Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2141 - Bab 2150

2578 Bab

194. Bagian 13

"Kalau begitu baiklah. Patung itu adalah tubuh kasar ibu kandung yang melahirkanmu. Ayahmu yang bernama Pahambalang membawa jenazah ibumu ke bukit batu dingin dan meninggalkannya di sana. Para Dewi khawatir satu musibah besar akan menimpa mereka jika jazad ibumu dibiarkan dalam keadaan seperti itu. Maka mereka menurunkan hawa dingin luar biasa hingga sosok ibumu membeku menjadi patung batu. Sosoknya memang berbentuk patung batu. Tapi ketahuilah sesungguhnya dia masih dalam keadaan hidup karena dia mendengar dan punya perasaan. Walau mungkin secara akal sehat  kalian tidak bisa menerima kenyataan ini”Sekujur tubuh Jin Patilandak bergetar. "Tidak!" katanya dengan suara serak. "Aku bisa menerima kenyataan ini. Suara batinku sebelumnya memang sudah menduga begitu” Jin Patilandak memandang ke arah patung. Air mata meluncur ke pipinya yang penuh dengan duri-duri panjang berwarna coklat. "Ibu” Suara Jin Patilandak tercekat. Pemuda malang ini lalu jatuhkan dir
Baca selengkapnya

194. Bagian 14

Suasana gelap dan sunyi mencekam. Saking sepinya suara tiupan angin terdengar jelas. Bayu memandang berkeliling lalu hendak melompat turun. Bintang cepat mencekal leher baju anak ini."Jangan bertindak gegabah! Pakai turun segala! Aku merasa bahaya berada di sekitar kita!""Tapi aku tidak melihat apa pun kecuali hitam gelap. Telingaku tidak mendengar suara apa pun! Maithatarun, apa benar ini kawasan yang disebut Pabukit Tanpa Mentari? Jangan-jangan kita tersesat ke tempat yang keliru!""Kita tidak keliru. Aku sudah pernah datang ketempat ini sebelumnya”"Jika ada undangan yang disebut makan-makan, apa pun namanya pasti bau makanan sudah sampai ke hidungku. Mungkin juga ada penyambutan yang meriah. Bukankah kita tamu-tamu agung yang perlu dihormati?" Bayu kembali berucap."Kita adalah tamu-tamu yang hendak dipesiangi oleh kaki tangan Jin Muka Seribu!" kata Bintang.Maithatarun hentikan kudanya di satu tempat. Dari balik pakaiannya dia m
Baca selengkapnya

194. Bagian 15

Bayu berucap. "Kita di sini saja. Jangan buru-buru ke sana. Biar mereka membungkuk sampai berulang kali. Sampai kita puas melihat! Hik... hik!""Dasar gendeng! Orang mengincar nyawa kita! Kau masih bicara ngawur!" maki Ksatria Pengembara. "Kalau tidak untuk menyelamatkan kawan kita Arya itu, jangan harap aku mau-mauan ke sini!""Lagakmu! Tadi kau sudah keluar iler melihat punggung dan dada serta paha putih!" menyahuti Bayu.Jengkel Bintang sentil kuping kiri Bayu hingga meringis kesakitan dan mau membalas."Jangan bertengkar!" kata Maithatarun menengahi.Lalu dia memberi isyarat. "Kita turun. Ingat semua yang sudah diatur. Kalau selamat kita harus selamat semua. Kalau ada yang celaka, yang lain harus menyabung nyawa untuk menolong” Lalu Maithatarun melompat turun. Karena dia telah mengerahkan tenaga dalam maka sewaktu kakinya menyentuh tanah sama sekali tidak terdengar suara atau pun getaran."Aku tidak percaya kalau belasan gadis cant
Baca selengkapnya

194. Bagian 16

Bayu dan Bintang delikkan mata. Tapi ketika para gadis memandang padanya, kedua orang ini langsung kuyu kembali. Tiba-tiba terdengar suara seperti dua piring kaleng diadu satu dengan lainnya. Lalu muncul sebuah gerobak terbuat dari besi. Seorang lelaki tinggi besar berkulit hitam yang mukanya bopeng, berambut panjang sepinggang dan bermata merah mendorong kereta itu. Setiap dia menyeringai kelihatan barisan gigi-giginya besar-besar. Pada lantai gerobak ada setumpuk kayu bakar menyala. Lalu pada palang besi yang melintang di atas gerobak, hampir tak dapat dipercaya dan sungguh mengerikan terikat sesosok tubuh manusia dilumuri minyak dan hanya mengenakan sehelai cawat kecil. Orang itu ternyata mau dijadikan kambing guling!Jarak antara sosok orang itu dengan api kayu memang cukup jauh tapi hawanya tetap saja panas bukan kepalang. Sosok tubuh yang malang itu kelihatan merah hampir melepuh. Tidak bergerak dan juga tidak bersuara. Mungkin sekali sudah tidak bernyawa lagi! Dan oran
Baca selengkapnya

194. Bagian 17

Di atas meja, begitu membuat meja hancur berantakan Maithatarun langsung melompat ke arah juru masak muka bopeng. Kaki kanannya menderu ke kepala tukang jagal itu. Tapi dengan cepat si muka bopeng jatuhkan diri, berguling di tanah. Tubuhnya secara aneh berubah hijau pekat. Tangan kanannya memukul. Selarik sinar hijau pekat berkiblat. Bau amis menebar!"Pukulan Kelabang Racun Jin” teriak Maithatarun mengenali pukulan itu. "Jadi kau adalah Jin Kelabang Dari Bukit Racun!" Maithatarun cepat menyingkir selamatkan diri.Si muka bopeng bergelak. Saat itu dia sudah tegak berdiri dan berkata dengan suara keras. "Sayang kau mengenali diriku di saat ajal sudah di depan mata!" Orang ini kembali hantamkan tangan kanannya. Maithatarun gembungkan rahang. Tangan kanannya menggempur. Lima larik sinar hitam menderu dahsyat."Kutuk Api Dari Langit!" Kini si muka bopeng yang berjuluk Jin Kelabang Dari Bukit Racun itu yang berteriak kaget begitu mengenali pukulan yang dilepask
Baca selengkapnya

194. Bagian 18

Maithatarun menyeringai. "Bagus, aku akan panggil Jin Muka Seribu untuk menolongmu! Sebelum dia datang biar aku menolong membuat tubuhmu jadi sejuk dingin” Maithatarun ambil kaleng minyak dari tangan Bintang lalu guyurkan sampai habis. Sosok Jin Kelabang Hijau kepulkan asap menebar bau menggidikkan. Di bawahnya kayu api pemanggang berkobar lebih besar.Bayu melompat ke hadapan gadis-gadis itu. "Waktu sahabatku itu kalian perlakukan dengan keji, semua kalian tersenyum tertawa! Sekarang mengapa kalian palingkan muka memperlihatkan rasa ngeri! Satu-satu kalian akan kami panggang seperti si muka bopeng itu! Kau duluan!" Bayu menuding ke arah gadis yang tadi bertindak sebagai juru bicara. Gadis ini langsung pucat wajahnya. Dia segera jatuhkan diri. Kawan-kawannya mengikuti."Tamu agung! Jangan salahkan kami! Kami hanya orang suruhan!""Peduli amat! Mengapa mau disuruh!" kata Bayu seraya dongakkan kepala dan rangkapkan tangan di depan dada sementara dua kaki teg
Baca selengkapnya

194. Bagian 19

Bayu usap-usap pipinya sambil menatap ke arah kegelapan tempat lenyapnya gadis-gadis cantik berpakaian kuning muda itu. "Lumayan," katanya. "Dari pada tidak mendapat apa-apa sama sekali! Hik... hik.hik!""Kalian beruntung, aku tetap saja ketiban nasib jelek! Lekas bawa kemari obat dalam tabung itu ke sini!" Dari arah kiri terdengar ucapan Arya. Bintang memandang pada Bayu lalu serahkan tabung bambu ke tangan Bayu."Serahkan padanya." kata Bintang pula.Bayu ambil tabung bambu itu lalu melangkah mendekati Arya. "Tolong usapkan obat itu dengan tanganmu ke tubuhku. Selangkanganku sebelah belakang lebih dulu!""Sialan! Siapa sudi!" kata Bayu setengah berteriak dan bantingkan kaki kanannya ke tanah.Arya tertawa cekikikan! Maithatarun dan Bintang ikut tertawa gelak-gelak. -o0o-DI DALAM telaga yang kedalamannya setinggi leher, Bintang kibas-kibaskan rambut ekor kudanya basahnya. Dia     bermaksud hendak me
Baca selengkapnya

194. Bagian 20

“Hik... hik! Aih nyamannya...” Di atas pohon berdaun rimbun itu terdengar suara orang.“Aku juga enak. Aku bahagia...” Ada satu suara lain menyahuti.Bintang kerahkan tenaga dalam lebih besar. Kini dia menggoncang lebih keras. Cabang-cabang pohon sampai ke ranting-ranting bergoyang kencang, keluarkan suara berderik-derik. Dedaunan bergeletar seperti ditiup angin. Suara orang tertawa di atas pohon serta merta lenyap.“Hai! Mengapa mendadak jadi kencang begini? Tak sedap nian rasanya?”“Getarannya membuat aku seperti mau kencing! Hik... hik... hik! Saudaraku, baiknya kita tinggalkan pohon ini!”“Tunggu, jambuku sudah habis. Kau masih punya? Pemuda itu agaknya suka jambu hijau itu. Aku dengar tadi dia mengatakan jambu itu enak. Hik... hik...hik!”“Jambuku juga sudah habis! Hai, getaran pohon ini semakin keras. Ayo kita pergi saja!”Di bawah pohon Bintang memandang ke
Baca selengkapnya

194. Bagian 21

“Mungkin ucapanmu benar. Tapi harap kau suka memberi tahu siapa kau dan temanmu ini adanya. Kulihat wajah kalian sangat mirip satu sama lain. Harap kau juga mau memberi tahu mengapa kalian mencariku.”“Pertanyaan pertama biar aku yang menjawab,” kata gadis di sebelah kanan. “Kami adalah dua gadis kembar. Aku yang tua bernama Ruhkemboja dan adikku ini bernama Ruhkenanga. Kami biasa dipanggil dengan sebutan Sepasang Gadis Bahagia.”“Kemboja dan Kenanga... Itu dua bunga yang ada sangkut pautnya dengan kematian. Bunga kemboja banyak tumbuh di pekuburan. Bunga kenanga bunga taburan di atas makam orang yang sudah mati...” Rasa tidak enak kembali menyelubungi Ksatria Pengembara walau dua gadis cantik di hadapannya selalu bicara dan memandang padanya dengan senyum.Tiba-tiba Bintang ingat sesuatu. Langsung saja dia ajukan pertanyaan sambil menatap tajam pada dua gadis di hadapannya itu. “Kalian mengaku dijuluki sebag
Baca selengkapnya

194. Bagian 22

Bintang tertawa. Sambil geleng-gelengkan kepala dia bertanya. “Siapa yang memberi keterangan bodoh itu pada kalian?”“Siapa lagi kalau bukan kekasihmu!” jawab Ruhkemboja.“Kekasihku?” Bintang jadi terkejut. “Aku tidak punya kekasih di negeri Jin ini!”Ruhkemboja dan Ruhkenanga tertawa gelak-gelak. “Siapa yang mengaku-aku kalau aku ini kekasihnya?” Bintang jadi penasaran. “Kalian berdua mengarang cerita!”“Hai, si gadis sendiri yang mengatakan. Bagaimana kami tidak percaya?”“Kalau begitu lekas katakan siapa orangnya!”“Ruhjelita!” jawab Ruhkemboja     dan  Ruhkenanga berbarengan.Tentu saja Bintang menjadi kaget mendengar ucapan itu. “Wajahmu berubah merah, sikapmu menunjukkan keterkejutan. Kau sengaja menyembunyikan kebahagiaan atau bagaimana?”“Antara aku dengan gadis bernama R
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
213214215216217
...
258
DMCA.com Protection Status