“Nyonya, tunggu sebentar!” cegah Radit. “Badan saya bau. Saya tidak bisa melakukannya sekarang karena saya bau badan,” alasannya.
Serafina tidak peduli. Sejak bertemu dengan Radit, dia sudah berhasrat pada pria tampan itu. Jangan banyak alasan! Karena itu tidak akan memengaruhi niat Serafina agar bisa tidur dengannya.
“Jangan menolakku, Radit! Aku kan sudah bilang, aku akan membayarmu sangat mahal jika kamu mau melayaniku,” kata Serafina mengingatkannya lagi.
“Iya. Tapi, tidak sekarang Nyonya! Saya merasa belum siap lahir batin melakukannya dengan Anda. Apalagi kita baru saja kenal,” Radit beralasan lagi. Sebisa mungkin dia harus bisa mencegah hal itu agar tidak sampai terjadi. Dia harus mengulur waktu.
“Lalu, kapan?” desak Serafina. Radit tampak berpikir dahulu. Dia sengaja mengulur waktu.
“Saya mau mandi dulu. Selagi saya mandi, Anda bisa rebahan dulu di tempat tidur. Bagaimana,” Radit mengusulkan. Masuk akal juga menurut Serafina.
Baiklah. Serafina akan menunggu Radit sampai dia selesai mandi. Setelah keduanya bersepakat, Radit buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Bukannya mandi, dia malah mondar-mandir nggak jelas sambil menggaruk-garuk kepalanya. Meski tidak terasa gatal.
Sepuluh menit. Lima belas menit lamanya, Radit masih berada di dalam kamar mandi. Serafina merasa kesal karena Radit tak kunjung selesai mandinya. Dia tidak tahu jika di dalam sana Radit hanya diam saja, termenung sendirian meratapi nasibnya.
Entah apa yang harus Radit lakukan sekarang. Apa dia sedang mendapatkan durian runtuh alias rejeki nomplok atau musibah yang tak pernah bosan selalu menghampirinya?
“Apa Tuhan sedang berbaik hati mengabulkan semua doa terbaikku?” tanya Radit dalam hati.
Bukankah seharusnya Radit merasa senang sekarang? Karena dia bisa tidur nyenyak malam ini. Tadinya, dia ketakutan sekali karena harus tidur di jalanan bersama para gelandangan di bawah kolong jembatan. Jika tidak segera mendapatkan tempat tinggal sementara.
Siapa yang menyangka, kini Radit memiliki apartemen sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam. Sebuah ruangan yang lebih besar dari rumah kontrakan di seberang kampusnya. Bahkan, berkali-kali lipat dari kamar kosnya yang sangat kecil. Dia bisa memperhitungkan keuntungannya.
“Radit, apa kamu sudah selesai di dalam sana?” tanya Serafina di luar kamar mandi. Dia juga mengetuk-ngetuk pintu kamar mandinya.
“Belum, Nyonya. Saya masih bersemedi di sini,” sahut Radit dari dalam sana.
Radit menyalakan shower agar terdengar suara percikan airnya. Dia juga segera mandi. Entah apa yang akan dilakukannya usai mandi nanti. Berjaga-jaga saja. Jika memang malam ini dia harus melepas keperjakaannya. Maka, dia harus merelakannya.
Radit juga nggak bakalan rugi-rugi amat karena wanita yang sudah menyentuhnya itu adalah wanita terhormat, kaya raya, dan sangat cantik bak bidadari yang baru turun dari khayangan.
Radit sudah selesai mandi. Ketika dia keluar dari kamar mandi sambil bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk bawah pinggang, dia melihat Serafina sudah tertidur pulas di tempat tidurnya. Serius, wanita itu sudah tidur? Radit memastikannya lagi.
Syukurlah. Serafina sudah tertidur lelap. Radit segera mengenakan kembali pakaiannya. Kesempatan yang bagus. Dia akan berpura-pura tidur di sampingnya saja. Tanpa aktifitas malam yang harus merelakan keperjakaannya. Beruntung, Tuhan masih menyelamatkan kesucian dan kehormatannya sebagai pria sejati.
“Selamat malam, Nyonya cantik. Mimpi yang indah,” ucap Radit saat merebahkan tubuh di sampingnya. Sambil menarik selimut dan bergegas memejamkan mata.
Nyaman sekali tidur di apartemen mewah ini, pikirnya. Senyum mengembang di bibirnya yang tipis. Dia juga akan bermimpi indah malam ini, tanpa harus memikirkan tempat tinggal lagi.
***
Keesokan paginya, Radit terbangun dari tidurnya. Serafina masih tertidur nyenyak di sampingnya. Radit melepas kaos oblongnya dan hanya menyisakan celana pendek. Dia membelai wajah Serafina. Hingga wanita itu kebangun dari tidurnya. Radit pura-pura tersenyum manis saat Nyonya cantik itu membuka matanya perlahan-lahan.
“Sayang, kamu sudah bangun?” tanya Serafina pada Radit. Pria itu mengangguk mantap. Lalu, Serafina memeluknya.
“Apa semalam terjadi sesuatu di antara kita?” tanya Serafina lagi.
Ah, itu. Radit sibuk mencari-cari alasan. Serafina tidak tahu, jika semalam tidak terjadi apa-apa pada mereka berdua.
“Aneh, aku ngerasa nyaman sekali berada di pelukanmu, Sayang,” ujar Serafina. Dia semakin mempererat pelukannya.
Deg!
Radit berdebar-debar saat Serafina memeluk dan memberinya kecupan mesra. Morning kiss, katanya. Radit membelalak kaget setelah mendapat ciuman itu. Dia meraba-raba sekitar bibirnya. Ada sesuatu yang menggetarkan hatinya pagi ini. Entah kenapa, tiba-tiba saja dia merasa bergairah.
Serafina bangun dari tempat tidurnya. Matanya masih setengah mengantuk saat dia beranjak dari ranjangnya. Radit meraih tangannya, lalu membawa wanita itu kepelukannya. Dia penasaran sekali dengan “rasa” yang ditinggalkan Serafina di bibirnya.
Radit mendaratkan ciuman di bibir Serafina. Dengan rakus dia melumat bibir Serafina hingga wanita itu membalasnya, tak kalah mesra.
Dingin. Itu yang dirasakan oleh Radit saat kedua bibir mereka saling berpagutan. Radit tidak percaya, wanita itu benar-benar sangat kesepian. Mungkin selama ini dia tidak pernah mendapatkan kepuasan dari suaminya. Kasihan sekali, pikir Radit.
***
Sudah beberapa hari ini hidup Radit berubah. Sejak dia menjalin hubungan dengan Serafina. Wanita kaya raya itu sudah mengubah hidupnya. Dari yang tidak memiliki apa-apa menjadi orang berada. Memiliki segalanya.
Selain apartemen mewah, Radit juga diberikan kendaraan bermotor. Satu unit mobil sport dan motor 250 cc. Bagi Radit, itu sudah termasuk barang-barang mewah yang dia miliki. Itu sudah lebih dari cukup.
Sekarang, pria tampan itu memiliki sejuta pesona yang tak terbantahkan. Di kampus, dia mendadak jadi idola para mahasiswi. Lelaki parasit itu sudah banyak modal sekarang.
“Itu Radit!” Sekelompok mahasiswi histeris saat Radit melewatinya sambil melempar senyum.
Radit tampak cuek menanggapi mereka yang begitu tergila-gila kepadanya. Wajar saja, siapa sih yang bisa menolak kharisma sang Casanova dadakan itu?
Radit baru saja keluar dari kelasnya. Para mahasiswi genit langsung berkerumun, meminta berfoto dengannya. Radit menjelma bak selebritis di kampus. Tidak hanya di kampus, di sosial media pun ketampanan Radit mendadak viral sehingga banyak yang menyebutnya sebagai selebram dengan jumlah follower hampir jutaan orang.
Sang Dewa Cinta, nama akun barunya di sosial media. Tawaran endorse dari berbagai macam produk pun menghampirinya. Namun, Radit menolaknya mentah-mentah. Dia menghindarinya karena tidak ingin mengecewakan Serafina, selingkuhannya yang sudah membiayai hidupnya selama ini.
Radit menjadi pria simpanan Serafina selama ini. Semua yang dimilikinya berasal dari wanita kaya raya itu. Serafina memperalat dan memperbudak Radit sejak pertemuan mereka pertama kalinya.
Tidak apa-apa. Selama Radit bisa hidup dengan nyaman, dia merasa hubungan terlarangnya tidak akan jadi masalah. Di kala jenuh melanda, tak segan-segan wanita itu selalu memanggil Radit untuk menemaninya. Sekadar jalan-jalan atau sebagai alat pemuas nafsunya.
Ponsel Radit berdering. Panggilan masuk dari kekasih gelapnya. Dia segera mencari tempat yang aman dan hening. Agar lebih leluasa mengobrol dengannya. Meski berkomunikasi dengan video call, dia sangat menjaga privasinya. Dia tidak ingin Serafina mengetahui jika sekarang ini dirinya dikelilingi banyak mahasiswi canitik di kampus.
“Sayang, kamu di mana?” tanya Serafina saat dia berada di perusahaan suaminya, menggantikan posisinya sementara.
“Aku di kampus,” jawab Radit. Nada bicaranya berubah sejak status mereka menjadi ‘relationship’.
“Kamu lagi nggak sibuk, kan?” Serafina memastikannya.
“Nggak. Aku baru keluar dari kelas. Sebentar lagi mau ada bimbingan dengan dosen. Ada apa, Sayang?” Radit memberitahu Serafina sambil sesekali menggodanya. “Mau ketemu lagi?” tawarnya.
“Nanti malam, aku akan ke apartemenmu,” Serafina memberitahu.
“Ooh,” Radit datar menanggapinya. “Sore ini, aku ada urusan dulu di luar. Mau ke kosanku yang lama mengambil beberapa barang. Kamu duluan aja ke apartemenku, ya?”
“Iya. Jangan lama-lama! Aku nggak mau nungguin kamu terlalu lama.”
“Nggak bakalan lama, Sayang. Aku nggak mau ngebiarin kamu sendirian di sana. Wanita cantik sepertimu nggak boleh dianggurin. Iya, nggak?” goda Radit.
Radit dan Serafina sudah mengatur jadwal pertemuan mereka nanti malam. Kesempatan yang bagus untuk meminta sesuatu pada Serafina. Radit membutuhkan ponsel baru, yang harganya hampir sama dengan satu unit laptop merek ternama. Bahkan lebih mahal dari itu.
Ketika Radit mematikan ponselnya dan hendak memasukkannya ke dalam saku celana jeansnya, tiba-tiba seorang mahasiswi berlarian dengan tergesa-gesa dan tak sengaja sudah menabraknya.
BRUKKK!
Benturannya cukup keras. Keduanya ambruk bersamaan dan ponsel mahal Radit terjatuh ke tanah. Layarnya pun retak seketika. Sialan!
“WOOYYY!” tegur Radit sambil meneriaki mahasiswi itu.
“Sorry!” Mahasiswi itu segera meminta maaf di hadapan Radit⸺seniornya. “Punya mata nggak sih, lo?” hardik Radit. Dia marah sekali pada gadis itu. “Lihat, tuh! ponsel gue rusak jadinya,” Radit menyalahkannya. “Maaf,” sesal gadis itu. Seraya menundukkan pandangan matanya. Dia tidak berani menatap ke arah Radit yang murka kepadanya. Gara-gara ponselnya rusak. “Terus sekarang gimana? Ponsel gue rusak. Apa lo bisa gantiin?” tanya Radit. Sembari memerhatikan penampilan mahasiswi itu. Gadis itu diam saja, tak menyahutnya. Yang bisa diucapkan gadis tak berdosa itu hanya meminta maaf. Dia sungguh menyesali perbuatannya yang amat ceroboh. “Sebaiknya lo pergi dari hadapan gue. Enyah sana! Mood gue lagi nggak bagus sekarang. Jangan sampai, gue ngelakuin kekerasan sama lo. Ngerti?” usir Radit sambil memperingatkannya. Gadis itu buru-buru pergi. Dia ketakutan sekali menghadapi Radit. Secepat kilat, gadis itu berlari meninggalkan Radit yang masih uring-uringan di taman kampus karena ponselnya r
“Mampus gue!” ucap Deska sambil tepok jidatnya.Oh, God! Kenapa tadi Deska bicara sesumbar di depan Radit? Deska menyesalinya. Amat sangat menyesal. Dia bicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya. Jadinya, kacau balau begini, kan? Dari mana dia bisa mendapatkan ponsel limited edition itu?Deska harus memutar otak, mencari cara menyelesaikan permasalahan itu dengan Radit. Dalam hati Deska bertekad, pokoknya setelah menyelesaikan urusannya, dia ogah berhubungan lagi dengan mahasiswa abadi yang songong dan berlagu itu.“Nyebelin banget sih, tuh orang!” ketus Deska. Sembari mendengus kesal.“Des! Lo diapain sama Radit?” tanya Dinda, salah seorang teman sekelasnya menghampiri.Deska pasang wajah sendu. “Tamat riwayat gue, Din,” cerita Deska setengah-setengah.Dinda mengerutkan keningnya hingga berlipat-lipat. Tamat gimana maksudnya? Dinda mana ngerti kalau kalimat Deska setengah
Aneh sekali. Tidak ada nama pengirimnya saat Radit menerima paketnya. Kurir ekspedisi yang mengirimkannya pun tidak mengatakan apa-apa soal data pengirimnya. Katanya, itu sudah sesuai dengan pihak ekspedisi. Kurir tinggal mengantarkan barangnya saja.Radit jadi makin penasaran. Dia langsung membuka paketnya itu. Tidak lupa, dia juga menyalakan kamera ponsel lalu merekamnya. Ritual membuka bungkusan paket rahasia itu harus diabadikan terlebih dahulu. Siapa tahu, isi paketnya aneh-aneh. Untuk antisipasi saja kalau ada oknum hatersnya yang sengaja bikin ulah padanya.“Unboxing dulu, guys! Kita lihat, paket apaan nih yang dikirim seseorang buat gue.” Radit membuka bungkusan paketnya dengan perlahan-lahan.Dasar tukang pamer! Radit membuka paket itu sambil live di sosial media. Para pengikutnya di sosial media langsung membanjirinya dengan beragam komentar.“Awas, itu bom!”“Wah, kira-kira apaan tuh Kak Radit?&ldquo
Deska menjawab dengan anggukan kepala. Namun Radit masih belum puas dengan jawaban yang diberikan Deska. Deska dapat mengetahui kecurigaan Radit lewat ekspresinya.“Serius?” tanya Radit memastikan.“Iya, serius, Kak,” Deska meyakinkan Radit.“Nggak mungkin. Cewek kayak Lo nggak mungkin bisa beli ponsel mahal kayak gini,” sangkal Radit dengan kerutan di dahi yang semakin terlihat jelas.“Lah, ‘kan, buktinya sekarang ada. Itu yang di tangan Kak Radit. Intinya, sekarang utangku sama Kak Radit udah lunas, ya. Jadi aku permisi dulu, Kak,” Deska pamit.Baru saja Deska membalikkan badan untuk segera menjauhi Radit, tiba-tiba tangannya dicekal.“Tunggu!” sergah Radit.Deska memasang mimik wajah penasaran. Dia sudah jengah dengan kelakuan Radit yang aneh dan seenaknya sendiri selama ini.“Jangan bilang kalau kamu nyuri,” terka Radit.Mendengar itu Deska
Radit mulai mengumpulkan bukti-bukti tentang jati diri Deska berdasarkan opini dari teman se-gengnya. Dia menyelidiki tentang pinjaman online terlebih dahulu. Tentu saja dia butuh koneksi untuk mengungkit hal ini.Akhirnya, Radit memanfaatkan Serafina untuk membantunya mencari informasi terkait jasa pinjaman tersebut. Serafina yang notabenenya memiliki banyak kenalan itu pun dengan mudah menemukan orang yang diinginkan Radit.Radit berterima kasih kepada Serafina karena sudah membantunya lagi untuk menyelesaikan masalahnya. Semua keinginan Serafina akan Radit penuhi sebagai balas jasa yang telah dilakukan kekasihnya itu.Ternyata memang benar. Jasa pinjaman online itu hanya bisa dilakukan oleh orang kalangan atas. Radit bertanya kepada “orang dalam” di tempat jasa pinjaman itu. Katanya, pada tanggal Radit menerima paket tidak ada transaksi peminjaman uang dari negara Indonesia. Tidak ada juga transaksi pengembalian uang pinjaman pad
“Lo nipu gue, ya?” tukas Radit.Deska mengerutkan dahi sebentar sebelum membalas, “Nipu kakak? Maksudnya gimana, ya?”“Nggak usah pura-pura nggak tahu, deh,” tuduh Radit lagi hingga menyudutkan Deska.Deska masih bergeming melihat Radit yang sedang kesal padanya. “Lo manipulasi struk pembelian ponsel dan itu bukan ponsel yang baru aja lo beli. Melainkan ponsel yang dibeli bulan lalu sama lo, ‘kan?” tebak Radit.Deg!Jantung Deska seolah berhenti sejenak barusan. Bagaimana bisa Radit menyadarinya secepat itu? Memang benar Radit bukan orang bodoh. Tapi, tidak mungkin juga dia sepintar itu untuk mengetahuinya dalam waktu sehari semalam saja.“Dih, ditanyain malah bengong. Jawab atuh, yang sejujurnya!” perintah Radit seolah tak ingin dibantah.Merasa dirinya sudah berada di ujung tanduk, akhirnya Deska memilih untuk mengatakan yang sebenarnya. “E-emang aku yang memani
Radit terpesona melihat penampilan baru Deska saat ini. Dia tidak menyangka, jika Deska akan berubah menjadi lebih cantik dan menawan dibandingkan dengan sebelumnya. Bak langit dan bumi, perbedaannya terlalu jauh sehingga sulit dicerna akal. Dari sekian banyak mahasiswa yang ada di kampus sekarang, hanya Radit yang menyadari bidadari di depannya adalah Deska.Sebelumnya, Radit pernah melihat sosok Deska tanpa kacamata tempo hari. Itu pun karena Radit melakukannya dengan paksa. Meski tak mau mengakui kebenarannya, Radit tahu pasti bahwa dihadapannya sosok asli dari gadis yang sering dicibirnya dekil dan lusuh.“Cantik,” puji Radit setelah berhasil mengembalikan kesadarannya seperti semula.Deska yang tiba-tiba dipuji oleh Radit merasa kikuk. “Eh … ma-makasih, Kak.”Deska memutar bola matanya, sebal. Dia benci situasi seperti ini. Sebelum tidak bisa mengendalikannya, dia memilih untuk segera pergi dari hadapan Radit. Namun, la
“Hai, Des!” sapa Radit sok akrab. Ketika dia melihat Deska melewatinya di koridor kampus.Deska mengernyitkan dahi, mau ngapain si mahasiswa abadi itu mendekatinya? gerutu Deska dalam hati. Dia tidak suka jika seniornya yang genit itu memanggil-manggil namanya.“Deska!” panggil Radit. “Tungguin aku dong!” Radit menyusulnya. Sejenak, Deska terdiam lalu menoleh ke arahnya.“Aku?” cibir Deska. Radit senyum-senyum sendiri, tebar pesona di depan Deska.Deska tersenyum dengan nada mengejek. Biasanya, ngomongnya gue elo. Kenapa sekarang tiba-tiba Radit jadi ramah dan sopan banget sama Deska? Deska menemukan kejanggalan itu dari sikap Radit yang mulai menunjukkan gejala preman picisan.“Ada apa?” tanya Deska tak sabaran. Dia tidak mau membuang-buang waktunya dengan Radit. Sesekali, dia melirik jam digital di layar ponselnya. Dia hampir terlambat masuk kelas. Terpaksa, dia harus meladeni Radit dahu