Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 391 - Chapter 400

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 391 - Chapter 400

595 Chapters

390. KELULUSAN #7

Kami membawa boks yang terbuat dari campuran perak dan besi berkilau itu ke daratan—merapat lebih cepat dari kano Dalton, Yasha, dan Lavi. Sepertinya karena mereka melihat kami merapat, mereka juga bergegas merapat.“Katakan padaku ini bukan mimpi,” kata Haswin, menyambut mereka.“Boks apa itu?” tanya Yasha.“Em, ikan,” jawabku. Dadaku masih berdebar-debar.“Kau pakai kemampuanmu?” tanya Dalton, menyambar boks. Lavi tertarik ikut melihat dan mereka langsung terkejut mendapati isi boks itu jauh lebih penuh dari semestinya. Dalton sampai menjatuhkan boks saking terkejutnya.“B-Bagaimana bisa?!” tuntutnya.“Katakan padaku ini bukan mimpi,” ulang Haswin.“Apa yang terjadi?” tanya Lavi. “Kemampuan barumu?”“B-Bukan,” jawabku.“Astaga.” Haswin menghela napas panjang. “Ini bukan mimpi.”
last updateLast Updated : 2023-10-24
Read more

391. KELULUSAN #8

Besok malamnya, pesta api unggun berlangsung lebih meriah dari biasanya.Barangkali karena dua hal penting: pertama, kami merayakan kelulusan dan peresmian kandidat baru—terlepas ada delapan kandidat yang punya status dilepas alias dibuang, kami tetap menganggapnya kelulusan—kedua, karena ini pesta api unggun pertama yang dilakukan di kompleks gerha. Sumur tua yang menjadi titik tengah pekarangan sudah hilang, digantikan tungku raksasa—yang jauh lebih besar dari yang pernah ada di kompleks asrama. Api berkobar. Asap membumbung tinggi bersama riuh tawa para penghuni yang bersenang-senang. Di sekitar tungku raksasa ada api unggun kecil tempat para penghuni membakar bahan mentah. Secara teknis, pekarangan kompleks gerha lebih besar dari kompleks asrama, tetapi jarak antara penghuni justru tidak begitu lebar. Joglo bersinar begitu megah, anak tangga yang biasanya kosong kini dipenuhi penghuni yang bercengkerama. Sekarang tangga itu menjadi tempat duduk dewan. Ad
last updateLast Updated : 2023-10-26
Read more

392. KELULUSAN #9

Haswin memintaku datang ke pondok utama keesokan harinya.Secara teknis, aku dan Lavi selalu bersama, jadi aku memintanya agar tidak ikut saat ingin berangkat ke pondok utama. Kupikir dia menuntut sampai bertanya-tanya, tetapi ternyata dia menurut sangat mudah. “Aku di gerhamu. Main sama Fal. Sudah lama aku tidak mengelus Pita.”Itu membuatku tercengang. Dia tertawa ketika kubilang aku sudah berpikir dia akan memaksa ikut. “Ya ampun. Kau pikir aku penjagamu?”Kalau kupikir lagi, Lavi memang seperti itu.Belakangan dia hanya terlalu banyak memikirkan hal idiot—sejujurnya aku juga—jadi Lavi terkesan berbeda. Lavi yang sebenarnya tidak akan membiarkanku terkekang sesuatu. Dia membebaskanku, bahkan alih-alih melarang melakukan hal idiot, dia tipe yang akan ikut melakukan hal idiot—bahkan mendukung keras.Tampaknya yang berpikir Lavi ikut bukan hanya aku. Pondok utama tidak terlalu berubah—jadi di ruangan
last updateLast Updated : 2023-10-28
Read more

393. SERANGAN MALAM #1

Dua hari sebelum keberangkatan, malamnya Lavi tertidur di gerhaku. Saat itu memang tengah malam dan dia sudah meladeni permainan Fal sepanjang hari—mulai dari kejar-kejaran, bermain tanah, atau apa pun. Wajar dia kelelahan.“Tidakkah dia tahu aku bisa menyerangnya kalau ketiduran di sini?” kataku, mengangkatnya ke kamar. “Manis sekali dia saat tidur.”“Itu hal paling tabu yang harus diucapkan di depan adik,” kata Reila.Namun, aku tidak melakukan hal tabu seperti yang dipikirkan Reila. Hanya menyelimuti Lavi, lalu kembali duduk di sofa ruang tengah, menghabiskan kentang goreng yang dibuat Lavi. Sudah dingin—tentu saja—tetapi rasanya masih enak.“Tidak tidur?” tanyaku.“Belum mengantuk,” jawab Reila, melamun.“Lebih baik tidur daripada melamun.”“Lebih baik taruh piring itu di sini, aku juga mau.”Dia menyantap kentang sembari m
last updateLast Updated : 2023-10-30
Read more

394. SERANGAN MALAM #2

Seingatku, aku tengah mimpi indah yang aneh.Jadi, aku sedang membuat istana pasir raksasa. Dan aku melakukannya di kotak pasir bawah ayunan Rumah Pohon—entah, semestinya melihat skala istana yang kubuat, pasir ayunan tidak akan cukup, tetapi aku tidak mementingkan logika itu terutama karena tidak sadar tengah bermimpi. Pokoknya, tiba-tiba aku berhasil membuat tembok benteng raksasa yang mengelilingi istana enam menara tinggi. Itu salah satu mahakarya terbaikku—dan aku belum sadar kalau sedang bermimpi. Aku membuatnya dari campuran pasir dan air, membuatnya sangat lama—entah, kurasa aku tidak menghitung berapa lama pembuatannya—karena logika itu tidak berlaku di mimpi. Aku sudah menjerit bahagia, mengambil kamera, berniat memotret istana pasir itu dari segala arah saat tiba-tiba pegasus muncul mendobrak benteng raksasa tanpa bersalah. Aku menjerit, patah hati, hampir menuntut, tetapi pegasus itu lebih dulu berkata, “Ada Ratu Arwah.”
last updateLast Updated : 2023-11-01
Read more

395. SERANGAN MALAM #3

Lokasi keluar kami tidak strategis. Kami di perbukitan penuh jurang terjal.Namun, Kara bersama kami—yang secara teknis, tidak mengizinkan kami terjun ke bawah. Tiba-tiba saja kami sudah berlari di ketinggian, melintasi batang pohon tinggi seolah-olah udara bisa dipijak. Awalnya aku terkejut—kupikir dalam detik kesepuluh aku melompat ke alam liar, aku benar-benar akan terjun ke dasar jurang yang terjal—dan, secara teknis, aku dan Dalton sudah di udara ketika mereka masih di belakang. Kara langsung bertindak cepat, sehingga tiba-tiba aku berhasil berpijak pada udara, terkejut—mataku juga langsung mengedarkan pandangan—Dalton ternyata bernasib serupa. Bedanya, dia sampai tersungkur. Dia mengerang di belakang, mengusap kepalanya yang terbentur. “Sial, tidak keren sama sekali.”“Maju,” ujar Elton, di atas kami, berlari di udara bersama yang lain.Lavi sempat berhenti, berdiri di udara ketika yang lain tetap berla
last updateLast Updated : 2023-11-03
Read more

396. SERANGAN MALAM #4

Kalau aku berpikir itu markas pasukan bertopeng, tampaknya itu salah. Bila dilihat dari sisi mana pun, mereka bukan sedang bertahan. Mereka menyerang. Tak terlihat jelas berapa banyak, tetapi mereka bertempur melawan pasukan berjubah.Jenderal ternyata sedang bertempur melawan pemilik kemampuan. Tak bisa terlihat jelas dari posisi kami, tetapi cukup jelas Jenderal sibuk.Sejujurnya kami ingin membantu, tetapi posisi kami bahkan juga buruk.Seseorang dengan jubah hitam tiba di ujung tebing—orang yang tak pernah kulihat sebelumnya. Dia langsung mengayunkan kaki ketika kami sibuk mengamati pertempuran di bawah jurang. Dia laki-laki berambut gondrong yang punya wajah penuh bekas luka. Dia menendangku, menjerit sangat keras. Matanya membara.“KENAPA PADANG ANUSHKA DI SINI JUGA?!”Tendangannya sangat keras seolah-olah kakinya terbuat dari besi. Tekanan dari sepakan keras membuatku terhempas ke bawah tebing. Laki-laki itu menapak, kemudi
last updateLast Updated : 2023-11-05
Read more

397. SERANGAN MALAM #5

Lavi sempat bingung mengapa aku seperti baru tersiksa, tetapi tidak terlihat ada luka di sekujur tubuhku. Dilihat dari reaksinya, tampaknya dia belum tahu aku baru adu pedang dengan dua musuh sekaligus—kuanggap pasukan topeng karakter sebagai musuh karena aku belum tahu apa tujuannya.Namun, aku memberitahu semuanya dalam sekejap pada Lavi.Tentunya tidak semudah itu. Di sekitar kami juga ada monster. Jadi, ketika aku melaporkan semua ke kepala Lavi, kami juga menghabisi monster.“Aku juga bertemu mereka,” kata Lavi.“Apa? Kapan?”“Tadi. Dia membantu menghabisi musuh yang menyerang kita. Aku hampir menang, tapi si topeng karakter datang memukul jatuh si musuh ke bawah. Dia juga sempat bicara. Tadinya tidak terlalu kudengar, tapi sepertinya aku paham apa yang dia ucapkan. Semacam: bukan musuh itu yang harus kuhadapi.”Obrolan kami sempat terhenti karena pasukan kelelawar raksasa menerjang kami. Agakny
last updateLast Updated : 2023-11-07
Read more

398. SERANGAN MALAM #6

“Lavi, izinkan aku melakukan hal brutal,” kataku.“Oke. Kuberi sedikit bantuan.”Di tengah pertempuran, Fin cukup berguna—bahkan lebih dari berguna. Dia eksistensi yang bersama alam, bisa mengumpulkan energi, dan lebih hebat lagi, dia bisa menyalurkannya padaku. Aku tidak mengerti bagaimana konsep kekuatan bagi roh alam, tetapi Fin bilang sudah lebih leluasa meningkatkan kekuatan di kondisi tidak stabil—seperti medan tempur penuh monster. Dia juga bilang kalau roh alam pendamping Akshaya termasuk yang paling kuat di antara roh alam. Aku baru tahu ada sistem peringkat kekuatan juga di antara roh alam.Jadi, ketika aku mengumpulkan energi, Fin juga membantuku. Tampaknya itu cukup membuat Lavi bergidik—dia cukup sensitif dengan energi. Kuputuskan berjongkok, menempelkan tanganku ke tanah. Aku bisa merasakan banyak energi di segala arah—tanda bahwa pertempuran belum ada tanda surut. Monster sedikit demi sedikit terus b
last updateLast Updated : 2023-11-09
Read more

399. SERANGAN MALAM #7

Kening kami masih saling bertemu—entah berapa lama.Napas Lavi lumayan diburu. Semestinya dia minum empon-empon, tetapi tak ada yang bergerak di antara kami. Dia hanya bergumam pelan, “Forlan.” Hanya menyebut nama dan tidak bergerak. Perlahan, aku memberinya energi.Ketenangan juga kembali ke dadaku. Kuputuskan merasakan sekitar.Kosong. Tidak ada apa-apa. Celah lubang yang sangat luas.“Lavi, kau harus minum,” kataku.“...di mana?”“Kita pikirkan itu nanti. Kau harus minum.” Aku meraih milikku karena dia terlalu lama. Meski kegelapan menguasai sekitar, aku tahu letak pasti bibirnya, jadi aku mengarahkan mulut botol ke sana. Dia mengangguk, meneguknya perlahan.Energinya kembali sangat cepat. Dia mulai segar.Dan dia mencengkeram tubuhku, menahan muntah. “HOEK!”“Oke,” kataku, “jangan muntah di punggungku.”.Aku bisa merasaka
last updateLast Updated : 2023-11-11
Read more
PREV
1
...
3839404142
...
60
DMCA.com Protection Status