Semua Bab Istri Lima Belas Ribu: Bab 271 - Bab 280

608 Bab

Bagian 274

"Pak, bisakah sesekali Bapak menempatkan yang salah di posisi yang salah, dan yang benar tidak selalu harus mengakui salah?" tanya Agam. "Aku tidak pernah membuat masalah dengan Iyan. Dulu saja, aku mengalah banyak hal untuk dia. Aku akan membina kembali hubungan seperti duku bila, yang benar-benar salah mengakui kalau dia salah. Agar tidak terus menerus terdidik menjadi seorang yang egois. Dan, kedatangan kami ke sini ingin memberi kabar. Hal-hal yang sekiranya bisa menimbulkan perdebatan kita hindari saja, Pak. Sekaligus aku mau minta ijin, memindah domisili ke desa Laila." Pak Hanif terdiam. Cukup lama. Hingga hanya hanya detak jarum jam yang terdengar. "Bila Bapak dan Ibu berkenan, datanglah ke pernikahan kami, Pak, Bu. Bila tidak, aku tidak memaksa. Aku sudah terbiasa menjalani semua hal seorang diri." Pak Hanif masih terdiam. Begitu juga dengan Bu Nusri. "Aku pamit, Pak, Bu. Doakan, pernikahan kami langgeng dan bisa menjadi keluarga yang selalu mendapat ridho A
Baca selengkapnya

Bagian 275

Sejak melihat foto yang diunggah Rida, hati Anti selalu diliputi rasa gelisah.  Mencoba menepis rasa yang hadir namun, justru semakin terasa menyakitkan. Bayang-bayang wajah bayi dalam foto tidak bisa hilang dari ingatannya.'Apa aku memang telah berdosa pada bayi yang aku lahirkan karena meninggalkannya?' hati Anti selalu bergejolak atas pertanyaan itu.'Apa semua hal yang aku alami adalah buah dari perbuatanku dahulu?' bertanya sisi hati yang lain.Berhari-hari ada sebuah keinginan yang terus mendorong hatinya untuk berangkat menemui Agam."Anti, uang sisa yang akan Ibu gunakan untuk setoran bank tiap bulan, sudah habis." Saat pikirannya kacau karena memikirkan bayi yang ada dalam foto Rida, ibu Anti malah memberikan tambahan beban."Lhoh, uangnya ke mana, Bu?" tanya Anti meradang."Ibu kirim buat adikmu. Istrinya melahirkan. Masa Ibu tidak kirim uang?""Terus, mulai bulan depan, siapa yang nyetori?""Ya, kamu, An!" jawa
Baca selengkapnya

Bagian 276

Umbul-umbul terpasang di halaman rumah Laila. Suara soundsystem menggema memperdengarkan lantunan ayat suci. Dekorasi pelaminan minimalis terpasang di halaman. Di depannya deretan kursi berjajar untuk duduk tamu undangan.Di kamarnya yang tidak terlalu luas, Laila tengah dirias oleh seorang perias kampungnya. Terlihat cukup cantik karena memang, gadis sederhana itu jarang bersolek.Sementara di rumah kontrakannya, Agam juga sudah bersiap dengan memakai jas. Nampak beberapa rekan kerjanya yang akan mengiring Agam sebagai mempelai pria. Mereka saling melempar canda.Sedari tadi malam, Agam sudah mempersiapkan hati, untuk dapat menerima kalau di hari pernikahan yang ketiga, akan sama dengan saat dirinya menikah dengan Anti. Tanpa keluarga. Mencoba ikhlas dengan keadaan. Namun dalam hati, ada sebuah harap akan luluhnya hati kedua orangtuanya.Sebuah mobil berhenti di jalan depan. Agam mengira itu Nia karena memang, mantan istrinya sudah berjanji akan hadir da
Baca selengkapnya

Bagian 277

Nia berpamitan sebelum acara selesai. Enggan bertemu mantan mertua yang menjadikan alasan dirinya ingin segera meninggalkan tempat pernikahan.Kedua anaknya tentu saja protes. Karena masih kangen dengan Bilal. Apalagi, adik dari ibu yang berbeda itu kini terlihat semakin lincah. Tingkahnya membuat Danis dan Dinta tertawa gemas."Kapan-kapan, kita ke sini lagi, ya? Papah mau rapat." Pak Irsya berusaha membujuk. Namun, mereka menunjukkan wajah ngambek. Nia tahu bagaimana cara membuat mereka mau pulang."Ada Aira. Kalian mau, nanti Aira main bareng?" tanya Nia berbisik. Wanita itu tahu, hal yang ia sampaikan bukanlah didikan yang baik. Akan tetapi, untuk sementara, tidak alasan agar anak-anaknya akur dengan saudara sepupu mereka."Gak mau ...," jawab Danis menunjukkan wajah sedih."Ayo, kita pamit sama Ayah," ajak Nia pada kedua anaknya. Mereka berempat berjalan menuju pelaminan. Tempat kedua mempelai tengah berfoto."Terimakasih sudah datang,
Baca selengkapnya

Bagian 278

Sampai di rumah, hingga malam hari, Nia masih terdiam. Menjelang tidur, dirinya berdiri di depan jendela. Menatap bulan sabit yang muncul di langit yang cerah. Sebuah lengan melingkar di perut, disertai cubitan kecil."Kamu mikir apa?" tanya Pak Irsya sembari meletakkan dagu pada pundak istrinya. Nia hanya mendongakkan kepala dan tersenyum. Jarak wajah mereka hanya beberapa senti saja. Diusapnya lembut dagu lelaki yang selalu melindungi dan memberikan segala hal yang ia pinta."Bulan itu, sangat indah," jawab Nia asal.'kamu, bohong!' batin Pak Irsya berucap."Kamu mau apa? Beli perhiasan lagi? Ganti mobil, atau motor? Atau, kita honeymoon lagi ke Lombok?" tanya pria itu kemudian. Hatinya tidak bisa dibohongi. Dia tahu kalau, istrinya tengah memikirkan tangisan Agam saat di pelaminan tadi. Namun, berusaha untuk pura-pura. Tekad dalam hati akan melindungi apa yang ia miliki dengan cara memberikan kasih sayang. Sadar bahwa, sikap protektif bisa memunculkan
Baca selengkapnya

Bagian 279

Acara resepsi sederhana berakhir habis dhuhur. Keluarga Agam pamit. Namun, Bu Nusri dan suaminya serta Aira ditambah Sarah memilih tetap tinggal. Akhirnya, mobil yang satu terpaksa menunggu.Setelah semua tamu undangan pergi, Agam mengajak orangtuanya ke rumah dengan membawa Bilal. Tidak lupa, dirinya berpamitan pada Laila."Setelah Bapak dan Ibu pulang, aku ke sini," pamit Agam. Laila mengangguk saja dan menyunggingkan senyum manis. Baru kali ini, Agam merasa, wanita yang telah dinikahinya itu bersikap ramah.Dengan menaiki mobil, mereka menuju kontrakan. Sepanjang jalan yang hanya sebentar, tidak ada perbincangan apapun terjadi diantara keluarga itu. Pun ketika sampai di rumah. Agam hanya mempersilakan sekadarnya. Masih ada rasa canggung untuk memulai keakraban seperti dulu kala.Agam juga tidak ramah pada Aira. Gadis kecil yang dahulu menjadi kesayangan itu terus memandang Agam kemanapun pria itu melangkah. Sementara ,Bu Nusri menimang-nimang Bilal den
Baca selengkapnya

Bagian 280

"Gam, kamu tidak ingin melihat keadaan Rani? Kasihan dia, Gam. Kadang masih kayak orang hilang ingatan. Bantu bagaimana caranya, Gam ..." Setelah lama saling terdiam, Bu Nusri kembali membuka percakapan. "Iya, Gam. Yang sudah berlalu ya, sudah. Sekarang, kamu sudah punya istri baru. Mulailah dengan hal baru. Ajak istri kamu ke sana kalau akhir pekan. Biar membantu menjaga Aira dan Rani. Ibu kamu mau keliling jualan," sambung Pak Hanif. "Pak, Bu, intinya, sudahlah! Jangan selalu menimbulkan perdebatan atas perlakuan aku terhadap Aira ataupun Rani. Aku sudah memiliki kehidupan sendiri. Mereka, aku biarkan menjalani hidup sendiri. Mau berapa kali-pun Ibu meminta aku untuk ikut mengurus Rani, aku tidak akan melakukan itu. Laila adalah istri. Bukan pembantu. Bila Rani masih seperti itu, barangkali memang seperti inilah nasib dia. Terima dengan ikhlas dan sabar. Jangan saya yang baru saja istirahat dari peliknya hidup sendiri disuruh pusing lagi. Ibu pengin, aku juga gila?
Baca selengkapnya

Bagian 281

Hari-hari Agam berjalan dengan penuh kebahagiaan. Meskipun hidup dalam kesederhanaan.Pagi Hari, Agam berangkat bekerja. Laila di rumah menjaga Bilal dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya."Mas, aku ingin berjualan," ucap Laila suatu sore saat mereka berdua duduk di teras rumah menikmati suasana sore yang cerah. Sementara Bilal, berada di rumah ibunya."Jualan apa? Tidak usah! Bukan tugas kamu mencari uang. Kamu cukup di rumah saja. Masakkan untuk aku dan rawat Bilal dengan baik. Yang penting, kamu menerima keadaan aku yang seperti ini. Hidup seadanya. Semua penghasilan, akan aku berikan pada kamu," jawab Agam sambil mengelus kepala yang tertutup jilbab."Aku malu, Mas. Tidak bisa menghasilkan apapun untuk membantu kamu. Sementara istrimu yang dulu adalah wanita pekerja keras." Agam menggenggam tangan istrinya dan mengelus dengan mesra."Kamu adalah tanggung jawab aku. Apapun yang kamu butuhkan, bilang sama aku. Bila aku punya uang, akan aku
Baca selengkapnya

Bagian 282

Setelah sholat, ternyata Agam duduk di tepi kasur. Samping tempat menggelar sajadah."Mas, maafkan aku," telunjuk Agam langsung menutup mulut istrinya. Dirinya ikut duduk di lantai yang dingin."'Aku bukan orang yang sempurna. Di sekitar lingkungan tempat tinggal kamu, pasti kisah hidupku sudah banyak yang mengetahui. Beruntung, status PNS aku membuat orang masih segan.  Aku kecewa kamu berbohong masalah ini. Tapi, aku juga bukan orang baik. Terlebih dengan seorang anak yang lahir dari hubungan haram yang dicampakkan ibunya. Mungkin dengan ini, Allah mempertemukan jodohku. Dengan nasib malang yang kamu alami, Laila. Dengan Bilal yang yang dicampakkan ibunya. Segala sesuatu sudah diatur Allah dengan begitu indah. Dengan rancangan yang sangat sempurna. Tidak mengapa, aku menerima kekurangan kamu. Lagipula, anakku sudah tiga. Dan dengan seperti ini, kamu akan lebih menyayangi Bilal sepenuh hati." Agam berkata sambil menggenggam tangan Laila. "Terimakasih z sudah meny
Baca selengkapnya

Bagian 283

"Mas!" Anti berteriak dan mengejar Agam. Hingga dirinya bisa mencekal salah satu lengan pria yang dulu pernah menjadi suaminya. Posisi keduanya sudah dekat dengan pintu masuk kantor."Lepaskan, Anti!" Agam berusaha menghindar. Akan tetapi, bak kesurupan setan, Anti malah semakin mencengkram lengan Agam, hingga kuku-kukunya menancap pada kulit suami Laila."Mas! Dengarkan aku! Aku adalah ibu kandung Bilal. Kalau kamu menikah dengan orang lain maka, aku akan mengambil dia lagi. Aku tidak rela kalau anakku diasuh orang yang tidak jelas," ceracau Anti dengan mata memerah."Mau ambil dia lagi? Memangnya kamu pernah merawat dia, hah? Bahkan, meliriknya saat masih satu kamar di rumah sakit saja tidak pernah! Jangan gunakan Bilal sebagai alat atas nasib buruk yang kamu terima. Jangan kamu gunakan dia sebagai pelarian terakhir kamu. Sekarang atau selamanya, kamu bukan ibunya! Jangan memancing emosi aku, Anti. Aku berusaha untuk tidak menggunakan kekerasan sama kamu. Kamu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2627282930
...
61
DMCA.com Protection Status