Di atas meja, begitu membuat meja hancur berantakan Maithatarun langsung melompat ke arah juru masak muka bopeng. Kaki kanannya menderu ke kepala tukang jagal itu. Tapi dengan cepat si muka bopeng jatuhkan diri, berguling di tanah. Tubuhnya secara aneh berubah hijau pekat. Tangan kanannya memukul. Selarik sinar hijau pekat berkiblat. Bau amis menebar!
"Pukulan Kelabang Racun Jin” teriak Maithatarun mengenali pukulan itu. "Jadi kau adalah Jin Kelabang Dari Bukit Racun!" Maithatarun cepat menyingkir selamatkan diri.
Si muka bopeng bergelak. Saat itu dia sudah tegak berdiri dan berkata dengan suara keras. "Sayang kau mengenali diriku di saat ajal sudah di depan mata!" Orang ini kembali hantamkan tangan kanannya. Maithatarun gembungkan rahang. Tangan kanannya menggempur. Lima larik sinar hitam menderu dahsyat.
"Kutuk Api Dari Langit!" Kini si muka bopeng yang berjuluk Jin Kelabang Dari Bukit Racun itu yang berteriak kaget begitu mengenali pukulan yang dilepask
Maithatarun menyeringai. "Bagus, aku akan panggil Jin Muka Seribu untuk menolongmu! Sebelum dia datang biar aku menolong membuat tubuhmu jadi sejuk dingin” Maithatarun ambil kaleng minyak dari tangan Bintang lalu guyurkan sampai habis. Sosok Jin Kelabang Hijau kepulkan asap menebar bau menggidikkan. Di bawahnya kayu api pemanggang berkobar lebih besar.Bayu melompat ke hadapan gadis-gadis itu. "Waktu sahabatku itu kalian perlakukan dengan keji, semua kalian tersenyum tertawa! Sekarang mengapa kalian palingkan muka memperlihatkan rasa ngeri! Satu-satu kalian akan kami panggang seperti si muka bopeng itu! Kau duluan!" Bayu menuding ke arah gadis yang tadi bertindak sebagai juru bicara. Gadis ini langsung pucat wajahnya. Dia segera jatuhkan diri. Kawan-kawannya mengikuti."Tamu agung! Jangan salahkan kami! Kami hanya orang suruhan!""Peduli amat! Mengapa mau disuruh!" kata Bayu seraya dongakkan kepala dan rangkapkan tangan di depan dada sementara dua kaki teg
Bayu usap-usap pipinya sambil menatap ke arah kegelapan tempat lenyapnya gadis-gadis cantik berpakaian kuning muda itu. "Lumayan," katanya. "Dari pada tidak mendapat apa-apa sama sekali! Hik... hik.hik!""Kalian beruntung, aku tetap saja ketiban nasib jelek! Lekas bawa kemari obat dalam tabung itu ke sini!" Dari arah kiri terdengar ucapan Arya. Bintang memandang pada Bayu lalu serahkan tabung bambu ke tangan Bayu."Serahkan padanya." kata Bintang pula.Bayu ambil tabung bambu itu lalu melangkah mendekati Arya. "Tolong usapkan obat itu dengan tanganmu ke tubuhku. Selangkanganku sebelah belakang lebih dulu!""Sialan! Siapa sudi!" kata Bayu setengah berteriak dan bantingkan kaki kanannya ke tanah.Arya tertawa cekikikan! Maithatarun dan Bintang ikut tertawa gelak-gelak.-o0o-DI DALAM telaga yang kedalamannya setinggi leher, Bintang kibas-kibaskan rambut ekor kudanya basahnya. Dia bermaksud hendak me
“Hik... hik! Aih nyamannya...” Di atas pohon berdaun rimbun itu terdengar suara orang.“Aku juga enak. Aku bahagia...” Ada satu suara lain menyahuti.Bintang kerahkan tenaga dalam lebih besar. Kini dia menggoncang lebih keras. Cabang-cabang pohon sampai ke ranting-ranting bergoyang kencang, keluarkan suara berderik-derik. Dedaunan bergeletar seperti ditiup angin. Suara orang tertawa di atas pohon serta merta lenyap.“Hai! Mengapa mendadak jadi kencang begini? Tak sedap nian rasanya?”“Getarannya membuat aku seperti mau kencing! Hik... hik... hik! Saudaraku, baiknya kita tinggalkan pohon ini!”“Tunggu, jambuku sudah habis. Kau masih punya? Pemuda itu agaknya suka jambu hijau itu. Aku dengar tadi dia mengatakan jambu itu enak. Hik... hik...hik!”“Jambuku juga sudah habis! Hai, getaran pohon ini semakin keras. Ayo kita pergi saja!”Di bawah pohon Bintang memandang ke
“Mungkin ucapanmu benar. Tapi harap kau suka memberi tahu siapa kau dan temanmu ini adanya. Kulihat wajah kalian sangat mirip satu sama lain. Harap kau juga mau memberi tahu mengapa kalian mencariku.”“Pertanyaan pertama biar aku yang menjawab,” kata gadis di sebelah kanan. “Kami adalah dua gadis kembar. Aku yang tua bernama Ruhkemboja dan adikku ini bernama Ruhkenanga. Kami biasa dipanggil dengan sebutan Sepasang Gadis Bahagia.”“Kemboja dan Kenanga... Itu dua bunga yang ada sangkut pautnya dengan kematian. Bunga kemboja banyak tumbuh di pekuburan. Bunga kenanga bunga taburan di atas makam orang yang sudah mati...” Rasa tidak enak kembali menyelubungi Ksatria Pengembara walau dua gadis cantik di hadapannya selalu bicara dan memandang padanya dengan senyum.Tiba-tiba Bintang ingat sesuatu. Langsung saja dia ajukan pertanyaan sambil menatap tajam pada dua gadis di hadapannya itu. “Kalian mengaku dijuluki sebag
Bintang tertawa. Sambil geleng-gelengkan kepala dia bertanya. “Siapa yang memberi keterangan bodoh itu pada kalian?”“Siapa lagi kalau bukan kekasihmu!” jawab Ruhkemboja.“Kekasihku?” Bintang jadi terkejut. “Aku tidak punya kekasih di negeri Jin ini!”Ruhkemboja dan Ruhkenanga tertawa gelak-gelak. “Siapa yang mengaku-aku kalau aku ini kekasihnya?” Bintang jadi penasaran. “Kalian berdua mengarang cerita!”“Hai, si gadis sendiri yang mengatakan. Bagaimana kami tidak percaya?”“Kalau begitu lekas katakan siapa orangnya!”“Ruhjelita!” jawab Ruhkemboja dan Ruhkenanga berbarengan.Tentu saja Bintang menjadi kaget mendengar ucapan itu. “Wajahmu berubah merah, sikapmu menunjukkan keterkejutan. Kau sengaja menyembunyikan kebahagiaan atau bagaimana?”“Antara aku dengan gadis bernama R
“Sayang sekali kami inginkan tongkat itu sekarang...” kata Ruhkemboja.“Apakah kebahagiaan bisa didapat dengan cara memaksa?” tukas Bintang.“Kami tidak memaksa. Kami tengah menjalankan tugas!” jawab Ruhkemboja.“Apakah tugas bisa dijadikan topeng alasan untuk mendapatkan kebahagiaan?” kembali Bintang menukas. Kali ini wajah dua gadis kembar menjadi kemerahan walau senyum tetap menghias bibir mereka.“Hai, untuk mendapatkan kebahagiaan terkadang memang harus menempuh jalan sulit berliku,” kata Ruhkemboja pula. Dia memandang pada Ruhkenanga. “Adikku, rupanya tak ada jalan lain. Agaknya kali ini kita hanya bisa mendapatkan kebahagiaan dengan menghadapi kenyataan. Apakah kau sudah siap adikku?”“Aku sudah siap Hai Ruhkemboja. Tapi biarkan aku membujuk pemuda ini sekali lagi,” jawab Ruhkenanga. Lalu gadis ini mendekati Bintang dua langkah dan berkata. “Kepercayaan
KITA tinggalkan dulu Ksatria Pengembara yang tengah berusaha menyelidik goa tempat Ruhjelita disekap. Kita lebih dulu menuju ke Lembah Seribu Kabut tempat kediaman Pasedayu. Walau langit di ufuk timur telah kelihatan merah namun sang surya belum nampak muncul. Dinginnya udara pagi masih mencekam tulang dan persendian tubuh. Kegelapan masih menghitam di mana-mana. Apa lagi di kawasan selatan Negeri Jin di mana terletak sebuah lembah yang disebut Lembah Seribu Kabut. Keadaan masih gelap gulita karena kabut mengapung di seantero tempat. Jangankan pada malam atau pagi hari, siang hari saja ketika matahari bersinar terik, kabut tebal acap kali menutupi pemandangan.Dalam keadaan seperti itu dari jurusan tenggara berkelebat seseorang. Kegelapan dan pekatnya kabut yang menyungkup serta cepat gerakkannya membuat sosoknya hanya berupa satu bayangan hijau yang meninggalkan bau seperti kubangan di belakangnya. Agaknya orang ini memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau tidak mustahil dia b
“Pajundai... Pabahala! Jin Muka Seribu! Memang dia!”“Hai! Sekarang kau mengaku kalau dia muridmu!”“Tidak, aku bukan mengaku!”“Lalu apa maksud ucapanmu tadi. Memang dia!”“Maksudku,” jawab Pasedayu alias Jin Terjungkir Langit . “Pemuda itu pernah muncul di lembah ini...”“Jin Terjungkir Langit, apapun kilahmu aku tetap berpegang pada ucapan Pajundai. Bahwa kau gurunya dan kau yang menyuruh dia untuk merampas ilmu kesaktian yang paling aku andalkan itu...”“Kita lama bersahabat walau jarang bertemu muka. Apa kau lebih percaya pada ucapan pemuda jahat itu daripada ucapanku?” ujar Jin Terjungkir Langit pula.“Kalau kau memberi tahu di mana pemuda itu berada dan membantu aku mendapatkan kembali ilmu kesaktianku, mungkin aku bisa berubah pikiran...”“Tidak mungkin. Tidak mungkin Hai kerabatku. P