Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2131 - Bab 2140

2578 Bab

194. Bagian 3

Bayu tak menjawab. Bintang berpikir. Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Serta merta Bintang melompat dan lari menuju tepi sungai. Bayu mengikuti dari belakang. Di tepi sungai Bintang dan Bayu hanya menemukan perahu dalam keadaan mengapung terbalik. Arya tak kelihatan mata hidungnya. Tiba-tiba Bayu berseru seraya menunjuk ke tengah sungai."Bintang! Lihat!"Air sungai di sebelah tengah tampak merah. "Darah!" ujar Bintang. "Jangan-jangan Arya bunuh diri atau dibunuh orang!'?"Bunuh diri? Apa alasannya? Dibunuh orang, oleh siapa?!" kata Bayu pula."Aku akan menyelidik!" Bintang segera hendak melompat terjun ke dalam sungai yang lebar dan dalam itu. Tapi Bayu cepat menghalangi. "Urusan di dalam air serahkan padaku! Sudah lama aku tidak menyelam!" Bayu memang sanggup mengarungi dan menyelami laut luas, maka sungai baginya bukan berarti apa-apa. Sekali melompat maka sosoknya lenyap di bawah permukaan air sungai.Di dalam sungai, walau air sungai kuning dan aga
Baca selengkapnya

194. Bagian 4

"Tolong...! Aku takuti Aku gamang! Turunkan diriku! Tolong! Aku takut jatuh...!"Di cabang sebatang pohon tinggi Bintang dan Bayu kemudian menemukan seorang anak berusia sekitar delapan tahun dalam keadaan terikat.Disampingnya terikat sebuah keranjang berisi mempelam. Bintang dan Bayu segera naik ke atas pohon, melepas ikatannya lalu membawa turun ke tanah sekalian dengan keranjang berisi mangga itu."Anak, katakan apa yang terjadi denganmu! Bagaimana kau bisa berada di atas pohon dalam keadaan terikat?!" bertanya  Bintang."Orang jahat itu yang melakukannya!" jawab si anak sambil memandang ke arah sungai penuh takut."Orang jahat siapa? Kau mengenalinya?" tanya Bayu.Si anak menggeleng. "Tidak pernah kulihat orang itu sebelumnya. Rambutnya panjang sepinggang. Tubuhnya bau! Matanya merah. Mukanya bopeng. Giginya besar-besar. Mungkin dia bukan orang tapi roh jahat! Aku takut...!""Kau tak usah takut. Ada kami di sini menolongmu.
Baca selengkapnya

194. Bagian 5

Tubuhnya melesat ke depan. Selarik cahaya merah berkiblat."Traanngg!""Braaakkk!"Sebuah batu besar yang terletak tiga langkah di hadapan Jin Patilandak terbelah dua. Sebelum dua belahan jatuh ke tanah si kakek sudah melesat dan tegak kembali di atas batu tempatnya semula!Orang lain mungkin akan tersentak kaget dan kecut nyalinya melihat kemampuan si kakek dan kehebatan pedang merahnya. Tapi Jin Patilandak yang sudah kesal melihat tingkah laku dua kakek nenek itu tidak pandang sebelah mata. Malah kembali dia semburkan ludahnya. Meledaklah kemarahan sepasang kakek nenek itu. Si kakek acungkan pedang merahnya ke udara seraya berteriak."Muridku Pagandrung dan Pagandring! Kami guru kalian! Pajahilio dan Ruhjahilio! Kami telah menemukan salah seorang pembunuh kalian! Kalian bisa sedikit bertenang diri di alam roh! Sebentar lagi bangsat pembunuh akan segera kami habisi!"Jin Patilandak kerenyitkan kening begitu mendengar teriakan kakek di atas
Baca selengkapnya

194. Bagian 6

Didahului dengan menghantamkan selusin duri landaknya ke arah Ruhjahilio, Jin Patilandak susul menyerang dengan sinar Mega Kuning Liang Batu.Ruhjahilio terpekik ketika dua duri landak menyusup di kembennya dan menusuk permukaan kulitnya. Nenek ini berkelebat ke balik batu besar. Untung dia berlaku cepat. Walau batu besar itu hancur berantakan dihantam sinar Mega Kuning Liang Batu dan mengepulkan asap kuning beracun namun si nenek masih sempat selamatkan diri dengan membuat dua lompatan cepat.Seperti tidak sadar kalau saat itu dia tengah menghadapi bahaya besar dari dua musuh berkepandaian sangat tinggi, Jin Patilandak jatuhkan diri memungut kutungan kepala patung perempuan cantik."Patungku.... Patungku.... Kasihan lehermu”Jin Patilandak sesenggukan dan dekapkan kepala patung ke dadanya lalu berusaha bangkit. Pada saat itulah Pajahilio dan Ruhjahilio menyergap. Dua pedang merah diarahkan satu ke leher Jin Patilandak, satunya tepat di arah jantung
Baca selengkapnya

194. Bagian 7

Tanpa banyak bicara, dengan darah mendidih si kakek akhirnya putar tubuh. Sebelum berkelebat pergi dan menghilang di kegelapan malam dia masih sempat keluarkan suara."Kalian berdua! Aku tidak akan melupakan wajah kalian! Suatu saat kami berdua akan melakukan pembalasan!"Orang dalam gelap mendengus. Satunya lagi berkata. "Sebelum pergi silahkan ambil dua senjata milik kalian! Kami tidak perlu senjata-senjata laknat ini!"Terdengar suara berkeretekan lalu dua buah benda melayang jatuh di hadapan Pajahilio. Ternyata adalah dua pedang milik kakek nenek berjuluk Sepasang Jin Bercinta itu. Ketika si kakek memperhatikan dua pedang batu pualam merah yang dilemparkan orang, dia menggeram keras. Dua senjata itu tak karuan rupa lagi. Gagangnya hancur, bagian tajamnya bergompalan dan badannya ada yang patah tak karuan."Jahanam! Dia menghancurkan pedang dengan Ilmu Keppeng. Ilmu mematah tulang! Memang dia rupanya! Bangsat yang membikin geger Negeri Jin sejak bebera
Baca selengkapnya

194. Bagian 8

"Gadis bernama Ruhcinta, kau tentu masih ingat pertemuan kita terakhir di bukit tempat Dewi Awan Putih disekap dalam sumur melintang.!""Aku ingat. Malah lebih dari itu. Bukankah kau yang selama ini selalu menguntit diriku secara diam-diam? Jika kau memang membawa satu harapan, apakah begitu caranya memperkenalkan diri? Harapan yang baik selalu berlandaskan kasih. Aku tidak melihat hal itu tercermin dalam wajahmu Hai kerabat. Mungkin karena kau menempuh hidup dengan cara menyembunyikan wajah? Sang Pencipta memberikan wajah kepada setiap orang, entah wajah itu bagus entah buruk. Itu pelambang keadilan dalam kasih sayang. Kau justru menyembunyikan rasa kasih itu”Lama orang bermuka hitam tercenung mendengar ucapan Ruhcinta. Dalam hati dia berkata. "Hai gadis bernama Ruhcinta. Jika kau tahu nasib perjalanan hidupku. Justru rasa kasih sayang sudah habis ditelan derita. Tapi jauh di lubuk hati ini masih ada setetes kasih sayang yang aku jaga baik-baik agar tidak hilan
Baca selengkapnya

194. Bagian 9

"Hai gadis bernama Ruhcinta, kau sekarang sudah mengetahui siapa adanya Pajundai. Kalau aku boleh tahu, gerangan apa yang ada di balik pertanyaanmu terhadap orang itu?"Ruhcinta tidak mau menerangkan hal yang sebenarnya. Gadis ini hanya menjawab: "Kau tentu sudah tahu manusia bagaimana adanya Jin Muka Seribu. JiKa manusia jahat seperti dia tidak segera dibasmi apa jadinya Negeri ini. Secara semena-mena dia telah memaklumkan diri sebagai Raja Diraja Segala Jin. Menjadikan dirinya sebagai makhluk Segala Keji. Segala Tipu dan Segala Nafsu”"Aku setuju dengan pendapatmu Hai kerabat bernama Ruhcinta. Aku masih ada beberapa pertanyaan jika kau sudi menjawab”"Aku akan menjawab kalau memang bisa kujawab," kata Ruhcinta pula."Dalam kabar yang kusirap kau juga menanyakan seorang bernama Jin Penjunjung Roh”"Tentang nenek sakti itu, aku sudah mendapat jawaban, bahkan aku sudah menemuinya," kata Ruhcinta Lalu gadis ini bertanya. "Hai, apa m
Baca selengkapnya

194. Bagian 10

"Para Dewi dari atas langit mengambil patung itu!" seru Ruhcinta. Gadis ini lalu cepat dekati Jin Patilandak. Sambil memegang bahu Jin Patilandak dia berkata."Hai kerabatku, patung itu tentu sangat besar artinya bagimu”"Patung itu sama dengan nyawaku.” kata Jin Patilandak. "Mengapa Para Dewi mengambilnya! Mereka mencuri patungku!""Aku yakin, Para Dewi tidak mencuri patung itu Hai Jin Patilandak." membujuk Ruhcinta. "Jika mereka melakukan sesuatu pasti ada sebabnya. Pasti ada hikmah kasih sayang dibalik kejadian ini”Jin Patilandak tiba-tiba menggerung lagi lalu melompat tegak. "Aku tidak percaya! Para Dewi itu selalu menjatuhkan tangan jahat terhadapku! Karena perbuatan mereka, ayahku lenyap tak tentu rimbanya! Ibuku tak diketahui di mana beradanya. Kini satu-satunya benda yang sangat kusayangi mereka ambil! Terkutuk! Jahat!" Saking marahnya Jin Patilandak hantamkan tangan kanannya ke pecahan batu besar yang ada di dekatnya. Batu itu
Baca selengkapnya

194. Bagian 11

"Kita masuk sama-sama," kata Ruhcinta pula.Maka kedua orang itu pun masuk ke dalam. Semula mereka menyangka keadaan dalam goa itu gelap gulita. Ternyata ada cahaya terang di sebelah depan. Berjalan sejauh hampir lima puluh langkah, Jin Patilandak keluarkan seruan tertahan dan hentikan langkahnya."Ada apa.?" tanya Ruhcinta.Jin Patilandak memberi isyarat."Bicara perlahan... Lihat ke depan sana." Jin Patilandak miringkan tubuh sengaja merapat ke dinding kanan goa agar Ruhcinta dapat melihat jelas ke ujung goa.Sewaktu si gadis memandang ke depan, dia cepat tekap mulut menahan seruan yang hampir keluar dari tenggorokannya. Di depan sana, di ujung goa tampak tegak patung perempuan cantik yang sebelumnya ada di bukit dingin. Tak jauh dari patung ada sebuah obor yang nyala apinya mulai mengecil. Keadaan di dalam goa sejuk sekali dan ada bau harum memenuhi udara."Aku seperti pernah mencium bau harum ini sebelumnya.” bisik Ruhcinta.
Baca selengkapnya

194. Bagian 12

"Patung batu, hanya sebuah benda mati menjadi bahan kekhawatiran ketakutan! Sungguh bodoh sekali Para Dewi di Negeri Atas Langit itu!" kata Jin Patilandak pula. "Aku menduga, salah satu dari Para Dewi yang mengambil patung ini adalah kau sendiri!""Patung itu bukan patung biasa Hai Jin Patilandak. Kau mengetahui sendiri. Mana ada patung biasa pandai berkata-kata. Mana ada patung batu bisa mengeluarkan air mata. Mana mungkin patung biasa mengucurkan darah ketika lehernya ditebas. Noda darah itu masih ada pada tubuhmu”Jin Patilandak pandangi dada dan kedua tangannya. Memang darah yang mengucur secara aneh dari kutungan leher patung perempuan itu masih melekat di tubuh Jin Patilandak."Aneh, mengapa kau tahu semua kejadian itu?" tanya Jin Patilandak."Tidak aneh, karena sejak patung itu berada di bukit batu dingin aku berada tidak jauh dari sana”"Apa kepentinganmu Hai Dewi Awan Putih?""Sejak lama antara kami bangsa Dewi terdapat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
212213214215216
...
258
DMCA.com Protection Status