Lantai garasi tiba-tiba terbuka, perlahan muncul motor sport berwarna ungu muda, warna kesukaan Andin. Andin sangat menyukai kejutan yang diberikan oleh suaminya.
Andin melingkarkan tangannya di leher sang suami, lalu mencium pipi suaminya berkali-kali. “Terima kasih, Boo. Kamu emang yang terbaik.”
Haidar kembali memencet tombol pada remot yang ia pegang. Motor itu kembali ke dalam garasi bawah tanah.
“Sekarang ayo kita tidur!” Haidar membopong sang istri masuk kembali ke dalam kamarnya.
“Boo, apa kamu mau menghukumku lagi?” tanya Andin. Sebenarnya ia merasa sangat lelah, tapi ia sudah terlanjur berucap.
“Kita tidur aja ya, kepalaku sedikit pusing, mungkin karena kehujanan.” Haidar berjalan santai sambil membopong sang istri.
“Aku mencintaimu.” Andin berkali-kali mencium pipi suaminya. “Sebenar
Andin melayangkan tangannya hendak memeluk Haidar. Namun, sang suami sudah tidak ada di sampingnya. “Boo, kamu di mana.” Dengan mata yang masih terpejam, Andin meraba tempat tidur suaminya.Ia terpaksa membuka mata, walau masih sangat mengantuk. Ia menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya. “Baru jam enam pagi. Ke mana dia? Bukannya dia masih cuti,” gumam Andin sambil menguap.Andin turun dari tempat tidur dengan malas. Dengan langkah yang gontai ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Ia masih sangat mengantuk karena mereka tidur sudah terlalu larut malam.Andin keluar dari kamarnya masih menggunakan baju tidur bergambar kelinci, baju yang sama dengan baju yang dipakai Haidar.“Ini bukti yang kuat untuk melawan mereka.” Baron menyodorkan amplop besar berwarna coklat kepada tuannya. Kini mereka berada di taman samping rumah. Di saung kecil di pinggir
“Boo, Baron mau ngapain pagi-pagi banget udah ke sini?” tanya Andin setelah mereka berada di dalam kamar.“Ada berkas yang harus aku tanda tangani,” jawab Haidar sambil tersenyum. Ia terpaksa berbohong pada istrinya supaya sang istri tidak kepikiran terus dengan masalahnya.“Boo, aku masih ngantuk, kita tidur lagi yuk!” Andin hendak naik ke tempat tidur. Namun dicegah oleh suaminya.“Kita lari pagi aja yuk!” ajaknya pada sang istri. “Kita lari di taman sekalian nyari sarapan.”“Kalau itu aku mau. Kita ke taman selatan ya, aku mau makan bubur.” Andin segera berlari ke ruang ganti untuk mengganti baju.Haidar menggelengkan kepala sambil menyunggingkan senyumnya. “Kenapa dia selalu bersemangat kalau diajak jajan di pinggir jalan,” gumam Haidar pelan.Setelah memakai baju olah rag
‘Astaga! Dia beneran mau ngehukum gue?’ Andin bertanya dalam hatinya. ‘Abis makan langsung dipompa, bagaimana nasib perut gue. Mau nolak, tapi takut dosa. Ah nikmatin aja dah.’Tubuh Andin terbaring di tempat tidur dengan kaki yang menjunati ke bawah. Haidar berdiri di depannya sudah tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya.‘Astaga si jagoan segede itu, pantas saja kalau dia masuk, rahim gue terasa penuh,’ gumam Andin sambil menelan ludahnya melihat sang jagoan yang sudah berdiri tegak bagaikan tiang pancang.Andin memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya, menikmati setiap permainan jari sang suami yang sedang menari-nari di liang keramatnya. Sementara bibirnya menyesapi mulut sang istri dengan rakus karena ada sensasi yang berbeda.Rasa panas dari gairah yang mereka ciptakan dan rasa pedas dari bibir Andin setelah makan bubur sambel menciptakan sensasi
Seminggu sudah Haidar menghabiskan waktunya di rumah saja dengan sang istri. Hari ini dia sudah mulai bekerja kembali.“Boo, di luar ada Baron. Apa dia belum tahu kalau hari ini kamu masuk kerja?” tanya Andin sambil memasang dasi suaminya.“Tahu. Makanya dia ke sini. Mulai hari ini dia akan menjemput dan mengantarku kerja,” jawab Haidar sambil mengecup kening istrinya. “Terima kasih, Bee,” ucapnya setelah Andin selesai memasangkan dasi untuknya.“Dia beralih profesi menjadi supir kamu?” ucap Andin sambil terkekeh.“Dia bisa jadi apa aja. Aku benar-benar beruntung bisa bertemu dengan orang seperti Baron,” ucap Haidar dengan tulus.Baron adalah pemuda yang ditolong Papi Mannaf dari kejaran warga saat ia kedapatan mencuri makanan untuk ibunya yang sedang sakit, waktu itu umurnya baru lima belas tahun. Papi Mannaf melatih Ba
“Sepertinya mereka mempunyai rencana baru, untuk menyerang kita,” ucap Baron setelah ia kembali masuk ke dalam mobil.“Perketat penjagaan terhadap Nona muda! Jangan terlihat mencurigakan!” titah Baron pada anak buahnya.Haidar mengepalkan tangannya, tatapannya yang tajam seperti elang terlihat sangat menakutkan. ‘Aku tidak akan mengampuni kalian.’Sementara Andin pergi ke restoran menggunakan motor barunya. Bukan Andin namanya kalau tidak kebut-kebutan di jalanan saat mengendarai kuda besinya. Sepeda motornya melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang tidak terlalu ramai karena dia melewati jalanan yang jarang dilalui orang kebanyakan.Tidak butuh waktu lama, Andin sudah sampai di restoran milik keluarganya. Ia memarkirkan motornya di tempat parkir khusus.“Halo, Kak Ais apa kabar?” sapa Andin pada saudara sepupunya yang s
“Apa?!” seru AndinIa langsung membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangan sambil celingak-celinguk melihat ke sekelilingnya. “Untungnya lagi sepi.” Andin mengusap dadanya dengan lega.Setelah Andin masuk ke dalam kelas. Para bodyguardnya berpencar untuk menjaga nona mudanya secara sembunyi-sembunyi.“Din, kok lo lama?” tanya Sisil pada sahabatnya yang langsung duduk di kursi di sampingnya.“Ntar gue ceritain,” bisik Andin pada sahabatnya.Sementara di kantor Mannaf Grup seorang pimpinan perusahaan besar itu sedang tidak bisa fokus dengan kerjaannya. Ia khawatir musuh-musuhnya akan melukai sang istri.Ketika Haidar hendak menelpon bodyguardnya, Baron masuk ke ruangan sang CEO tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Hanya dia yang berani melakukannya.Baron mendekati sang tuan lalu berbisik
“Kita mau ke mana, Boo?” Andin celingukan ke luar jendela. “Ini bukan ke arah rumah kita,” lanjutnya.“Kita ke kantor, Bee. Aku lagi banyak kerjaan,” jawab Haidar sambil fokus mengemudi.“Banyak kerjaan, tapi kenapa kamu jemput aku.” Andin menoleh pada suaminya.“Aku nggak bisa fokus kerja kalau kamu jauh dariku. Apalagi setelah mendengar laporan dari anak buahku kalau ada yang ingin menjebakmu.” Haidar menoleh pada istrinya sebentar lalu kembali fokus pada kemudinya.“Boo, bodyguardmu keren banget,” kata Andin yang membuat Haidar mendadak menghentikan mobilnya.“Ada apa sih?” tanya Andin pada suaminya yang mendadak menghentikan kendaraannya. “Hati-hati dong, Boo!”Haidar menatap istrinya dengan tajam. “Bee, kamu suka sama bodyguardku?” tanya Haidar den
Haidar menautkan jari jemarinya pada jemari lentik sang istri. Kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam kantornya. Semua karyawan menatapnya sejak sang CEO memasuki lobi.Ini adalah kali pertama sang CEO menggandeng wanita ke kantornya terlebih lagi, wanitanya masih sangat muda.“Wanita si Bos masih sangat cantik dan masih sangat muda. Mereka terlihat sangat serasi, cantik dan ganteng,” bisik salah satu karyawati.“Itu istri si Bos? Cantiknya pake banget,” timpal yang lainnya.“Penampilannya apa adanya, nggak seperti wanita seorang CEO yang memakai pakaian serba mewah. Aku suka melihat istrinya si Bos.” Salah satu karyawan lainnya ikut berkomentar.“Apa itu benar istrinya? Kita ‘kan nggak pernah tahu,” sahut salah satu karyawati yang merasa cemburu melihat sang CEO menggandeg wanita cantik.“Selama