“Jangan kebanyakan ngeluh. Lakukan saja!” kata lelaki kecil berambut gondrong.
“Masalahnya, aku bingung, Man. Bagaimana caranya memintanya. Lah, kita tidak di bawain uang untuk menyogok. Jaman sekarang, apa yang tidak pakai uang?” tanya lelaki bertubuh gempal.
“Kamu memang goblok kok, Ndut. Pakai otak jangan pakai dengkul.”
“Lah, kamu ikut-ikutan ngatain aku jadinya, Jef?”
“Udah, ayo kerjakan! Malah berantem sendiri,” cegah pria cungkring. Mereka ahirnya pergi menuju ke bagian informasi yang ada di bandara itu. Dimulai dari maskapai penerbangan yang paling terkenal dan paling bagus. Mereka memilih di mulai dari yang paling bagus, karena menyadari Ilham adalah orang yang kaya. Sehinga tentu memilih pesawat yang bagus.
Akhirnya, mereka memperoleh informasi. Tias dan Ilham sudah berangkat menaiki pesawat beberapa jam yang l
Ilham membangunkan Tias, ketika taxi yang mereka tumpangi sudah sampai di hotel yang ingin mereka singgahi. Jika ini mobilnya sendiri, mungkin Ilham akan langsung menggendongnya. Tapi, ini taxi. Tentu ada sedikit rikuh dan sungkan untuk melakukannya, kendati dirinya sudah menjadi suaminya.“Oh, sudah sampai?” Tias tergagap karena menyadari jika ini bukan di rumah mereka.“Kita menginap di sini saja malam ini. Seenggaknya, Galih akan perlu waktu untuk menemukan kita. Kau mau ‘kan, Sayang?” Tias mengangguk saja. Setelah membayar sejumlah nominal yang tertera di argo, Ilham menggandeng istrinya untuk masuk ke hotel tersebut.“Mbak, saya pesan satu kamar untuk kami. Ah, sebentar akan saya rilis dulu dari KUA surat nikah kami.” Ilham menghubungi ketua KUA Ungaran, untuk mengirimkan berkas bahwa mereka telah tercatat sebagai suami istri. Bahkan di komputer mereka berkas itu sudah
“Mau melanjutkan di ranjang?” bisik Ilham. Suaranya terdengar terengah dan tercekat karena jantung berpacu semakin deras memompa darah. Alirannya bak air bah yang menggelondor menembus segala dinding sehingga, kepasrahan Tias menjadikan dirinya mulai menyusuri lekuk tubuh wanita itu.Ilham menurunkan tubuh istrinya yang tadi terduduk di dekat washtafel. Mereka kembali memagutkan bibir mereka, sambil memutar tubuh mereka sedikit demi sedikit, sehingga karena gerakan itu maka mereka dapat sampai ke renjang. Karena terlalu intens, maka mereka malah terjatuh di lantai. Tapi, mereka tidak saling melepaskan.“Kau sudah siap? Kalau belum, aku tunggu sampai kamu siap.” Tapi, Ilham tahu jika Tias menikmatinya, karena bagian dadanya ujung, mulai mengeras.“Aku akan coba, Mas. Kau bisa membimbingku.” Tias memasrahkan seluruh jiwa raganya pada lelaki yang selama ini menghiasi mim
“Hai,” sapa Ilham. Tias menutup wajahnya dengan bantal. Dia malu ketahuan baru bangun tidur.“Kenapa? Kok di tutupin? Cantik lagi, kalau baru bangun dari tidur.” Tias tersenyum karena perkataan Ilham itu. Rasanya, ada kupu-kupu beterbangan membentuk lingkaran di perutnya. Ilham membuka bantalnya, tapi lagi-lagi Tias menutupnya kembali.“Mandi, habis itu sarapan. Sudah ku belikan baju.” Tias membuka bantalnya, kemudian tersenyum. Sesungguhnya, dia mengingat peristiwa tadi malam. Bahkan bajunya belum lengkap terpakai. Pakaian dalam atas belum terkait, kancing baju masih berantakan, dan dalaman bagian bawah pun sudah melorot. Akan tetapi, dia tidak bisa meneruskannya, karena takut dan mengeluarkan keringat dingin.“Mas.” Tias merapikan dalamannya.“Hem. Ada apa?” Ilham membantunya untuk mengaitkannya.“Kamu ...
“Kau menyukainya?” bisik Ilham. Tias tidak mampu berkata. Ternyata memang sangat berbeda. Dia selalu takut jika Galih menciumnya. Tapi, tidak dengan Ilham. Dia merasa aman dan nyaman di cium dan di belai oleh lelaki itu. Setelah puas dengan ciuman, Ilham memulai menyusuri senti demi senti lehernya, hingga terdiam nyenyak di bagian puncak dada. Dia mengeksplor benda bundar berpucuk merah muda itu. Dia seperti bayi yang meminum ASI ibunya.“Mas, ahhh,” cicit Tias.Dia mulai merasakan sensasi rasa yang begitu nikmat menjalari seluruh tubuh dan juga perasaannya. Rasa takut yang selama ini di deritanya musnah sudah. Tidak ada lagi aura ketakutan yang menyelinap di benaknya. Rasanya, justru sangat nikmat dan bersemangat.“Teruslah mendesah, Sayang. Aku harap, ini akan membantumu sembuh. Lupakan ketakutanmu.” Ilham terus saja bergerilya merasuki inci demi inci tubuh molek Tias. Rasanya
“Kamu mau jalan-jalan ke mana? Biar Aditia yang mengurus mobil kita.” Ilham menawarkan masih dalam posisi tanpa baju dan menyusup ke dalam selimut. Lengket karena keringat tidak mereka raasakan. Rasa bahagia membara sudah, karena sudah berhasil melakukan hubungan suami istri, tanpa rasa takut dari Tias seeprti biasanya.“Kemana, ya? Di sini saja. Dari pada keluar, Bang Galih pasti mengejar kita. Tidur di sini lebih enak. Kalau di rumah juga pasti dia sudah menyelidiki,” tutur Tias.“Ada satu rumah di Cinere. Dia belum mengetahui. Itu juga atas nama mama. Pasti dia tidak menyangka kalau kita di sana,”ucap Ilham.“Terserah, Mas. Tapi, untuk hari ini boleh, ya kita di sini dulu?” pinta Tias.“Jelas boleh. Aku akan mengajukan cuti sehari lagi. Demi bidadariku ini.” Ilham mentoel dagu sang istri. Tias kembali menyusup ke dada lebar milik suaminya
“Ah, sana sih, mandi. Dari tadi godain mulu. Aku sudah lapar, kutinggal nih,” usir Tias.“Emang tahu jalan? Kalau kesasar?” Ilham tertawa terbahak-bahak, hingga Tias mendorong tubuh suaminya itu ke kamar mandi. Lelaki itu tanpa busana, hingga tubuhnya sangat terlihat sempurna.“Duh, ternyata suamiku memang sempurna.” Tias mencicit dalam hatinya. Wanita itu cepat mengganti bajunya, atau akan di terkam kembali oleh sang suami.Suara gemericik terdengar dari dalam kamar mandi itu. Tias tersenyum, karena kini bajunya sudah terpasang sempurna. Tidak menggunakan make-up, karena memang tidak membawa apapun, dan Ilham hanya membelikannya baju. Ada suara bel dari luar, namun Tias tidak berani membukanya.“Siapa?” Ilham sudah keluar dari kamar mandi. Suara gawainya berdering. Ilham sedang mengeringkan rambutnya. Dia mengeringkan rambutnya menggunakan
Sepanjang jalan, Aditia memberi informasi kepada Ilham tentang bagaimana Galih beraksi. Tias hanya miris mendengarnya. Banyak kejutan dari Galih yang dia sendiri tidak tahu. Namun, untuk menjaga perasaan suaminya dia hanya menyimpan keterkejutannya.Ilham memiliki kepekaan yang baik. Dia tahu jika istrinya merasa tidak nyaman dengan obrolan mereka. Ilham menanyakan kepada istrinya.“Sayang, kamu tidak menyukai kita ngobrolin Galih? Kita bukan menjelekkan dia. Tapi, kita hanya tidak suka dengan pekerjaannya saja,” tukas Ilham.“Tidak mengapa, Mas. Aku hanya kaget saja. Ternyata sebagai istrinya aku pernah sedungu itu. Aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya.” Tias mengatakan yang sebenarnya dalam pikirannya.“Kadang, tidak semua yang ada pada pasangan kita, kita ketahui. Kalau kau ingin tahu tentang aku, kau bisa tanyakan. Aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu. Kamu
“Bos, besok sudah berangkat? Sepertinya akan ada investor meninjau sekolah Cosmos. Untuk korupsi Galih di wilayah gedung terpadu juga akan ada reserse yang akan bertemu dengan bos besak.” Mereka sudah menyelesaikan makan.“Bang, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pelayan.“Seporsi sate sama nasi putih,” tukas lelaki itu.Tidak mungkin. Suara itu? Dia ada di sini. Ilham dan Tias menengok ke arah suara itu. Spontan mereka terkejut berjamaah. Suara itu adalah Galih dan juga Milea. Mengapa seolah-olah ada mereka berdua. Ini di Jakarta, bukan di Bogor. Tapi, mengapa bisa kebetulan begitu? Ah, sepertinya dunia begitu sempit.Melihat perubahan raut wajah istrinya, Ilham memegang tangannya untuk menguatkan.“Kenapa, Sayang? Hatimu masih sakit?” tanya Ilham.“Hah, sakit? Enggaklah. Aku memiliki kamu sekarang.
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h