Semua Bab CEO Mencari Cinta: Bab 181 - Bab 190
273 Bab
Lolos
“Jangan kebanyakan ngeluh. Lakukan saja!” kata lelaki kecil berambut gondrong. “Masalahnya, aku bingung, Man. Bagaimana caranya memintanya. Lah, kita tidak di bawain uang untuk menyogok. Jaman sekarang, apa yang tidak pakai uang?” tanya lelaki bertubuh gempal. “Kamu memang goblok kok, Ndut. Pakai otak jangan pakai dengkul.” “Lah, kamu ikut-ikutan ngatain aku jadinya, Jef?” “Udah, ayo kerjakan! Malah berantem sendiri,” cegah pria cungkring. Mereka ahirnya pergi menuju ke bagian informasi yang ada di bandara itu. Dimulai dari maskapai penerbangan yang paling terkenal dan paling bagus. Mereka memilih di mulai dari yang paling bagus, karena menyadari Ilham adalah orang yang kaya. Sehinga tentu memilih pesawat yang bagus. Akhirnya, mereka memperoleh informasi. Tias dan Ilham sudah berangkat menaiki pesawat beberapa jam yang l
Baca selengkapnya
Menggoda (21+)
Ilham membangunkan Tias, ketika taxi yang mereka tumpangi sudah sampai di hotel yang ingin mereka singgahi. Jika ini mobilnya sendiri, mungkin Ilham akan langsung menggendongnya. Tapi, ini taxi. Tentu ada sedikit rikuh dan sungkan untuk melakukannya, kendati dirinya sudah menjadi suaminya. “Oh, sudah sampai?” Tias tergagap karena menyadari jika ini bukan di rumah mereka. “Kita menginap di sini saja malam ini. Seenggaknya, Galih akan perlu waktu untuk menemukan kita. Kau mau ‘kan, Sayang?” Tias mengangguk saja. Setelah membayar sejumlah nominal yang tertera di argo, Ilham menggandeng istrinya untuk  masuk ke hotel tersebut. “Mbak, saya pesan satu kamar untuk kami. Ah, sebentar akan saya rilis dulu dari KUA surat nikah kami.” Ilham menghubungi ketua KUA Ungaran, untuk mengirimkan berkas bahwa mereka telah tercatat sebagai suami istri. Bahkan di komputer mereka berkas itu sudah
Baca selengkapnya
Gagal (21+)
“Mau melanjutkan di ranjang?” bisik Ilham. Suaranya terdengar terengah dan tercekat karena jantung berpacu semakin deras memompa darah. Alirannya bak air bah yang menggelondor menembus segala dinding sehingga, kepasrahan Tias menjadikan dirinya mulai menyusuri lekuk tubuh wanita itu.  Ilham menurunkan tubuh istrinya yang tadi terduduk di dekat washtafel. Mereka kembali memagutkan bibir mereka, sambil memutar tubuh mereka sedikit  demi sedikit, sehingga karena gerakan itu maka mereka dapat sampai ke renjang. Karena terlalu intens, maka mereka malah terjatuh di lantai. Tapi, mereka tidak saling melepaskan. “Kau sudah siap? Kalau belum,  aku tunggu sampai kamu siap.” Tapi, Ilham tahu jika Tias menikmatinya, karena bagian dadanya ujung, mulai mengeras. “Aku akan coba, Mas. Kau bisa membimbingku.” Tias memasrahkan seluruh jiwa raganya pada lelaki yang selama ini menghiasi mim
Baca selengkapnya
Seperti Bayi (21+)
“Hai,” sapa Ilham. Tias menutup wajahnya dengan bantal.  Dia malu ketahuan baru bangun tidur. “Kenapa? Kok di tutupin? Cantik lagi, kalau baru bangun dari tidur.” Tias tersenyum karena perkataan Ilham itu. Rasanya, ada kupu-kupu beterbangan membentuk lingkaran di perutnya. Ilham membuka bantalnya, tapi lagi-lagi Tias menutupnya kembali. “Mandi, habis itu sarapan. Sudah ku belikan baju.” Tias membuka bantalnya, kemudian tersenyum. Sesungguhnya, dia mengingat peristiwa tadi malam. Bahkan bajunya belum lengkap terpakai. Pakaian dalam atas belum terkait, kancing baju masih berantakan, dan dalaman bagian bawah pun sudah melorot. Akan tetapi, dia tidak bisa meneruskannya, karena takut dan mengeluarkan keringat dingin. “Mas.” Tias merapikan dalamannya. “Hem. Ada apa?” Ilham membantunya untuk mengaitkannya. “Kamu ...
Baca selengkapnya
Sudah Keluar (21+)
“Kau menyukainya?” bisik Ilham. Tias tidak mampu berkata. Ternyata memang sangat berbeda. Dia selalu takut jika Galih menciumnya. Tapi, tidak dengan Ilham. Dia merasa aman dan nyaman di cium dan di belai oleh lelaki itu. Setelah puas dengan ciuman, Ilham memulai menyusuri senti demi senti lehernya, hingga terdiam nyenyak di bagian puncak dada. Dia mengeksplor benda bundar berpucuk merah muda itu. Dia seperti bayi yang meminum ASI ibunya.  “Mas, ahhh,” cicit Tias. Dia mulai merasakan sensasi rasa yang begitu nikmat menjalari seluruh tubuh dan juga perasaannya. Rasa takut yang selama ini di deritanya musnah sudah. Tidak ada lagi aura ketakutan yang menyelinap di benaknya. Rasanya, justru sangat nikmat dan bersemangat. “Teruslah mendesah, Sayang. Aku harap, ini akan membantumu sembuh. Lupakan ketakutanmu.” Ilham terus saja bergerilya merasuki inci demi inci tubuh molek Tias. Rasanya
Baca selengkapnya
Aku Akan Memakanmu
“Kamu mau jalan-jalan ke mana? Biar Aditia yang mengurus mobil kita.” Ilham menawarkan masih dalam posisi tanpa baju dan menyusup ke dalam selimut. Lengket karena keringat tidak mereka raasakan. Rasa bahagia membara sudah, karena sudah berhasil melakukan hubungan suami istri, tanpa rasa takut dari Tias seeprti biasanya. “Kemana, ya? Di sini saja. Dari pada keluar, Bang Galih pasti mengejar kita. Tidur di sini lebih enak. Kalau di rumah juga pasti dia sudah menyelidiki,” tutur Tias. “Ada satu rumah di Cinere. Dia belum mengetahui. Itu juga atas nama mama. Pasti dia tidak menyangka kalau kita di sana,”ucap Ilham. “Terserah, Mas. Tapi, untuk hari ini boleh, ya kita di sini dulu?” pinta Tias. “Jelas boleh. Aku akan mengajukan cuti sehari lagi. Demi bidadariku ini.” Ilham mentoel dagu sang istri. Tias kembali menyusup ke dada lebar milik suaminya
Baca selengkapnya
Angkat Saja
“Ah, sana sih, mandi. Dari tadi godain mulu. Aku sudah lapar, kutinggal nih,” usir Tias. “Emang tahu jalan? Kalau kesasar?” Ilham tertawa terbahak-bahak, hingga Tias mendorong tubuh suaminya itu ke kamar mandi. Lelaki itu tanpa busana, hingga tubuhnya sangat terlihat sempurna. “Duh, ternyata suamiku memang sempurna.” Tias mencicit dalam hatinya. Wanita itu cepat mengganti bajunya, atau akan di terkam kembali oleh sang suami.   Suara gemericik terdengar dari dalam kamar mandi itu. Tias tersenyum, karena kini bajunya sudah terpasang sempurna. Tidak menggunakan make-up, karena memang tidak membawa apapun, dan Ilham hanya membelikannya baju. Ada suara bel dari luar, namun Tias tidak berani membukanya. “Siapa?” Ilham sudah keluar dari kamar mandi. Suara gawainya berdering. Ilham sedang mengeringkan rambutnya. Dia mengeringkan rambutnya menggunakan
Baca selengkapnya
Suara Itu
Sepanjang jalan, Aditia memberi informasi kepada Ilham tentang bagaimana Galih beraksi. Tias hanya miris mendengarnya. Banyak kejutan dari Galih yang dia sendiri tidak tahu. Namun, untuk menjaga perasaan suaminya dia hanya menyimpan keterkejutannya. Ilham memiliki kepekaan yang baik. Dia tahu jika istrinya merasa tidak nyaman dengan obrolan mereka. Ilham menanyakan kepada istrinya. “Sayang, kamu tidak menyukai kita ngobrolin Galih? Kita bukan menjelekkan dia. Tapi, kita hanya tidak suka dengan pekerjaannya saja,” tukas Ilham. “Tidak mengapa, Mas. Aku hanya kaget saja. Ternyata sebagai istrinya aku pernah sedungu itu. Aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya.” Tias mengatakan yang sebenarnya dalam pikirannya. “Kadang, tidak semua yang ada pada pasangan kita, kita ketahui. Kalau kau ingin tahu tentang aku, kau bisa tanyakan. Aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu. Kamu
Baca selengkapnya
Drama Rumah Tangga
“Bos, besok sudah berangkat? Sepertinya akan ada investor meninjau sekolah Cosmos. Untuk korupsi Galih di wilayah gedung terpadu juga akan ada reserse yang akan bertemu dengan bos besak.” Mereka sudah menyelesaikan makan. “Bang, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pelayan. “Seporsi sate sama nasi putih,” tukas lelaki itu. Tidak mungkin. Suara itu? Dia ada di sini. Ilham dan Tias menengok ke arah suara itu. Spontan mereka terkejut berjamaah. Suara itu adalah Galih dan juga Milea. Mengapa seolah-olah ada mereka berdua. Ini di Jakarta, bukan di Bogor. Tapi, mengapa bisa kebetulan begitu? Ah, sepertinya dunia begitu sempit. Melihat perubahan raut wajah istrinya, Ilham memegang tangannya untuk menguatkan. “Kenapa, Sayang? Hatimu masih sakit?” tanya Ilham. “Hah, sakit? Enggaklah. Aku memiliki kamu sekarang.
Baca selengkapnya
Ulah Milea
“Kau mau menggendongku, Sayang? Boleh. Tapi, ini di tempat umum. Kalau di rumah saja, bagaimana? Setelah itu, kita bermain di ... ah, kau pasti tahu ‘kan?” Tias bergelayut manja di pundak suaminya. Mereka akhirnya meninggalkan meja Galih dan Milea dengan masih saling menggandeng. Sedangkan Aditia sudah lebih dulu masuk ke mobil. Dia tidak ingin melihat drama keluarga seperti itu. Ah, seperti drama ibu-ibu kompleks yang suka nonton sinetron ikan terbang itu. Sementara itu, Galih yang melihat hal itu sangat dongkol. Dia bahkan mengepalkan tangannya dan memukulkannya pada meja, sehingga orang-orang menatap mereka kembali. “Mas, sudah. Duduk! Kita makan. Jangan marah-marah mulu.” Galih akhirnya duduk.  Dia mulai memakan makanannya dengan lahap. Karena memang  dari semalam tidak makan. Dia bahkan seperti kesetanan karena memakan habis pesanannya dalam waktu singkat. “Mas, hati-hat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
28
DMCA.com Protection Status