All Chapters of Dalam Genggaman Sang Raja: Chapter 171 - Chapter 180
239 Chapters
Bab 170 Kematian Kapten Licas
"Arrggggghhhh!" Jeritan Alisya melengking bagaikan lolongan serigala di malam bulan purnama. Spontan jeritan itu mengalihkan perhatian Efatta pada wanita yang masih terikat di kursi. Mata Efatta menangkap gerak dari balik baju sang putri. Wajah Alisya telah semakin pucat dengan bibir mengering. 'Sial! Tikusnya masuk ke dalam baju Alisya!' Efatta kembali mengayunkan pedang ke kaki Kapten Licas. Refleks sang kapten melompat, selanjutnya mengayunkan pedang ke arah Efatta yang berada di bawahnya. Untungnya Efatta menangkis tepat waktu. Malahan kaki Efatta berhasil menjegal kaki pria bermata satu hingga terjatuh. Saat Kapten Licas terjatuh Efatta segera melanjutkan serangan. Berguling mengindari serangan, Kapten Licas berhasil bangkit. Saat Kapten Licas baru saja mengumpulkan tenaga, tendangan Efatta segera menghantam jantung kapten berambut hitam. Terkejut dan menahan sakit, Kapten Licas kehilangan sedikit keseimbangan. Tidak ingin menyiakan kesempatan, Efatta menyabet pedang Kapten L
Read more
Bab 171 Dua Sisi Koin
"Aku hanya seorang dokter, tidak bisa menentukan hidup dan mati seseorang. Aku telah memberinya obat penetral racun. Juga menangani masalah keguguran janin yang dikandungnya. Sekarang dia sedang beristirahat, kamu boleh menungguinya." Tuan Harry memandang Efatta dengan tatapan aneh. "Baik dokter, terima kasih." Akhirnya Efatta bisa bernapas dengan lebih lega. Efatta menoleh ke arah anak buahnya dan berkata, "kalian boleh pergi. Untuk beberapa saat aku akan tinggal di sini bersama Alisya." "Baik, Kapten. Semoga Putri segera kembali pulih," ujar awak kapal berambut keriting kemudian meninggalkan rumah dokter tua bersama awak kapal yang lain. "Ngomong-ngomong, kenapa wanita itu bisa digigit tikus beracun? Hewan itu tidak akan berenang dari negeri Samargdizh ke tempat ini, Kan?" tanya dokter tua tiba-tiba. Tangan mengepal erat, ingatan Efatta memunculkan sosok gadis berambut hitam dengan bibir berwarna semerah darah. "Efatta ... apa maksud dari perkataanmu? Bukankah kita telah ...."
Read more
Bab 172 Kembali Berlayar
"Apakah kamu yakin sudah lebih baik?" tanya Efatta kepada Alisya yang berdiri di dermaga pulau Lanunzah. Sang putri hanya mengangguk pelan. Sejak kehilangan bayi Alisya nyaris tidak berkata-kata. Efata hanya bisa maklum, suasana hati sang putri pasti masih buruk. Senja itu Efatta memutuskan akan kembali mengembangkan layar setelah kurang lebih satu pekan berada di pulau Lanunzah, markas para bajak laut. Wajah putih Alisya tertimpa cahaya jingga mentari yang nyaris tenggelam. rambut merah sang putri terurai dengan gaun ungu muda dan mantel dengan warna senada. Meski tidak tersenyum, kecantikan Alisya masih bersinar bak bulan purnama. Perlahan Efatta menuntun Alisya menuju ke kapal Skorpiozh yang telah siap menunggu untuk berpetualang. Ingatan Efatta menampilkan kilatan adegan pertemuannya dengan Kapten Agenor, Raja bajak laut Hiu Putih. Aganor adalah salah satu dari bajak laut terkuat bukan hanya di Benua Barat, tetapi di bumi. Jumlah keseluruhan armada yang berlayar di bawah bender
Read more
Bab 173 Pulau Misterius
Setelah pertengkaran antara Alisya dan Efatta, keduanya hanya saling diam. Efatta yang biasanya tidak pernah menjauh dari ranjang sang putri lebih banyak menghabiskan waktu di atas kabin. Lagi pula, Alisya sedang mengalami pendarahan pasca keguguran. Sehingga, dia tidak bisa memberi Efatta kesenangan seksual seperti yang pria itu harapkan. Tidak ada pembajakan, tidak ada pesta. Lebih dari dua pekan kapal Skorpiozh mengapung di lautan. Jumlah awak kapal yang sedikit membuat Efatta berencana merekrut orang-orang baru untuk berlayar bersamanya. Tidak masalah! Dalam karir pertamanya di lautan, bahkan Efatta memulai dengan hanya enam orang awak kapal. Untuk mendapatkan anak buah kapal yang baru, Efatta harus mengunjungi sebuah pulau. Meski begitu, tetap saja tidak mudah merekrut orang untuk menjadi seorang kriminal yang diburu kerajaan. "Kapten, di depan ada sebuah pulau! Mungkin kita bisa ke sana!" teriak bajak laut keriting dari atas pengintai di tiang utama kapal. Efatta mengarahka
Read more
Bab 174 Terbakarnya Kapal Skorpiozh
Benar saja, sekumpulan pria tampak berlari membawa obor di dermaga. Tidak lama kemudian kobaran api melahap kapal kebanggaan Efatta dan seluruh awak kapalnya. Bunga api tampak berterbangan dari kejauhan seperti memercikkan ingatan di masa lalu. Sang kapten yang saat itu terjerembab di tanah segera bangkit. Kedua mata biru Effata seolah menjadi lautan api. Dengan gerakan brutal, pria berambut merah memberikan serangan balasan. Begitu juga dengan awak kapal yang masih bertahan hidup. Sayangnya, karena kalah jumlah, dengan mudah awak kapal Efatta dihabisi seperti memukul nyamuk dalam satu kali tepukan. "Efatta!" teriak Alisya pecah ketika melihat tubuh lelaki berambut merah tumbang. Tangis sang putri seolah membelah langit seraya meronta. "Kamu sedih melihatnya begitu? Harusnya kamu menurut, sehingga lelaki itu tidak harus menanggung beban karena kegilaanmu!" ucap wanita berambut hitam dengan tatapan sinis. Sejurus kemudian tangan putih wanita berambut hitam membuat gerakan menyapu di
Read more
Bab 175 Anjing istana
"Arrggghh ..." desis Efatta. Setelah sekian lama tidak sadarkan diri, Efatta menyadari kedua tangan dan kakinya dirantai. Mata kapten menyapu ruangan yang tampak nyaman dengan sebuah ranjang, meja, bufet, dan permadani. Akan tetapi, kenapa Efatta terikat dengan posisi berdiri dan kedua tangan terangkat ke atas? Rasanya sangat tidak nyaman. Apalagi terdapat luka di beberapa bagian tubuh sang kapten. Memejamkan mata dan merasakan perih di bagian tubuh yang dibungkus perban, Efatta mengingat kejadian terakhir yang menimpanya. Yah, sebuh pertarungan terjadi sesaat setelah sang kapten mendengar jeritan Alisya. Kenapa wanita itu tidak ada di kapal? Efatta menghela napas panjang. Ingatannya membawa memori yang lebih lama ketika dirinya menyusul anak buah kapal menuju ke pantai untuk merekrut anggota baru. Biasanya mereka akan menuju ke sebuah kedai minuman di mana banyak orang berkumpul untuk minum atau menuju tempat perjudian. Dengan begitu mereka dapat dengan mudah mendekati calon anak b
Read more
Bab 176 Sihir Cinta
Seorang pelayan terlonjak karena suara gebrakan meja di saat menyisir rambut hitam wanita di depan cermin. Tampak pantulan wajah cantik dengan kulit putih dan bibir semerah mawar. Mata wanita itu menatap geram pantulan wajahnya sendiri dengan mengepalkan tangan kuat-kuat. "Apakah menurutmu aku buruk?" tanya wanita di depan cermin. "Tentu saja tidak, Nona adalah wanita tercantik yang pernah hamba temui." Gadis pelayan tersenyum penuh kekaguman. Wanita di depan cermin menghela napas panjang. "Kamu pasti memuji hanya untuk sekedar menghiburku." "Tidak ... tidak .... Nona memang cantik. Siapa pun akan memandang Nona sebagai wanita yang luar biasa." Gadis pelayan memandang puas rambut hitam panjang yang baru saja dia sisir. Sangat indah dan berkilau, sangat aneh jika pemiliknya merasa rendah diri. "Lihatlah, Nona cantik sekali!" Gadis pelayan menantap pantulan wajah wanita berambut hitam di cermin. Bibir merah wanita berambut hitam pun melengkung ke atas. "Kamu boleh pergi!" Gadis pel
Read more
Bab 177 Pertempuran hati
"Aah ... indahnya!" gumam Alisya begitu kudanya berhenti di tepi sungai. Efim dengan sigap membantu Alisya untuk turun dari kuda. "Terima kasih." Alisya berucap tulus. "Yang Mulia tidak harus selalu berucap terima kasih kepadaku. Jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan, karena itu memang tugasku." Efim tersenyum simpul. "Aku mengerti. Meski begitu, aku bukan seorang putri yang tidak tahu terima kasih," jawab Alisya kemudian segera menuju ke bibir sungai. Gemercik air menandakan sungai tidak terlalu dalam. Bebatuan menjadikan sungai semakin indah dan nyaman untuk bersantai. Mata sang putri menatap sebuah batu besar. Langkah kakinya tidak sabar untuk menjelajah sekitar sungai. "Yang Mulia mau ke mana?" tanya Efim setengah teriak. "Aku mau mandi! Awas, kalau kamu mengintip!" jawab Alisya seraya menuju ke balik batu besar. Ucapan Alisya membuat pipi pucat Efim merona. "Mana berani hamba mengintip Yang Mulia mandi," gumam pria berkulit seputih salju. Tanpa diminta Efim mengumpu
Read more
Bab 178 Hilangnya Ingatan Efatta
Wajah Alisya berseri-seri ketika menunggang kuda. Hari ini Efim berjanji akan mengajaknya berburu di hutan. Kegiatan berburu terakhir kali Alisya lakukan bersama kedua saudaranya di hutan kerajaan Crysozh. Akan tetapi, saat ini tidak mungkin terulang kembali. Jika mengingat bagaimana Myran mati dengan kepala terpisah suasana hati sang putri menjadi buruk seketika. "Yang Mulia, berhenti!" ujar Efim tiba-tiba. Alisya memandang pria penunggang kuda hitam di depannya. "Ada apa? Bukankah kita akan berburu?" tanya Alisya seraya mengerutkan alis. "Hamba rasa ... sebaiknya kita berburu di hari yang lain." Ekspresi wajah Efim terlihat buruk seketika. Sang putri merasa penasaran karena pria itu sebelumnya telah berjanji akan membawanya keluar benteng hari ini. "Kenapa begitu? Bukankah kamu telah berjanji kepadaku?" Alisya mengingatkan janji Efim. "Hamba memohon maaf. Sebaiknya kita pergi pada hari yang lain." Alisya hanya menyeringai. Tidak bisa dipungkiri, sang putri tengah curiga Efim
Read more
Bab 179 Cinta Palsu
"Baiklah ..." kata Boyana pasrah. Boyana merupakan pelayan senior di kompleks benteng bawah tanah. Memejamkan mata cukupnlama, seakan Boyana mengingat kejadian yang sudah hampir terlupakan. Pelayan itu menceritakan peristiwa peperangan kerajaan dengan kelompok penyihir. Pada bagian ini Alisya sudah mengetahui dari koleksi buku di perpustakaan kastil Nikyzh. Barulah Alisya memperhatikan ucapan Boyana lebih intes saat menceritakan tentang kelompok penyihir Awan Putih. Saat itu juga Alisya teringat dengan liontin berbentuk awan milik Efim. Pembunuhan yang brutal membuat seluruh keluarga penyihir Awan Putih terbunuh kecuali Gianira dan pelayan keluarga yang bernama Efim. "Ayah ...." Gianira memeluk sang ayah yang terluka parah setelah sebelumnya bersembunyi di dalam ruang rahasia bersama Efim. Dengan bersandar pada tembok, tangan Galan yang berlumuran darah menggapai pipi putri semata wayang. Matanya yang berwarna merah seolah menyala memberikan harapan kepada Gianira kecil. "Putriku
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
24
DMCA.com Protection Status