All Chapters of My Obsessive Ex: Chapter 81 - Chapter 90
176 Chapters
Bab 81
Tak ada rahasia yang dapat tetap tersimpan untuk selamanya. *** Qeiza mematung di tengah pintu apartemennya. Dia baru saja hendak berangkat kerja dan melihat pemandangan aneh tidak jauh dari sana. Ansel tidur meringkuk sambil memeluk kedua lututnya seperti anak kucing yang kedinginan di sisi kiri pintu. Perlahan Qeiza berjinjit mendekati Ansel, memastikan bahwa dia tidak salah lihat. Dia tidak habis pikir bagaimana Ansel bisa berakhir dengan tidur di atas lantai di luar apartemennya. “Dia benar-benar gila!” pikir Qeiza. Mau-maunya seorang Ansel yang selalu menjunjung tinggi harga dirinya menyambangi kediaman mantan istrinya dan bermalam di sana seperti seekor anjing penjaga. Qeiza mendesah seraya menggeleng. Sejenak dia menimbang-nimbang apakah dia harus membangunkan Ansel atau tidak. Dia mengedarkan pandangan berkeliling. Lorong apartemen itu kosong. “Ah, biar sajalah!” Qeiza akhirnya memutuskan untuk tetap membiarkan Ansel di sana. Dia balik badan dan berniat hendak pergi dar
Read more
Bab 82
Ansel berharap teriakannya dapat menghentikan langkah Qeiza sehingga dia punya kesempatan untuk menyusulnya. Sayangnya, impian itu tidak pernah menjadi nyata. Qeiza sama sekali tak terpengaruh dengan jeritan nyaringnya.Qeiza terus melangkah hingga duduk manis di samping Chin Hwa tanpa menunggu lelaki itu untuk membukakan pintu mobil untuknya.Mengetahui suasana hati Qeiza sedang tidak baik, Chin Hwa langsung memacu kendaraannya. Sesekali dia melirik pada Qeiza dengan setumpuk tanya yang menjejali pikirannya.“Kau tak perlu menceritakannya kalau memang tidak ingin berbagi sekarang.”Chin Hwa melihat kegelisahan yang terpancar pada wajah Qeiza. Gadis itu juga masih terlihat ragu untuk mulai menceritakan kisah yang sebenarnya.Qeiza menghela napas panjang. “Sekarang ataupun nanti, aku tetap harus menceritakannya kan? Jadi apa bedanya?”Chin Hwa tersenyum tipis. “Aku bisa sabar menunggu sampai kau benar-benar siap untuk bercerita.”“Aku akan merasa lebih lega jika kau lebih cepat mengetah
Read more
Bab 83
Pada dasarnya, wanita adalah makhluk yang sangat pemaaf walaupun sering kali disakiti. Hanya saja, jika perasaan kecewa telah melampaui batas toleransi dan membuatnya pergi, maka jangan pernah berharap dia akan kembali walau tangismu adalah air mata darah.***Pagi itu cuaca lebih dingin dari biasanya. Suhu di luar ruangan berada pada titik terendah di musim gugur, lima derajat Celsius. Qeiza merasakan tulang-tulangnya menggigil sehingga dia mempercepat langkahnya untuk masuk ke ruang kerjanya.Dia sangat mendambakan penghangat ruangan. Helaan napas leganya mengudara ketika suhu hangat membelai permukaan kulitnya saat dia melepas mantel dan menggantungnya pada tiang yang tersedia di pojok ruang kerjanya.Qeiza menggosokkan telapak tangannya agar hawa dingin yang terasa membekukan itu lebih cepat berlalu.“Kopinya, Nona!”Seorang office boy datang di waktu yang sangat tepat. Dia menghidangkan secangkir mochachino.“Terima kasih.”Qeiza tersenyum ramah. Menikmati perpaduan susu, cokelat,
Read more
Bab 84
Qeiza duduk dengan posisi kaki saling tumpah tindih. Dia bolak-balik melirik ke arah pintu masuk, berharap Adnan akan segera muncul dari sana.Jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.30. Seharusnya lelaki itu sudah tiba sepuluh menit yang lalu.“Kenapa dia belum muncul?”Qeiza mulai dihinggapi perasaan gelisah. Tidak biasanya Adnan datang terlambat. Lelaki itu adalah tipikal orang yang selalu menepati janji dan tepat waktu.“Apa dia lupa?” Qeiza terus berbicara pada dirinya sendiri.Untuk mengusir kebosanan, Qeiza akhirnya mengeluarkan ponselnya dari dalam saku coat. Dia mulai membuka aplikasi untuk membaca novel kesukaannya. Terbuai oleh alunan kata-kata puitis bernada romantis yang dibacanya, Qeiza jadi lupa akan keterlambatan Adnan.“Qeiza?” tegur seorang pria. “Kamu kenapa duduk sendiri di sini?”Qeiza mengangkat kepala. Matanya langsung tertumbuk pada sosok Ansel yang sedang celingukan ke segala arah seperti tengah mencari-cari sesuatu atau mungkin juga seseorang.Menyadari yang berd
Read more
Bab 85
Seorang lelaki akan melakukan segala cara untuk mendapatkan wanita yang dicintainya. *** Raja siang telah terlelap di pengujung senja. Dewi malam sigap mengambil alih tugasnya untuk menyinari semesta. Seorang petugas keamanan sedang berpatroli di pelataran parkir. Entakan sepatunya bergema menakutkan. Tangan lelaki itu memegang sebuah senter. Dia menyorot setiap sudut yang dikuasai kegelapan, memastikan semuanya aman dan terkendali. “Siapa di sana?” Dia bertanya pada diri sendiri ketika cahaya senternya menampilkan siluet seorang lelaki dengan kepala bertumpu pada roda kemudi. Dia terus berjalan mendatangi lelaki itu. Cahaya yang mendarat pada kelopak matanya menyebabkan Adnan tersadar. Dia menyipitkan matanya yang masih lamur, lalu mengadang cahaya itu dengan lengan kirinya. “Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya sang petugas keamanan pada Adnan setelah mengetuk kaca jendela mobilnya. Adnan yang belum berhasil mengumpulkan segenap kesadarannya mengangkat kepala. Dia masih merasa s
Read more
Bab 86
“Habiskan sarapannya ya, Ma!” kata Ansel. Dia sendiri yang membawakan makanan dan minuman untuk mamanya. Diletakkannya makanan tersebut di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur. Alina menggeser posisi duduknya lebih ke tepi. Mengetahui Ansel akan segera membawa Qeiza kepadanya, Alina jadi bersemangat untuk memulihkan diri. Ansel membantu meletakkan nampan berisi makanan ke pangkuan Alina, lalu mendekatkan meja agar Alina lebih mudah menjangkau minuman yang masih berada di sana. “Aku pergi, Ma,” pamit Ansel. “Kalau Mama butuh apa-apa, bunyikan saja bel di atas nakas itu. Ansel menunjuk bel tanpa kabel yang sengaja dibelinya untuk mempermudah Alina memanggil asisten rumah tangga mereka. Alina menahan pergelangan tangan Ansel. Dia menengadah, menatap penuh harap pada putra semata wayangnya itu. “Jangan kecewakan Mama, Sel,” lirihnya. “Bawa Qeiza kemari!” “Iya, Ma,” sahut Ansel. “Mama tenang saja!” Akhirnya Alina bisa melepas kepergian Ansel dengan senyuman bahagia. Dia b
Read more
Bab 87
Tatkala seorang pria memperlakukan wanita dengan lembut, saat itulah dia mulai memegang kunci untuk memenangkan hatinya.***Pagi itu ternyata hari keberuntungan Ansel. Saat dia tiba di apartemen Qeiza, mantan istrinya itu baru saja mengunci pintu. Siap untuk berangkat kerja.Ansel menghampiri Qeiza dengan wajah berbinar cerah. “Selamat pagi, Qeiza!” sapanya, sedikit membungkuk. Buket bunga yang dibawanya disembunyikannya di belakang punggung.Qeiza menatap Ansel dengan pandangan dingin. “Aku baru tahu enaknya jadi bos,” cibir Qeiza. “Masih sempat mengganggu hidup orang lain di saat seharusnya sudah pergi ke kantor.”Ansel cuma tersenyum tipis menanggapi cemoohan Qeiza. Bayang wajah pias mamanya memaksanya menahan emosi. Bagaimana pun caranya, dia harus berhasil membujuk mantan istrinya itu untuk bertemu dengan mamanya.“Hei! Tidak baik mengawali hari dengan marah-marah,” seloroh Ansel.Dia mengeluarkan buket bunga yang disembunyikannya. Perlahan dia memangkas jarak di antara mereka.“
Read more
Bab 88
“Hanya satu jam.” Ansel terus membujuk Qeiza.Qeiza melotot. Lelaki di depannya ini benar-benar tidak ingin menyerah."Tidak, tiga puluh menit pun cukup,” ralat Ansel begitu sorot mata Qeiza terlihat lebih tajam dari sebilah pedang samurai.Qeiza tak menanggapi bujukan Ansel. Dia kembali mengayun langkah menuju elevator.“Oke. Tidak lebih dari sepuluh menit,” putus Ansel. “Aku akan mengantarmu ke kantor setelahnya. Bagaimana?”Demi memenuhi janjinya kepada Alina, Ansel rela mengubur harga diri dan egonya dalam-dalam. Jika dia melewatkan kesempatan ini, entah kapan dia bisa bertemu lagi dengan Qeiza. Wanita itu selalu saja mencari cara untuk melarikan diri darinya.Ansel berdiri berhadapan dengan Qeiza. Dia masih menanti jawaban mantan istrinya itu. Untungnya elevator itu sedang sepi. Jadi, dia bisa memandangi wajah cantik Qeiza sepuasnya.“Pleaaase!”Ansel menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Terlihat tak berdaya dan sangat membutuhkan belas kasihan Qeiza.Entah sikap pantang me
Read more
Bab 89
Jangan percaya sepenuhnya pada apa yang kau lihat karena matamu bisa saja menipu. *** Selesai berbicara di telepon, Ansel menyusul masuk ke kamar Alina dengan perasaan penuh sukacita. Dia senang sekali bisa memenuhi keinginan mamanya. “Qeiza mana, Ma?” tanya Ansel. Dia celingukan ke segenap penjuru kamar. Mencari keberadaan Qeiza. Tangan kirinya bersembunyi dalam saku celana. Wajahnya kusut ketika tak menemukan Qeiza di kamar itu. Alina bangkit dan bersandar di kepala ranjang. Dia menatap dingin pada Ansel. “Aku sudah mengusirnya,” sahutnya. “Apa?” Ansel kaget. “Kenapa, Ma? Kan Mama sendiri yang memintaku untuk membawanya kemari.” “Aku memintamu membawa pulang Qeiza,” balas Alina. “Bukan wanita penipu itu!” “Ya ampun, Ma!” Ansel kehabisan kata. Bergegas dia balik badan, memburu Qeiza. “Berhenti, Ansel!” cegah Alina. “Jangan pernah membawa pencuri itu ke hadapanku!” Ansel menurunkan tangannya dari gagang pintu. Dia mengembuskan napas berat. Dia harus mengakui bahwa mamanya te
Read more
Bab 90
“Nah, itu dia orangnya, Pak!” tunjuk Aleta pada Qeiza. “Dia yang menyebabkan semua kekacauan ini!” Qeiza baru saja menginjakkan kaki di ruangan penyimpanan bahan. Dia tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Semua mata kini tertuju pada dirinya. Tatapan-tatapan buas itu seperti ingin mencincang dirinya bak pancaran sinar laser yang berseliweran dari segala arah. Qeiza mengamati seisi ruangan tersebut. Tampak gulungan-gulungan dasar pertebaran di mana-mana. Sebagian bahkan sudah terkoyak-koyak dan kotor. Seakan tak percaya dengan apa yang terjadi, Qeiza berlari untuk memeriksa bahan-bahan yang berantakan itu. “Tidak usah sok suci!” pekik Aleta, menyambar kasar sebelah lengan Qeiza. “Apa maksudmu?” tanya Qeiza. “Aku hanya ingin memeriksanya. Kenapa tidak boleh?” “Seharusnya kau sadar diri! Kau yang menghancurkan semua ini, kan?” Aleta bertanya dengan nada menuduh. “Tidak. Bukan aku pelakunya.” Qeiza membela diri ketika semua mata menatapnya dengan pandangan menyalahkan di
Read more
PREV
1
...
7891011
...
18
DMCA.com Protection Status