Home / Romansa / Athanasia / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Athanasia: Chapter 1 - Chapter 10

61 Chapters

BAB I

Suara musik yang mampu memecahkan gendang telinga, bau alkohol yang sangat tajam menyentuh indra penciuman. Arsa suka sekali bau ini dan juga tempat ini, baginya ini adalah dunianya. Seorang wanita dengan pakaian minim dengan tatapan mata yang menggoda berjalan menuju Arsa dan langsung bergelayut manja di tangannya. "Baru datang? Temen kamu pada nungguin, kayanya udah pada tepar deh," celetuk wanita tersebut. Arsa mengabaikan perkataan wanita itu dan berjalan menuju meja paling ujung dilihatnya para temannya sudah memasuki alam mimpi dan satu temannya lagi sedang berciuman dengan wanita asing yang Arsa yakini itu adalah wanita penghibur. Arsa duduk di kursi kosong dan diikuti oleh wanita tadi, tanpa mengganggu acara tukar saliva temannya. Lelaki itu memanggil pelayan untuk memesan minuman beralkohol seperti biasanya dan mengambil kotak rokok yang tergeletak di meja tanpa tahu pemiliknya, membakar puntung rokok tersebut kemudian menghisapnya.
Read more

BAB II

BUGH Arsa yang baru pulang sudah mendapatkan pukulan dari sang ayah. Melihat perlakuan suaminya tersebut, ibunya membantu Arsa untuk bangkit. "Mas udah, Arsa cuma butuh di didik doang, bukannya malah di pukul seperti ini," celetuk ibunya Arsa kepada suaminya. Arsa menyentuh pinggir bibirnya yang sudah di pastikan terluka dan mengeluarkan darah segar. Arsa mendecih menatap bundanya serta memijat pelipisnya, "Gue ga butuh di didik, kalian cuma memperhatikan si Arka anak emas kalian bukan. Gue cuma sampah yang lahir di keluarga ini, cuma buat malu kalian," ucap Arsa. Ayahnya yang terbalut emosi langsung menarik tangan Arsa memasuki anaknya ke ruang kerjanya. Bunda Arsa langsung mengikuti ayahnya membawa Arsa pergi, tapi saat hendak menarik tangan Arsa keluar dari ruangan tersebut, ayah Arsa langsung menutup pintunya dengan kasar. Lelaki paruh baya itu mendorong Arsa, hampir saja kepalanya mengenai ujung kursi. Lelaki itu langsung mengambi
Read more

BAB III

Akhir-akhir ini gadis itu selalu menghabiskan waktunya dengan ponselnya, menunggu setiap saat notifikasi pesan dari Arsa. Ya, lelaki yang baru dua hari kemarin ia sukai postingannya, malah sekarang lelaki itu mengirim pesan kepadanya. Ternyata lelaki itu juga menyukai seni lukis, maka dari itu mereka berteman karena menyukai hal yang sama. Sekarang Sia sedang menunggu pesan dari lelaki itu, tapi tidak ada balasan dari si pemilik. Karena frustasi menunggu, Sia memberanikan diri untuk menelpon lelaki tersebut. Rasa takut mulai menyelimutinya, takut Sia menganggu Arsa, Sia menunggu telepon tersebut diangkat oleh pemilik sambil menggigit kuku jarinya. Memang seperti ini kebiasaan gadis itu, kalau sedang ketakutan ataupun khawatir. "Halo?"  Panggilan tersebut terjawab, tapi anehnya yang menjawab adalah suara perempuan di seberang sana. "Halo?" Dengan cepat Sia mematikan panggilan tersebut dan membuang ponselnya asal.
Read more

BAB IV

Baru ingin memejamkan matanya, ponsel Arsa berdering dan terlihat nama Arka muncul. Tanpa berpikir panjang, Arsa langsung mematikan panggilan tersebut, menaruh ponselnya di meja dan kembali memejamkan matanya. Baru beberapa menit memejamkan matanya, ponselnya kembali berdering, karena malas menjawabnya. Arsa menghiraukan panggilan tersebut. Satria yang terbangun gara-gara nada dering ponsel Arsa, langsung mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Arsa lagi tidur," ucap Satria. Saat hendak mematikan panggilan tersebut, teriakan seseorang di ujung sana membuatnya enggan menutup panggilan itu. "Sa! Ayah jantungnya kambuh lagi!" pekik seseorang di seberang sana. Satria merubah posisinya yang tadinya masih tidur, sekarang duduk sambil mengucek matanya berusaha membaca nama di ponsel tersebut. Akibat minum alkohol terlalu banyak tadi malam, ia merasakan efek sampingnya yaitu pusing saat bangun. Arka, nama kontak yang menelepon Arsa. Satr
Read more

Bab V

Lelaki itu berjalan dengan lunglai, dia sedang mabuk. Tadi malam ia menghabiskan waktu untuk meminum alkohol seperti biasa. Tidak ada yang menemaninya untuk menghabiskan beberapa botol alkohol, karena kesibukan temannya masing-masing.Ia memegang kenop pintu rumahnya, terkunci ternyata. Saat ia ingin mengeluarkan kunci dari saku jaketnya, satu tangan lebih dahulu membukakan pintu tersebut, ia adalah Arka kembarannya.Arsa masuk lebih dahulu, ia menerjapkan matanya guna untuk melangkahkan kakinya naik ke tangga untuk menuju kamarnya. Tapi tubuhnya begitu lemah dan pandangannya buram, jadi ia pun beberapa kali tersungkur. Arka dengan sigap membantu Arsa bangun, tapi lelaki itu menepisnya."Gua ga butuh bantuan lo," decak Arsa sambil menunjuk ke arah wajah Arka dan ia kembali naik ke atas menuju kamarnya. Arka menatapinya dari baw
Read more

Bab VI

Hujan deras turun menyelimuti kota Bandung. Hawa dingin menelusup masuk ke dalam kulit, Sia memeluk dirinya guna menghangatkan tubuhnya. Sesekali meniup tangannya dan menggosoknya, ia menatap ke luar jendela, dilihatnya awan yang sedang mendung, matahari tak kunjung datang.Ia menghela napas, Arsa janji akan ke rumahnya hari ini, kalau hujan begini kemungkinan besar lelaki itu tak akan datang. Sia mengambil guling dan memeluknya. Bagaimanapun ia juga tidak ingin Arsa sakit dan mendesak lelaki itu mengunjunginya.TRING!Notifikasi pesan masuk, dengan segera ia membuka pesan yang di kirimkan siapa lagi kalau bukan Arsa.Arsa|Aku udah di depan rumah kamu1  11.07Sia membelalakkan matanya dan segera bangkit menuju balkon, terlihat Arsa yang berada di bawah luar gerbang rumahnya, yang masih duduk di motornya. Arsa hanya memakai jaket kulit dan bawahan celana jeans, tapi pakaiannya sudah basah kuyup semua.Dengan cepat Sia kel
Read more

Bab VII

Tadi malam Arsa banyak sekali minum, sekarang kesusahan untuk tidur dan tubuhnya terasa sangat dingin. Arsa mencoba melilit tubuhnya dengan selimut dan mematikan AC nya, berusaha untuk tidur tapi tetap saja ia terbangun dari tidurnya.Pagi ini Arsa benar-benar tidak enak badan. Suhu badannya juga tinggi, tubuhnya benar-benar lemah, apa lagi ia merasakan nyeri di bagian perutnya. Walaupun begitu Arsa harus bangkit dan pergi ke rumah Sia, karena lelaki itu sudah janji dan tidak ingin membuat gadis itu khawatir.TRING!Notifikasi pesan dari Sia masuk, Arsa mengambil ponselnya yang berada di meja kecil samping kasurnya.SiaAku tunggu di balkon.Hati-hati Sa ^.^08.24 WIBDengan lemah Arsa mengukir senyumnya dan menuju ke kamar mandi membasuh tubuhnya. Setelah selesai dengan kegiatan membasuhnya, Arsa segera turun ke bawah. Arka serta Bunda ada di bawah, sementara Ayahnya masih di rumah sakit."Sa, ayo sarapan," ajak Bunda s
Read more

Bab VIII

Tepat jam 8 malam, Arsa akan menjemput Sia. Kemarin saat siang dia sudah mengelilingi rumah Sia beberapa kali, mencari jalan persembunyian keluar dari sana. Kalau lewat depan tidak akan mungkin bukan, maka dari itu dia mencari jalan keluar.Terkesan gila memang tindakan Arsa yang mengajak Sia keluar dari rumahnya. Arsa sudah menunggu Sia, tepat di luar tembok besar belakang dekat taman rumahnya, disana memang terdapat lubang yang sepertinya akan dipakai untuk pembuangan sampah. Sia sudah bersiap untuk keluar dari sana, biasanya jam 8 adalah jadwal ia untuk tidur. Kebiasaannya memang seperti itu, tidak boleh tidur lewat dari pukul 9 malam. Berbeda sekali dengan Arsa yang selalu begadang tiap malam.Setelah menurut Sia situasi di luar aman, ia keluar kamarnya dengan langkah pelan seperti mengendap-endap. Ia menutupi bajunya dengan hoodie, saat hendak ingin pergi ke dapur, suara kenop pintu terdengar."Mau kemana, sudah jam 8 malam," celetuk Brian, Pap
Read more

Bab IX

Brian mengusap wajahnya kasar. Johnny memberi beberapa informasi tentang Arsa yang sudah ia gali sampai ujung. Tentang kapan lelaki itu lahir, dari kasta mana lelaki itu berasal, teman-temannya, suku, agama, ras, sampai kesehatan lelaki itu.Lelaki paruh baya itu sangat marah, bagaimana bisa lelaki pecandu alkohol dan memiliki penyakit kronis bisa mendekati anak gadisnya yang polos serta naif itu. "Siapa dokter yang menanganinya?" tanya Brian kepada Jhonny, ia sedang membaca beberapa lembar kata yang berisi biodata Arsa."Dr. Daniel Yogaswara, Tuan," jawabnya. Brian mengangguk dan bangkit sambil membawa kertas biodata itu, "Sediakan mobil, kita akan temui dokter Daniel," ucapnya. Johnny mengangguk setelah itu keluar dari ruang kerja Brian dengan tergesa-gesa.Sia melihat Johnny yang keluar dari ruangan kerja Papanya, ia langsung melirik ke Bi Jami, "Papa belum berangkat kerja, Bi?" tanyanya.Bi Jami mengangguk, "Belum Non," ucapn
Read more

Bab X

Malam kali ini terasa sunyi dan dingin. Baru saja mereka sampai di tempat tujuan dan menyantap minuman yang mereka beli, tapi tanpa aba-aba hujan jatuh dengan derasnya. Untung mereka sedang berada di kedai kopi kecil yang berada di pinggir jalan.Mereka duduk berhadapan, Sia menyunggingkan senyumnya dan alhasil senyumnya membuat Arsa tersenyum tipis, "Manis," celetuknya.Sia seketika tersedak, lelaki itu selalu bisa membuatnya salah tingkah dan membuat jantungnya tidak aman, "Ga papa?" tanya Arsa khawatir. Gadis itu langsung menggeleng cepat dan memukul pelan dadanya.Mereka menghabiskan kopi sambil menunggu hujan reda, "Aku mau tanya, Sa," ucapnya. Arsa langsung memfokuskan perhatian kepada Sia, "Kamu kemarin ke restoran?" tanya Sia. Lelaki itu menggeleng.FlashbackArsa mempunyai janji dengan seorang gadis yang kemarin bertemu di rumah sakit tempat ia di rawat. Di ujung koridor Arsa terkejut melihat Sia sedang berjalan menuju ke arah
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status