Semua Bab Pengantin Tuan Haidar: Bab 181 - Bab 190

606 Bab

Bab 181. Kencan Pertama

“Adek, kok sama Nabil, suamimu mana? Apa dia belum sembuh?” tanya Bunda Anin pada putrinya yang baru datang bersama salah satu pelayan keluarganya. Setelah mengantar nona mudanya, Nabil langsung pulang lagi. Ia hanya ditugaskan mengantar istri majikannya dengan selamat sampai rumah bundanya. “Aku mau malam mingguan sama dia. Biar lebih berdebar-debar kayak orang pacaran, aku nunggu di sini, nanti dia yang jemput,’ jelas Andin pada bundanya setelah Nabil pergi. “Astaga! Kalian kayak anak abg lagi pacaran aja.” bunda Anin menggelengkan kepalanya. “Ini ‘kan kencan pertamanya, Bun,” sahut Andin sambil terkekeh. “Ayo masuk, Bun! Aku mau ganti baju dulu.” Andin segera masuk kamar dan berganti pakaian. Ia hanya memakai kaus oblong berwarna putih dan celana jeans yang sobek di bagian lututnya. Setelah
Baca selengkapnya

Bab 182. Istri Mesum

“Bunda kami pergi dulu,” pamit Andin dan Haidar pada Bunda Anin. “Hati-hati ya! Jangan pulang larut malam,” pesan Bunda Anin sambil tersenyum. Ia bersikap seolah-olah sebagai ibu dari gadis yang dikencani pacarnya. “Iya, Bunda,” sahut Andin sembari tertawa geli. Ia merasa seperti remaja yang hendak kencan dengan pacar barunya. “Kita ke mana, Bee?” tanya Haidar setelah mereka berada di atas kuda besi itu. “Kita ke tempat Pak Mamat aja, mau nggak?” tanya Andin pelan, takut sang suami tidak menyetujuinya karena itu tempat biasa dia dan Roy nongkrong. “Mau makan sate atau mau mengenang waktu sama Roy?” tanya Haidar dengan dingin. “Boo, aku udah punya kamu. Kamu segalanya bagiku. Kamu laki-laki terhebat yang pernah singgah di hatiku,” kata Andin. “Ya udah kalo gitu kita ke ta
Baca selengkapnya

Bab 183. Cintamu Meruntuhkan Egoku ( khusus 21+ )

Ternyata begini rasanya kencan sama orang yang kita sayangi,” ucap Haidar sambil melirik pada wanita yang ada di sampingnya. Kini Andin dan Haidar berada di taman dekat tenda sate Pak Mamat. Mereka berbaring di atas rumput sambil menatap langit malam Ibu kota. “Bee, apa dulu kamu juga melakukan hal yang sama bersama Roy seperti yang kita lakukan sekarang ini?” tanya Haidar tanpa menoleh pada istrinya. Pandangannya tetap mengarah ke langit malam, tanpa adanya bintang satu pun. Sepertinya karena mendung, sehingga cahaya bintang tertutup awan kelabu. Andin menoleh pada suaminya. “Aku dan Roy nggak pernah kencan berdua seperti ini. Kita selalu kumpul bareng. Walaupun Roy terlihat seperti berandal, tapi ia laki-laki yang baik, tidak pernah memperlakukanku tidak sopan.” Haidar menoleh pada istrinya. “Dia memang laki-laki yang baik.” “Maaf, Boo. Aku nggak berm
Baca selengkapnya

Bab 184. Orang Yang Sangat Berbahaya

Lantai garasi tiba-tiba terbuka, perlahan muncul motor sport berwarna ungu muda, warna kesukaan Andin. Andin sangat menyukai kejutan yang diberikan oleh suaminya. Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami, lalu mencium pipi suaminya berkali-kali. “Terima kasih, Boo. Kamu emang yang terbaik.” Haidar kembali memencet tombol pada remot yang ia pegang. Motor itu kembali ke dalam garasi bawah tanah. “Sekarang ayo kita tidur!” Haidar membopong sang istri masuk kembali ke dalam kamarnya. “Boo, apa kamu mau menghukumku lagi?” tanya Andin. Sebenarnya ia merasa sangat lelah, tapi ia sudah terlanjur berucap. “Kita tidur aja ya, kepalaku sedikit pusing, mungkin karena kehujanan.” Haidar berjalan santai sambil membopong sang istri. “Aku mencintaimu.” Andin berkali-kali mencium pipi suaminya. “Sebenar
Baca selengkapnya

Bab 185. Pasangan Yang Manis

Andin melayangkan tangannya hendak memeluk Haidar. Namun, sang suami sudah tidak ada di sampingnya. “Boo, kamu di mana.” Dengan mata yang masih terpejam, Andin meraba tempat tidur suaminya. Ia terpaksa membuka mata, walau masih sangat mengantuk. Ia menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya. “Baru jam enam pagi. Ke mana dia? Bukannya dia masih cuti,” gumam Andin sambil menguap. Andin turun dari tempat tidur dengan malas. Dengan langkah yang gontai ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Ia masih sangat mengantuk karena mereka tidur sudah terlalu larut malam. Andin keluar dari kamarnya masih menggunakan baju tidur bergambar kelinci, baju yang sama dengan baju yang dipakai Haidar. “Ini bukti yang kuat untuk melawan mereka.” Baron menyodorkan amplop besar berwarna coklat kepada tuannya. Kini mereka berada di taman samping rumah. Di saung kecil di pinggir
Baca selengkapnya

Bab 186. Viamin Pagi

“Boo, Baron mau ngapain pagi-pagi banget udah ke sini?” tanya Andin setelah mereka berada di dalam kamar. “Ada berkas yang harus aku tanda tangani,” jawab Haidar sambil tersenyum. Ia terpaksa berbohong pada istrinya supaya sang istri tidak kepikiran terus dengan masalahnya. “Boo, aku masih ngantuk, kita tidur lagi yuk!” Andin hendak naik ke tempat tidur. Namun dicegah oleh suaminya. “Kita lari pagi aja yuk!” ajaknya pada sang istri. “Kita lari di taman sekalian nyari sarapan.” “Kalau itu aku mau. Kita ke taman selatan ya, aku mau makan bubur.” Andin segera berlari ke ruang ganti untuk mengganti baju. Haidar menggelengkan kepala sambil menyunggingkan senyumnya. “Kenapa dia selalu bersemangat kalau diajak jajan di pinggir jalan,” gumam Haidar pelan. Setelah memakai baju olah rag
Baca selengkapnya

Bab 187. Sensasi Yang Berbeda ( khusus 21+ )

‘Astaga! Dia beneran mau ngehukum gue?’ Andin bertanya dalam hatinya. ‘Abis makan langsung dipompa, bagaimana nasib perut gue. Mau nolak, tapi takut dosa. Ah nikmatin aja dah.’ Tubuh Andin terbaring di tempat tidur dengan kaki yang menjunati ke bawah. Haidar berdiri di depannya sudah tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. ‘Astaga si jagoan segede itu, pantas saja kalau dia masuk, rahim gue terasa penuh,’ gumam Andin sambil menelan ludahnya melihat sang jagoan yang sudah berdiri tegak bagaikan tiang pancang. Andin memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya, menikmati setiap permainan jari sang suami yang sedang menari-nari di liang keramatnya. Sementara bibirnya menyesapi mulut sang istri dengan rakus karena ada sensasi yang berbeda. Rasa panas dari gairah yang mereka ciptakan dan rasa pedas dari bibir Andin setelah makan bubur sambel menciptakan sensasi
Baca selengkapnya

Bab 188. Baron

Seminggu sudah Haidar menghabiskan waktunya di rumah saja dengan sang istri. Hari ini dia sudah mulai bekerja kembali. “Boo, di luar ada Baron. Apa dia belum tahu kalau hari ini kamu masuk kerja?” tanya Andin sambil memasang dasi suaminya. “Tahu. Makanya dia ke sini. Mulai hari ini dia akan menjemput dan mengantarku kerja,” jawab Haidar sambil mengecup kening istrinya. “Terima kasih, Bee,” ucapnya setelah Andin selesai memasangkan dasi untuknya. “Dia beralih profesi menjadi supir kamu?” ucap Andin sambil terkekeh. “Dia bisa jadi apa aja. Aku benar-benar beruntung bisa bertemu dengan orang seperti Baron,” ucap Haidar dengan tulus. Baron adalah pemuda yang ditolong Papi Mannaf dari kejaran warga saat ia kedapatan mencuri makanan untuk ibunya yang sedang sakit, waktu itu umurnya baru lima belas tahun. Papi Mannaf melatih Ba
Baca selengkapnya

Bab 189. Obat Perangsang

“Sepertinya mereka mempunyai rencana baru, untuk menyerang kita,” ucap Baron setelah ia kembali masuk ke dalam mobil. “Perketat penjagaan terhadap Nona muda! Jangan terlihat mencurigakan!” titah Baron pada anak buahnya. Haidar mengepalkan tangannya, tatapannya yang tajam seperti elang terlihat sangat menakutkan. ‘Aku tidak akan mengampuni kalian.’ Sementara Andin pergi ke restoran menggunakan motor barunya. Bukan Andin namanya kalau tidak kebut-kebutan di jalanan saat mengendarai kuda besinya. Sepeda motornya melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang tidak terlalu ramai karena dia melewati jalanan yang jarang dilalui orang kebanyakan. Tidak butuh waktu lama, Andin sudah sampai di restoran milik keluarganya. Ia memarkirkan motornya di tempat parkir khusus. “Halo, Kak Ais apa kabar?” sapa Andin pada saudara sepupunya yang s
Baca selengkapnya

Bab 190. Haidar Murka

“Apa?!” seru Andin Ia langsung membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangan sambil celingak-celinguk melihat ke sekelilingnya. “Untungnya lagi sepi.” Andin mengusap dadanya dengan lega. Setelah Andin masuk ke dalam kelas. Para bodyguardnya berpencar untuk menjaga nona mudanya secara sembunyi-sembunyi. “Din, kok lo lama?” tanya Sisil pada sahabatnya yang langsung duduk di kursi di sampingnya. “Ntar gue ceritain,” bisik Andin pada sahabatnya. Sementara di kantor Mannaf Grup seorang pimpinan perusahaan besar itu sedang tidak bisa fokus dengan kerjaannya. Ia khawatir musuh-musuhnya akan melukai sang istri. Ketika Haidar hendak menelpon bodyguardnya, Baron masuk ke ruangan sang CEO tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Hanya dia yang berani melakukannya. Baron mendekati sang tuan lalu berbisik
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
61
DMCA.com Protection Status