Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 211 - Chapter 220

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 211 - Chapter 220

595 Chapters

210. PANDORA #8

Penglihatan berikutnya dimulai dari suara nyaring Layla kecil: “Reila main sama aku, ya. Forlan lagi marah.”Begitu pandanganku terbuka sepenuhnya, Reila sudah dibawa pergi Layla.Aku sedang duduk di jungkat-jungkit, tepatnya di posisi bawah. Layla dan Reila baru pergi. Sepertinya jadi lawan main jungkat-jungkit. Dan aku terdiam di posisi itu selama beberapa saat, seolah tidak ada lagi yang bisa kulakukan.“REILA!” jeritku, pada akhirnya.Dari kejauhan terdengar teriakan Layla, “REILA SAMA AKU!”Sepertinya aku baru memutuskan menarik Reila kembali adalah salah satu gebrakan paling tidak berguna, jadi aku mendecak, melangkah masuk rumah.Rumah itu sedikit berbeda dari rumah sebelumnya. Rumah yang ini sedikit lebih besar, dengan interior yang sedikit lebih mewah. Ruangan tengahnya kelewat besar, meski di sana hanya ada dua wanita—yang satu duduk di kursi, sementara yang satu seperti asisten yang memban
last updateLast Updated : 2022-10-29
Read more

211. PANDORA #9

Kilasan itu mulai berganti cepat lagi.Sebagian besar memperlihatkan permainan bersama Profesor Merla. Jadi, aku mengerti bahwa salah satu yang membuat gerak motorik Profesor Merla cepat kembali juga karena permainan bulu tangkis yang kulakukan bersamanya. Gerakan-gerakan kecil itu tampaknya menjadi salah satu pengobatan tercepat bagi kakinya untuk bisa kembali menghadapi situasi garis depan.Dan dalam kilasan itu, bisa kupastikan Profesor Merla benar.Profesor Merla adalah pengganti Ibu. Dia orang yang menemaniku terjaga sepanjang malam, menemaniku menangis ketika merindukan Ayah dan Ibu, satu-satunya orang yang tahu betapa aku selalu melihat Reila dari jauh, memastikan dia dalam kondisi baik-baik saja, sekaligus orang yang paling keras memperingatiku. “Kau itu kakaknya, bukan penjaganya. Sekali-kali ajak dia main!”Namun, sebenarnya aku sering mengajak Reila main. Bahkan kami seperti tidak bisa dipisahkan. Sewaktu-waktu kami pernah berbelanj
last updateLast Updated : 2022-10-31
Read more

212. PANDORA #10

Aku tidak pernah menyangka menyaksikan diriku tersisa seorang diri akan terasa begitu sepi—bahkan begitu menyakitkan seperti ini.Tampaknya ada semacam pembelajaran khusus di tempat ini layaknya Aza dan Nenek yang sering memakai waktu tertentu sebagai masa belajar—tampaknya itu juga sering dilakukan Fal di Padang Anushka yang sering Layla sebut sebagai: sekolah. Namun, dalam citra ini, aku benar-benar kehilangan apa yang semestinya kumiliki. Aku selalu menghabiskan waktu dengan menyendiri di depan pancuran air. Terkadang menatap langit, terkadang menatap riak air, dan barangkali kini aku telah kehilangan harapan bahwa Ayah dan Ibu akan kembali menjemput. Aku yakin masih sulit menerima kebenaran bahwa adikku telah diambil.Aku semakin sering melihat burung terbang. Melayang ke sana kemari—terkadang berdampingan dengan burung lain, terkadang menukik sendirian. Aku bisa merasakan betapa kosong benak yang menghantui anak ini.Citra terakhir yang ku
last updateLast Updated : 2022-11-02
Read more

213. PANDORA #11

Sudah lama aku tidak mendapat penglihatan ini.Hanya saja, titik awalnya agak berbeda. Aku sudah tidak lagi hinggap di aku yang kulupakan, melainkan dalam sudut pandang yang biasa ada di mimpiku: tubuh kucing. Dan bukan di gang kecil, tetapi di sudut kecil jalan kota, tempat ruko-ruko berdiri, dipenuhi pembeli yang bergantian masuk setiap satu detik sekali. Kota kecil ini ramai, diterangi remang-remang lampu, dipenuhi kebisingan memuakkan.Hal pertama yang kulihat, adalah gerombolan preman yang masuk ke gang kecil lusuh, tempat aku pernah dihajar habis-habisan.Kucing ini melompat, melihat gang kecil itu dari sudut ketinggian.Gang itu gelap, kotor, tidak berubah sama sekali seperti yang terakhir kali diperlihatkan citra-citra ini. Kucing ini duduk di atas atap rumah rendah, dan di sana aku berada. Seorang bocah babak belur di sisi tempat sampah yang bau. Bocah yang kurus, lemah, seolah sebentar lagi dia akan pergi meninggalkan dunia. Di badannya hanya ad
last updateLast Updated : 2022-11-04
Read more

214. PANDORA #12

Citra-citra bergulir cepat.Aku seperti terombang-ambing dalam bayangan. Tubuhku seperti telentang, layaknya tengah terayun oleh ombak. Namun, tidak ada apa-apa. Rasanya aku juga tidak sedang bermimpi diayun ombak. Hanya gelap. Aku bisa merasakan tubuhku, tetapi tidak ada lagi yang terlihat. Satu-satunya yang bisa membuatku sadar bahwa ini masih dalam mimpi panjang, adalah suara yang saling tumpang tindih.Suara acak. Suara-suara itu sangat jelas, tetapi saling bercampur.Aku bisa dengar suara angin, air terjun, peternakan—seolah-olah suara itu berasal dari masa-masa ketika aku di pondok. Namun, ada juga suara jeritan Reila, suara pancuran air, suara kaca pecah atau sesuatu yang terbanting—seolah-olah itu berasal dari masa ketika Reila akan dibawa pergi. Ada juga suara Ibu. Suara yang begitu menenangkan seolah aku sedang diceritakan dongeng sebelum tidur. Suara-suara yang membuatku terhanyut, betapa aku bisa dibuat nyaman dalam hitungan detik. Rasany
last updateLast Updated : 2022-11-06
Read more

215. DARAH MONSTER #1

Rasanya aku menyaksikan sesuatu yang bisa membuatku marah.Ada Layla kecil yang terbaring di atas ranjang, terlihat seperti tertidur lelap, tetapi kebenarannya dibius. Dan tidak hanya Layla. Banyak. Setelah beberapa saat, aku baru menyadari bahwa anak-anak yang terlelap di sini adalah anak-anak yang menyaksikan langsung betapa kemampuan Reila meledak menghancurkan fasilitas. Mereka terbaring di atas ranjang empuk, di ruangan terisolasi, dan dipenuhi orang-orang berpakaian putih lengkap bersama alat-alat medis.Layla kecil tampaknya sehabis menangis. Pelupuk matanya sembap.“Bawa pergi anak-anak yang sudah,” perintah seseorang bermasker. “Masih ada berapa banyak lagi?”“Ini kelompok terakhir,” kata seseorang dengan catatan. “Enam anak.”“Berapa banyak yang harus dikunci?”“Khusus yang ini,” dia menunjuk Layla, “kunci sebanyak yang Anda bisa.”“Kau
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

216. REILA #1

Hal berikutnya yang kulihat, adalah Padang Anushka.Masih bukan Padang Anushka yang pernah kutempati. Padang Anushka ini lebih mirip seperti ketika masih ada Ibu, tetapi terasa menggantung seolah Padang Anushka tidak berfungsi selayaknya Padang Anushka biasanya.Citra ini juga agak berbeda.Citra ini agak pudar seolah aku tidak diizinkan melihat semuanya. Rasanya seperti berada dalam ingatan seseorang, bukan ingatanku sepenuhnya.Awalnya aku seperti melihat padang rumput yang sunyi, tidak ada penghuni sehingga terasa begitu aneh—terutama ketika saat itu siang, jelas-jelas langit ada di masa paling terang. Namun, padang rumput sepi, tidak ada siapa-siapa. Jadi, citra itu langsung beralih cepat, seolah ketika aku berkedip, aku berpindah tempat.Kali ini di wilayah yang saat ini kukenal asrama.Saat itu masih menumpuk. Bangunan di segala arah dan tak beraturan. Tak ada lingkaran simetris yang membentuk wilayah khusus—meski bentuk wi
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

217. REILA #2

Sayangnya, itu bukan akhir dari citra panjang ini.Sebenarnya aku ingin mengumpat. Kupikir ketika aku menangis menyadari keberadaannya, citra menyesakkan ini juga berakhir. Namun, ternyata, kebangkitan dirinya dalam kepalaku hanya sebagai ajang terbukanya gerbang citra baru.Yang kulihat pertama: hutan belantara.Atau lebih tepatnya: sungai, dan mataku melihat bahwa aku baru terjatuh, lalu keningku akan menanduk bebatuan. Sedetik terasa berlangsung dalam sekejap. Kepalaku menumbuk bebatuan, aku terjatuh di atas aliran sungai, dan pandanganku kabur. Keringatku mengucur deras. Kakiku sakit, seperti tubuhku sehabis berlari jauh, menolak untuk bergerak lagi. Rasanya ada bagian diriku yang marah.Dan aku mendengar diriku sendiri bergumam:“Persetan.”Ingatan itu kembali ke kepalaku: mimpi pertamaku tentang Reila.Dan kusadari keadaan Reila saat itu begitu kacau. Reila berusaha bangkit, tetapi kakinya sendiri pincang. Aku tahu d
last updateLast Updated : 2022-11-12
Read more

218. REILA #3

Suara Reila menggema ke seluruh penjuru.“Apa yang terjadi padanya? Dia hilang ingatan! Dan kalian tiba-tiba mulai menyalahkanku saat akhirnya bisa bertemu dengannya?”Hening. Tidak ada yang menjawab.Aku—benar-benar aku—terbaring di klinik, dengan wajah damai seolah tak pernah terjadi apa-apa. Reila berdiri di samping ranjang, menuntut, bahkan hampir melotot ke tiga dewan yang hadir di sana: Profesor Neil, Kara, Dokter Gelda.“Dengar, aku bersyukur melihat kakakmu kembali,” kata Profesor Neil. “Ini berita bagus untuk semua orang yang pernah mengenalnya di masa lalu. Tapi masih ada hal lain yang perlu kita pertimbangkan. Kita perlu tahu apa yang terjadi selama dia tidak bisa ditemukan. Kita tidak bisa menerimanya begitu saja.”“Oh?” Reila jelas tidak bisa menerima jawaban itu. “Bahkan setelah semua ini—setelah tahu dia hilang ingatan—masih belum puas?”&ldquo
last updateLast Updated : 2022-11-14
Read more

219. REILA #4

Kara di halaman belakang Gerha Reila bersama si pemilik rumah.“Aku mengerti, Nak,” kata Kara. “Hanya segelintir orang yang tahu semua kebenarannya. Aku bisa bicara dengan Mika, terlebih karena hanya dia satu-satunya yang langsung sadar identitas Forlan. Tapi kurasa Mika bukanlah orang yang suka ikut campur, kecuali Forlan mendekatinya. Maksudku, ketika akhirnya Mika sadar Forlan hilang ingatan, meski tidak memberitahunya, Mika pasti langsung mengerti keadaannya. Tapi, yah, aku mengerti, biar aku yang bicara dengannya.”“Baik,” Reila mengangguk. “Makasih, Kara.”“Dan, Nak, mm... maaf bila aku menyinggungmu sebelumnya.”“Aku juga. Maaf karena membentak.” Reila kelihatan sudah bisa menerima, meski sorotnya masih kosong. “Bagaimana dengan tiga orang lain?”“Aku punya firasat satu-satunya yang ingat hanya Mika. Tapi kita memang perlu memastikannya. Selama sepuluh
last updateLast Updated : 2022-11-16
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
60
DMCA.com Protection Status