu, ke empat orang ini segera menghantam ke arah Pateleng yang saat itu telah pula melancarkan pukulan sakti Jin Hijau Penjungkir Langit.Bintang lepaskan pukulan Matahari Terik lalu jatuhkan diri dan bergulingan di atas atap. Pedang Pilar Bumi yang sudah ada di tangan kanannya ditebaskan ke arah tonjolan kayu yang dipijak Pateleng. Bukan saja dia hendak menghancurkan alat rahasia di atas atap itu tapi sekaligus dia juga ingin membabat putus kaki kiri Pateleng. Namun si kakek bertindak cepat selamatkan kakinya.Ketika kakinya hendak dipergunakan untuk menendang kepala Bintang, Arya dan Bayu telah lebih dulu menyeruduk tubuhnya hingga tak ampun lagi kakek ini terdorong jatuh ke bawah. Bahunya menghantam pinggiran roda lonceng. Satu jeritan dahsyat menggelegar dari mulut Pateleng. Darah tampak mengucur dari bahu ki
Baca selengkapnya

193. Bagian 16

Yang ditanya palingkan kepalanya ke arah Bintang, pandangi Bintang mulai dari kepala sampai ke kaki lalu berkata. ”Orang muda kau adalah manusia hebat dalam kesederhanaan. Hidupmu penuh suka karena begitu banyak gadis yang jatuh hati padamu. Penuh suka walau ujian dan bahaya mengancam di mana-mana. Aku senang bertemu denganmu”Bintang geleng-geleng kepalanya”Kek, apa mungkin kau seorang juru ramal?!" tanya Bintang pula.Kakek berpakaian ungu itu tersenyum. ”Aku datang dari jauh mencari Maithatarun untuk menyerahkan satu benda sangat berharga yang telah kubawa ke mana-mana selama beberapa tahun” Habis berkata begitu si kakek lalu duduk di hadapan Maithatarun. Dia singsingkan bagian bawah pakaiannya yang berbentuk jubah dan ulurkan kaki kanannya. Tidak terduga oleh semua orang yang ada di situ, si kakek hantamkan tangan kanannya ke pergelangan kaki kanan."Praaakk!"Kaki hancur dan tulangnya patah. Anehnya tak ada darah yang me
Baca selengkapnya

193. Bagian 17

Pahambalang mengerang pendek lalu bangkit dan duduk. Mayat istrinya diletakkan di pangkuan. Dia memandang berkeliling. "Ruhmintari istriku! Di mana aku jatuh di situlah tempat perpisahan kita. Mungkin ini satu petunjuk. Agaknya di sini aku harus menyemayamkan dirimu! Hai Ruhmintari, tubuh kasar kita boleh berpisah. Tapi rasanya mungkin tak akan lama kau menunggu. Aku akan menyusulmu. Tunggu aku di alam roh Hai istriku!" Dengan hati-hati Pahambalang dudukkan mayat istrinya di tanah, bersandar ke batu besar di belakangnya. Air mata mengucur membasahi dua pipinya yang cekung dan penuh berewok meranggas. Berkali-kali dia mengusap rambut Ruhmintari. Berkali-kali pula dia menciumi wajah perempuan itu. Kalau tadi sekujur tubuhnya letih seolah tidak bertulang lagi, namun saat itu tiba-tiba seperti mendapat satu kekuatan, Pahambalang melompat ke atas batu. Dengan dua tangan terkepal dan diacungkan ke langit dia berteriak."Para Dewi di atas langit! Untuk semua apa yang telah kalian la
Baca selengkapnya

193. Bagian 18

PULUHAN tahun berlalu setelah peristiwa Pahambalang dan terjadinya kegegeran di Negeri Atas Langit. Di tikungan sungai yang penuh dengan semak belukar, hampir tersamar mendekam seorang berpakaian serba hitam. Wajahnya dilumuri lumpur dan diberi jelaga hitam. Dari keseluruhan mukanya hanya bagian sekitar sepasang bola matanya saja yang masih kelihatan putih. Orang ini tidak putus-putusnya memandang ke arah rimba belantara di depannya."Seharian lebih aku berada di sini. Kakek itu masih belum kelihatan. Kalau aku menyelidik ke dalam hutan mungkin aku akan menemuinya. Tapi berarti gadis yang kuperkirakan akan lewat di tempat ini tidak dapat kutemui. Dua orang itu sama-sama pentingnya. Aku harus mengambil keputusan”Di dalam hutan suara kicau burung tiba-tiba berhenti dan lenyap. Orang di balik semak belukar memasang telinga dan kembali menatap tajam ke arah depan. Dia berusaha tenang namun tak dapat menahan debar dada- nya ketika di depan sana dia melihat satu bayan
Baca selengkapnya

193. Bagian 19

"Hai kerabat muka hitam. Baiklah, aku menunggu apa gerangan yang hendak kau tanyakan padaku”"Aku tengah mencari seorang bernama Pajundai alias Pabahala yang konon kini dianggap sebagai Raja Diraja Segaia Jin di Kota Jin ini dan dijuluki Jin Muka Seribu. Sebelum melakukan pencarian Ingin kutanyakan padamu. Di luaran aku menyirap kabar bahwa Jin Muka Seribu adalah muridmu. Apakah hal itu benar Hai Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab?"Si kakek terdiam, usap mukanya lalu gelak mengekeh. "Dunia luar dunia penuh sejuta keanehan. Salah satu di antaranya adalah berita yang kau dengar itu. " Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab gelengkan kepala."Jin Muka Seribu bukan muridku, aku bukan guru Jin Muka Seribu. Tidak pernah aku mengajarkan secuil ilmupun padanya. Bagaimana hal itu tersebar diluaran setelah kuselidiki ternyata adalah ulah perbuatan Jin Muka Seribu sendiri. Dia sengaja menebar kabar dengan maksud tujuan tertentu”."Hai, terima kasih kau telah mau memb
Baca selengkapnya

193. Bagian 20

"Ketika aku lari ke utara, burung itu seperti berusaha menghalangi. Kini akan kucoba lari ke selatan” Sekali lompat saja Jin Patilandak lalu melesat dua tombak, terus lari secepat yang bisa dilakukannya menuju selatan. Di atas sana, gagak hitam tadi ternyata juga terbang ke arah selatan. Malah seperti sengaja berada di sebelah depan, seolah menuntun lari Jin Patilandak.Jin Patilandak tidak, tahu berapa lama dan berapa jauh dia lari mengikuti gagak hitam itu. Dia baru sadar ketika dua kakinya mendadak terasa berat dan di barat sang surya hampir menggelincir masuk ke titik tenggelamnya. Memandang ke depan Jin Patilandak melihat gagak hitam melayang turun lalu hinggap di atas sebuah batu besar di tempat ketinggian. Jin Patilandak memperhatikan berkeliling. Dia dapatkan dirinya berada di satu bukit penuh bebatuan. Ketika dia memandang lagi ke arah ketinggian di depan sana, gagak hitam itu tak kelihatan lagi di atas batu besar! Sementara udara mulai berangsur gelap. Batu-ba
Baca selengkapnya

193. Bagian 21

"Baik. Aku bicara. Aku anak manusia yang tidak tahu siapa ayah dan siapa ibuku! Bertahun-tahun aku coba memecahkan teka-teki, mencari tahu siapa mereka adanya dan dimana mereka berada. Tapi sia-sia belaka”"Anak malang, kau harus segera meninggalkan tempat ini. " kata suara di kejauhan. Jin Patilandak perhatikan mulut patung. Ternyata memang tidak bergerak."Tidak, aku akan menunggu sampai pagi. Aku ingin melihat kecantikan dan kemulusan patung ini di bawah sapuan sinar matahari. ""Hai anak malang. ""Kau terus-terusan menyebutku anak malang. Apakah kau mengetahui seluk beluk rahasia diriku?" Jin Patilandak bertanya."Tak akan kujawab pertanyaanmu Hai anak malang. Karena jawabnya ada dalam dirimu sendiri. Satu hal aku minta padamu, jangan berlama-lama berada di tempat ini. Sesuatu tidak terduga bisa saja terjadi. Sekarang juga tinggalkan tempat ini. Pergilah ke Negeri Patanahtembikar. Temui Kepala Negeri yang bernama Patrubus. Orang ini dulu
Baca selengkapnya

193. Bagian 22

"Hai! Kau memilih jalan kaki atau bagaimana?!" seru Bayu.Akhirnya Ksatria Pengembara menyusul masuk ke dalam perahu. Sepanjang perjalanan pemilik perahu yang mengaku bernama Pabuntalan itu tidak henti-hentinya berceloteh. Menurutnya orang senegeri Jin mulai mengenal Bintang dan kawan-kawannya sejak tubuh mereka masih merupakan sosok-sosok katai."Orang di Kota Jin mulai mengenal kalian bertiga setelah terjadi Bakucarok, perkelahian hidup mati antara Zalanbur dengan Maithatarun di tanah lapang," kata Pabuntalan pula.Sambil bercerita pemilik perahu itu terus saja mendayung. Diam-diam Bintang memperhatikan. Sekali dayungnya dikayuh perahu melesat sampai beberapa tombak ke depan. Padahal saat itu mereka melawan arus. Bintang mempunyai kesan bahwa Pabuntalan mengayuh perahunya bukan cuma mengandalkan tenaga kasar dan tenaga luar. "Agaknya si gendut satu ini memiliki tenaga dalam tidak rendah. Aku menaruh curiga jangan-jangan dia bukan tukang penyewa perahu biasa. S
Baca selengkapnya

194. Perjamuan Pengantar Arwah

Breeettt!"Satu topeng tipis terbuat dari daun kering robek dan tanggal dari wajah si nenek. Kini kelihatanlah wajahnya yang asli. Satu wajah perempuan tua berkumis halus dan ada anting-anting besar mencantel di kedua telinganya. Kejut Arya bukan alang kepalang. Mata jerengnya mendelik besar. Lututnya goyah dan mukanya sepucat kain kafan!"Jin Pembedol Usus" mulut Arya bergetar mengucap nama orang yang tegak di depannya sambil bertolak pinggang dan tertawa cekikikan. Tenggorokannya seolah menenggak batu panas!"Kau memang kekasihku tercinta! Buktinya kau masih ingat siapa diriku! Hik... hik. hik!"Si nenek yang tadinya menyamar sebagai Ruhlampiri ternyata adalah anak buah Jin Muka Seribu yang dikenal dengan julukan Jin Pembedol Usus."Saat ini, apakah kau masih ingin melihat tubuhku Hai makhluk berasal dari negeri manusia?"Arya tak menjawab. Dia hanya tegak dengan mata jereng melotot. Ilernya mengucur tak berkeputusan."Hik. hik! Unt
Baca selengkapnya

194. Bagian 2

Dari mulutnya keluar suara mengerang."Arya.... Aku... sebenarnya hanya menguji hatimu. Aku ingin tahu sampai di mana rasa suka yang kau ucapkan. Ternyata kau tega menjatuhkan tangan keras..” Sepasang mata si nenek tampak berkaca-kaca. "Aku pasrah.... Aku ingin kau membunuhku saat ini juga. Tapi sebelum aku menemui ajal, ingin kutunjukkan padamu. Sebenarnya aku sejak lama diam-diam mencintaimu”Tentu saja Arya jadi melongo mendengar ucapan si nenek. "Kau.       kau mencintaiku sejak lama?""Dengan sepenuh hati Hai kekasihku. Penuhi permintaanku. Bunuhlah diriku. Aku akan merasa tenteram di alam roh jika tanganmu sendiri yang merenggut nyawaku”"Aku.Tak mungkin aku membunuhmu!" kata Arya pula seraya melangkah mendekat. "Bunuh aku dan peluk diriku sebelum ajalku melayang”"Kalau kau memang mencintai diriku, bagaimana mungkin aku membunuhmu! Mari kulihat cidera di pinggulmu. Aku menyesal menjatuhka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
211212213214215
...
258
DMCA.com Protection Status