All Chapters of Istri Lima Belas Ribu: Chapter 261 - Chapter 270

608 Chapters

Bagian 264

Di tengah perjalanan, Agam berpikir, ada sesuatu yang mengganjal selama ia pergi hari ini. Bilal. Dirinya mengapa sama sekali tidak mengkhawatirkan anak bayinya itu. Padahal biasanya bila pergi dalam waktu lama, akan terus kepikiran hal itu.Agam menepikan kendaraan saat melihat pedagang martabak yang mangkal. Dibelinya lima kardus yang nantinya akan dibagi-bagi.Sesampainya di rumah, waktu sudah menjelang Maghrib. Segera dirinya menuju rumah Laila untuk menjemput Bilal. Rumah terlihat tertutup rapat namun, suasana jelas terdengar ramai. Gelak tawa suara bayi terdengar di telinga Agam. Pria itu tahu, anaknya tengah dijadikan bahan untuk candaan. Seketika terbit senyum di bibir. Membayangkan seandainya, dirinya memiliki keluarga untuk pulang.Diketuknya pintu dan mengucapkan salam dari luar.Seseorang membukakan pintu. Ibu Laila berdiri di sana. Untungnya, Agam membawa oleh-oleh. Bila tidak, tentulah malu."Silakan masuk," ucap ibu Laila ramah.
Read more

Bagian 265

Selesai makan, Agam kembali ke ruang tamu. Kembali, dirinya mendapati Bilal seakan jadi raja di sana. Kini, ibu Laila sudah ikut bergabung mengelilingi bayi yang terus mengeluarkan gelak tawa. Kedua perempuan serta satu anak laki-laki remaja itu begitu heboh mengajak berbicara anaknya. Selama ini, lelaki itu tidak pernah tahu cara mengajak berbicara seorang bayi. Waktu dan pikirannya juga sudah terforsir banyak hal. Maka bila malam menjelang, letih dan kantuk datang lebih awal."Maaf, merepotkan," ucap Agam saat sudah duduk di kursi. Laila sedari tadi tidak pernah memandangnya. Fokus serta perhatian hanya tertuju pada makhluk kecil di hadapannya. Ayah Bilal jadi kebingungan hendak pamit tapi, suasana terlihat sedang bahagia. Merasa tidak enak bila mengganggu kebersamaan itu.Saat tengah asyik bercanda tiba-tiba Bilal mengeluarkan angin dengan suara cukup keras. Bayi itu tiba-tiba terdiam. Menengok ke kanan dan kiri mencari suara berada. Seketika semua orang terpingkal,
Read more

Bagian 266

Suatu ketika, ibunya datang dengan membawa seorang wanita. Mereka berdua ke kantor Agam dan segera diajak pulang."Ini rumah kamu, Gam?" tanya Bu Nusri saat sudah berada dalam ruang tamu."Iya, Bu!""Gam, perkenalkan, ini Lina. Anak teman Ibu. Dia janda beranak dua." Dari kata-kata yang disampaikan, Agam sudah bisa menebak kalau arah dari pembicaraan itu adalah sebuah perjodohan. Tidak ingin memberi peluang pada ibunya untuk mengatur masa depannya, Agam memilih tidak menjawab."Bapak sehat, Bu?" tanya Agam mengalihkan pembicaraan."Sehat.""Anak kamu dimana?""Di rumah yang mengasuh.""Bawa sini, Gam, Ibu mau lihat.""Aku telpon dulu Mbak Tuti."Tak berapa lama, Tuti datang membawa Bilal dan langsung digendong Bu Nusri. Setelah itu pamit pulang."Walah, sudah besar ya, Nang?"Agam tidak mau berlama-lama dengan ibunya. Karena, wanita bernama Lina terus saja menatap Agam."Gam," panggil Bu Nusri
Read more

Bagian 267

Agam menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang dingin. Memeluk tubuh Bilal yang panasnya mulai turun.Terbersit sebuah pikir, apakah dirinya harus mencari ibu buat Agam? Siapa? Adakah yang mau?Rasa kantuk yang menjalar membuatnya lupa akan semua hal. Agam menyusul anaknya ke alam mimpi.Pagi hari, Tuti tergopoh mendatangi kamar rawat inap Bilal. Wanita itu tak henti menyalahkan Agam yang tidak memberi kabar."Maaf ya, Mbak Tuti, selalu merepotkan ...," hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Agam."Udah, sekarang Mas Agam pulang! Bilal biar sama aku.""Gak papa, Mbak. Biar saya sendiri yang jaga. Mbak Tuti pulang saja." Agam merasa tidak enak. Entah mengapa rasa itu tiba-tiba hadir.Titi bersikeras, akhirnya, mereka berdua menunggu Bilal bersama-sama."Mas Agam, tidak kepikiran untuk menikah lagi?" tanya Tuti memecah kesunyian."Aku bingung, Mbak. Siapa yang mau sama aku? Siapa yang mau menyayangi Bilal? Ibunya saja
Read more

Bagian 268

Laila bergeming. Tidak menjawab juga tidak menolak. Perempuan itu berlalu meninggalkan Agam dengan penuh kebingungan.Ayah Bilal ikut melangkah. Mengikuti Laila yang berjalan di depan. Terbesit sebuah ketakutan pada hatinya, setelah ini, wanita itu akan berubah sikap pada Bilal.Sampai di ruangan, sikap kaku diantara mereka berdua masih saja berlanjut. Namun, ada yang membuat Agam lega. Laila tidak menampakkan sikap yang berbeda dengan Bilal. Dia masih sama seperti saat Agam belum mengucapkan hal itu.'Mungkin, Laila tulus menyayangi Bilal tanpa ada rasa ingin menjadi ibunya,' gumam Agam dalam hati.Sementara, di tempat berbeda, Anti sedang gencar mendekati Feri. Dengan berbagai cara, wanita itu berusaha menjebak, agar pria yang berprofesi sebagai aparat kepolisian itu takluk di hadapannya.Setiap hari, Anti yang sudah mulai bekerja, sepulang dari kantor selalu menyempatkan diri mampir. Membawa banyak makanan untuk anak Feri yang masih berusia lima
Read more

Bagian 269

Esok harinya, Bilal sudah diperbolehkan pulang. Laila dan ibunya menemani dan merawat anak Agam. Sejak kedatangan, hingga Bilal diperbolehkan pulang, mereka tidak pulang sama sekali. Bahkan malam harinya, Danang ikut menginap. Hanya bapaknya saja yang tidak ikut karena harus menjaga rumah."Besok diajak pulang ke rumah kita saja, Mak! Daripada sendirian, kasihan Bilal. Rumah kita juga jadi rame," celetuk Danang malam itu. Tidak ada yang menanggapi.Pagi harinya, Tuti sudah datang ikut menjemput. Agam mencari mobil untuk mengantar ke rumah."Yeay, kita pulang!" seru Laila sembari mencubit pipi gembil Bilal."Ta ta ta ta ...," celoteh Bilal riang."Apa? Mau sama Mas Danang, ya? Nanti, ya? Mas Danang ya sedang cekulah," ujar Laila menanggapi celoteh bayi itu.Bilal menjerit-jerit membuat gemas seisi ruangan."Gak boleh sakit lagi, ya?" tanya Tuti."Mas Agam, Bilal saya bawa ke rumah, ya?" pinta ibu Laila. "Dia baru sembuh, kasihan
Read more

Bagian 270

"Iya, silakan. Dih, jadi deg-degan dan takut ini, Mas Agam." Ibu Laila langsung berubah raut mukanya cemas. Wanita itu membetulkan letak duduknya sedikit tegak. "Maaf, Pak, Bu sebelumnya. Saya mau tanya, apa sekiranya, Laila ada hubungan dengan lelaki lain? Maksud saya, Laila sudahkah memiliki calon suami?" tanya Agam dengan sangat hati-hati. "Belum. Laila itu susah didekati. Lagipula, anak kami itu janda, Mas Agam. Tidak punya kelebihan apapun. Ya, meskipun ada pemuda yang suka, orang tuanya tidak setuju. Maklumlah, di desa ini kan, pikiran orang-orangnya kebanyakan masih bagaimana lah, ya. Dengan status anak saya, kalau yang mendekati masih bujangan, orangtuanya tidak setuju. Apalagi ditambah, kami ini bukan dari kalangan berada." Jawaban dari bapak Laila membuat hati Agam lega. Namun, kembali hatinya bergejolak. 'Ini orang sedang merendah. Bisa jadi, nanti aku juga ditolak dengan alasan tidak sepadan,' bisik hati meragukan. "Lha emang, Mas Agam mau
Read more

Bagian 271

Setelah lamaran Agam resmi diterima, mereka membahas tentang waktu pernikahan."Kalau bisa, jangan lama-lama, Mas Agam. Bukan kenapa, posisi Mas Agam duda punya anak. Kami tidak mungkin setelah terjadi kesepakatan seperti ini membiarkan Bilal tinggal sama Mas Agam. Tetapi, tidak mungkin juga, Mas Agam akan membiarkan Bilal di sini terus kan? Makanya, kami Lagipula, dalam agama Islam, bila sudah saling mengenal, akan lebih baik dilaksanakan secepatnya. Pokoknya biar Bilal secepatnya mendapatkan kasih sayang yang sempurna lah," ujar bapak Laila memberi solusi."Bagaimana kalau sebulan lagi, Pak?" tanya Agam memberi usul. "Saya perlu menyiapkan banyak hal untuk pernikahan ini," tambahnya lagi."Kami tidak menuntut banyak hal, Mas Agam, yang penting, Laila sudah mendapatkan seorang suami saja, kami bersyukur. Pernikahan dilaksanakan sederhana saja, tidak perlu mewah. Ya, La?" ujar ibu Laila memberi pendapat dan bertanya langsung pada anak perempuannya."Tidak
Read more

Bagian 272

Dua hari kemudian, Rida dan teman yang lain datang ke rumah Agam. Bilal menjadi fokus para perempuan itu. Mengambil foto dalam berbagai gaya serta mengunggahnya ke stori media sosial. Mereka membincangkan banyak hal, dan topik yang menarik adalah Anti.   "Aku yakin, suatu ketika, dia pasti akan menemui kamu, Gam! Kalau udah gak laku, pasti minta balikan," celetuk Risa diiyakan yang lain. "Jangan mau, Gam! Blokir nomernya kalau Bernai menghubungi kamu. Bilal gak butuh ibu seperti Anti," timpal Rida. "Hal tersulit dalam hidupku dan Bilal sudah aku lalui. Dan itu, tanpa Anti. Jadi, tidak ada alasan untuk aku kembali sama dia. Dulu saja, waktu aku masih jadi orang dungu, berani meninggalkan wanita sebaik Nia demi dia yang tidak punya hati, apalagi sekarang, aku sudah sadar sekali, wanita seperti apa dia. Dan, hidup kami sudah bahagia. Bilal tidak punya ibu sejak lahir," tegas Agam disetujui tamu-tamunya. Agam sengaja tidak memberitahu rencana pernika
Read more

Bagian 273

Dengan pertimbangan yang matang akhirnya, Agam memutuskan untuk mengajak Laila ke rumah orangtuanya. Bagaimanapun, menikah bukanlah sebuah hal yang sembarangan. Jadi, meminta restu pada orang tua tentu bukan hal yang buruk. Sekalipun, seorang laki-laki tifak memerlukan wali saat menikah.Siang itu, mereka berdua sampai di kediaman Pak Hanif. Seperti biasa, rumah sepi. Agam langsung masuk dan mendapati ibunya yang sedang memasak."Ada yang mau aku kenalkan, Bu.""Siapa? " tanya ibunya sambil mencuci tangan."Calon istriku." Bu Nusri berbalik memandang Agam."Gam, Ibu malu sekali pada orang tua Lina.""Bukan saatnya berdebat, Bu. Aku lelah. Aku tidak ingin berselisih pendapat dengan Ibu terus menerus. Jadi tolong, Bu, biarkan aku memilih jalan hidupku. Sampai kapan kita akan seperti ini terus? Tidakkah Ibu kasihan melihat kehidupan aku yang sendiri mengurus anak? Aku ingin punya pendamping hidup, Bu. Untuk tempat berkeluh kesah ...." Agam dudu
Read more
PREV
1
...
2526272829
...
61
DMCA.com Protection Status