Breeettt!"
Satu topeng tipis terbuat dari daun kering robek dan tanggal dari wajah si nenek. Kini kelihatanlah wajahnya yang asli. Satu wajah perempuan tua berkumis halus dan ada anting-anting besar mencantel di kedua telinganya. Kejut Arya bukan alang kepalang. Mata jerengnya mendelik besar. Lututnya goyah dan mukanya sepucat kain kafan!
"Jin Pembedol Usus" mulut Arya bergetar mengucap nama orang yang tegak di depannya sambil bertolak pinggang dan tertawa cekikikan. Tenggorokannya seolah menenggak batu panas!
"Kau memang kekasihku tercinta! Buktinya kau masih ingat siapa diriku! Hik... hik. hik!"
Si nenek yang tadinya menyamar sebagai Ruhlampiri ternyata adalah anak buah Jin Muka Seribu yang dikenal dengan julukan Jin Pembedol Usus.
"Saat ini, apakah kau masih ingin melihat tubuhku Hai makhluk berasal dari negeri manusia?"
Arya tak menjawab. Dia hanya tegak dengan mata jereng melotot. Ilernya mengucur tak berkeputusan.
"Hik. hik! Unt
Dari mulutnya keluar suara mengerang."Arya.... Aku... sebenarnya hanya menguji hatimu. Aku ingin tahu sampai di mana rasa suka yang kau ucapkan. Ternyata kau tega menjatuhkan tangan keras..” Sepasang mata si nenek tampak berkaca-kaca. "Aku pasrah.... Aku ingin kau membunuhku saat ini juga. Tapi sebelum aku menemui ajal, ingin kutunjukkan padamu. Sebenarnya aku sejak lama diam-diam mencintaimu”Tentu saja Arya jadi melongo mendengar ucapan si nenek. "Kau. kau mencintaiku sejak lama?""Dengan sepenuh hati Hai kekasihku. Penuhi permintaanku. Bunuhlah diriku. Aku akan merasa tenteram di alam roh jika tanganmu sendiri yang merenggut nyawaku”"Aku.Tak mungkin aku membunuhmu!" kata Arya pula seraya melangkah mendekat. "Bunuh aku dan peluk diriku sebelum ajalku melayang”"Kalau kau memang mencintai diriku, bagaimana mungkin aku membunuhmu! Mari kulihat cidera di pinggulmu. Aku menyesal menjatuhka
Bayu tak menjawab. Bintang berpikir. Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Serta merta Bintang melompat dan lari menuju tepi sungai. Bayu mengikuti dari belakang. Di tepi sungai Bintang dan Bayu hanya menemukan perahu dalam keadaan mengapung terbalik. Arya tak kelihatan mata hidungnya. Tiba-tiba Bayu berseru seraya menunjuk ke tengah sungai."Bintang! Lihat!"Air sungai di sebelah tengah tampak merah. "Darah!" ujar Bintang. "Jangan-jangan Arya bunuh diri atau dibunuh orang!'?"Bunuh diri? Apa alasannya? Dibunuh orang, oleh siapa?!" kata Bayu pula."Aku akan menyelidik!" Bintang segera hendak melompat terjun ke dalam sungai yang lebar dan dalam itu. Tapi Bayu cepat menghalangi. "Urusan di dalam air serahkan padaku! Sudah lama aku tidak menyelam!" Bayu memang sanggup mengarungi dan menyelami laut luas, maka sungai baginya bukan berarti apa-apa. Sekali melompat maka sosoknya lenyap di bawah permukaan air sungai.Di dalam sungai, walau air sungai kuning dan aga
"Tolong...! Aku takuti Aku gamang! Turunkan diriku! Tolong! Aku takut jatuh...!"Di cabang sebatang pohon tinggi Bintang dan Bayu kemudian menemukan seorang anak berusia sekitar delapan tahun dalam keadaan terikat.Disampingnya terikat sebuah keranjang berisi mempelam. Bintang dan Bayu segera naik ke atas pohon, melepas ikatannya lalu membawa turun ke tanah sekalian dengan keranjang berisi mangga itu."Anak, katakan apa yang terjadi denganmu! Bagaimana kau bisa berada di atas pohon dalam keadaan terikat?!" bertanya Bintang."Orang jahat itu yang melakukannya!" jawab si anak sambil memandang ke arah sungai penuh takut."Orang jahat siapa? Kau mengenalinya?" tanya Bayu.Si anak menggeleng. "Tidak pernah kulihat orang itu sebelumnya. Rambutnya panjang sepinggang. Tubuhnya bau! Matanya merah. Mukanya bopeng. Giginya besar-besar. Mungkin dia bukan orang tapi roh jahat! Aku takut...!""Kau tak usah takut. Ada kami di sini menolongmu.
Tubuhnya melesat ke depan. Selarik cahaya merah berkiblat."Traanngg!""Braaakkk!"Sebuah batu besar yang terletak tiga langkah di hadapan Jin Patilandak terbelah dua. Sebelum dua belahan jatuh ke tanah si kakek sudah melesat dan tegak kembali di atas batu tempatnya semula!Orang lain mungkin akan tersentak kaget dan kecut nyalinya melihat kemampuan si kakek dan kehebatan pedang merahnya. Tapi Jin Patilandak yang sudah kesal melihat tingkah laku dua kakek nenek itu tidak pandang sebelah mata. Malah kembali dia semburkan ludahnya. Meledaklah kemarahan sepasang kakek nenek itu. Si kakek acungkan pedang merahnya ke udara seraya berteriak."Muridku Pagandrung dan Pagandring! Kami guru kalian! Pajahilio dan Ruhjahilio! Kami telah menemukan salah seorang pembunuh kalian! Kalian bisa sedikit bertenang diri di alam roh! Sebentar lagi bangsat pembunuh akan segera kami habisi!"Jin Patilandak kerenyitkan kening begitu mendengar teriakan kakek di atas
Didahului dengan menghantamkan selusin duri landaknya ke arah Ruhjahilio, Jin Patilandak susul menyerang dengan sinar Mega Kuning Liang Batu.Ruhjahilio terpekik ketika dua duri landak menyusup di kembennya dan menusuk permukaan kulitnya. Nenek ini berkelebat ke balik batu besar. Untung dia berlaku cepat. Walau batu besar itu hancur berantakan dihantam sinar Mega Kuning Liang Batu dan mengepulkan asap kuning beracun namun si nenek masih sempat selamatkan diri dengan membuat dua lompatan cepat.Seperti tidak sadar kalau saat itu dia tengah menghadapi bahaya besar dari dua musuh berkepandaian sangat tinggi, Jin Patilandak jatuhkan diri memungut kutungan kepala patung perempuan cantik."Patungku.... Patungku.... Kasihan lehermu”Jin Patilandak sesenggukan dan dekapkan kepala patung ke dadanya lalu berusaha bangkit. Pada saat itulah Pajahilio dan Ruhjahilio menyergap. Dua pedang merah diarahkan satu ke leher Jin Patilandak, satunya tepat di arah jantung
Tanpa banyak bicara, dengan darah mendidih si kakek akhirnya putar tubuh. Sebelum berkelebat pergi dan menghilang di kegelapan malam dia masih sempat keluarkan suara."Kalian berdua! Aku tidak akan melupakan wajah kalian! Suatu saat kami berdua akan melakukan pembalasan!"Orang dalam gelap mendengus. Satunya lagi berkata. "Sebelum pergi silahkan ambil dua senjata milik kalian! Kami tidak perlu senjata-senjata laknat ini!"Terdengar suara berkeretekan lalu dua buah benda melayang jatuh di hadapan Pajahilio. Ternyata adalah dua pedang milik kakek nenek berjuluk Sepasang Jin Bercinta itu. Ketika si kakek memperhatikan dua pedang batu pualam merah yang dilemparkan orang, dia menggeram keras. Dua senjata itu tak karuan rupa lagi. Gagangnya hancur, bagian tajamnya bergompalan dan badannya ada yang patah tak karuan."Jahanam! Dia menghancurkan pedang dengan Ilmu Keppeng. Ilmu mematah tulang! Memang dia rupanya! Bangsat yang membikin geger Negeri Jin sejak bebera
"Gadis bernama Ruhcinta, kau tentu masih ingat pertemuan kita terakhir di bukit tempat Dewi Awan Putih disekap dalam sumur melintang.!""Aku ingat. Malah lebih dari itu. Bukankah kau yang selama ini selalu menguntit diriku secara diam-diam? Jika kau memang membawa satu harapan, apakah begitu caranya memperkenalkan diri? Harapan yang baik selalu berlandaskan kasih. Aku tidak melihat hal itu tercermin dalam wajahmu Hai kerabat. Mungkin karena kau menempuh hidup dengan cara menyembunyikan wajah? Sang Pencipta memberikan wajah kepada setiap orang, entah wajah itu bagus entah buruk. Itu pelambang keadilan dalam kasih sayang. Kau justru menyembunyikan rasa kasih itu”Lama orang bermuka hitam tercenung mendengar ucapan Ruhcinta. Dalam hati dia berkata. "Hai gadis bernama Ruhcinta. Jika kau tahu nasib perjalanan hidupku. Justru rasa kasih sayang sudah habis ditelan derita. Tapi jauh di lubuk hati ini masih ada setetes kasih sayang yang aku jaga baik-baik agar tidak hilan
"Hai gadis bernama Ruhcinta, kau sekarang sudah mengetahui siapa adanya Pajundai. Kalau aku boleh tahu, gerangan apa yang ada di balik pertanyaanmu terhadap orang itu?"Ruhcinta tidak mau menerangkan hal yang sebenarnya. Gadis ini hanya menjawab: "Kau tentu sudah tahu manusia bagaimana adanya Jin Muka Seribu. JiKa manusia jahat seperti dia tidak segera dibasmi apa jadinya Negeri ini. Secara semena-mena dia telah memaklumkan diri sebagai Raja Diraja Segala Jin. Menjadikan dirinya sebagai makhluk Segala Keji. Segala Tipu dan Segala Nafsu”"Aku setuju dengan pendapatmu Hai kerabat bernama Ruhcinta. Aku masih ada beberapa pertanyaan jika kau sudi menjawab”"Aku akan menjawab kalau memang bisa kujawab," kata Ruhcinta pula."Dalam kabar yang kusirap kau juga menanyakan seorang bernama Jin Penjunjung Roh”"Tentang nenek sakti itu, aku sudah mendapat jawaban, bahkan aku sudah menemuinya," kata Ruhcinta Lalu gadis ini bertanya. "Hai, apa m