“Lo nipu gue, ya?” tukas Radit.
Deska mengerutkan dahi sebentar sebelum membalas, “Nipu kakak? Maksudnya gimana, ya?”
“Nggak usah pura-pura nggak tahu, deh,” tuduh Radit lagi hingga menyudutkan Deska.
Deska masih bergeming melihat Radit yang sedang kesal padanya. “Lo manipulasi struk pembelian ponsel dan itu bukan ponsel yang baru aja lo beli. Melainkan ponsel yang dibeli bulan lalu sama lo, ‘kan?” tebak Radit.
Deg!
Jantung Deska seolah berhenti sejenak barusan. Bagaimana bisa Radit menyadarinya secepat itu? Memang benar Radit bukan orang bodoh. Tapi, tidak mungkin juga dia sepintar itu untuk mengetahuinya dalam waktu sehari semalam saja.
“Dih, ditanyain malah bengong. Jawab atuh, yang sejujurnya!” perintah Radit seolah tak ingin dibantah.
Merasa dirinya sudah berada di ujung tanduk, akhirnya Deska memilih untuk mengatakan yang sebenarnya. “E-emang aku yang memani
Radit terpesona melihat penampilan baru Deska saat ini. Dia tidak menyangka, jika Deska akan berubah menjadi lebih cantik dan menawan dibandingkan dengan sebelumnya. Bak langit dan bumi, perbedaannya terlalu jauh sehingga sulit dicerna akal. Dari sekian banyak mahasiswa yang ada di kampus sekarang, hanya Radit yang menyadari bidadari di depannya adalah Deska.Sebelumnya, Radit pernah melihat sosok Deska tanpa kacamata tempo hari. Itu pun karena Radit melakukannya dengan paksa. Meski tak mau mengakui kebenarannya, Radit tahu pasti bahwa dihadapannya sosok asli dari gadis yang sering dicibirnya dekil dan lusuh.“Cantik,” puji Radit setelah berhasil mengembalikan kesadarannya seperti semula.Deska yang tiba-tiba dipuji oleh Radit merasa kikuk. “Eh … ma-makasih, Kak.”Deska memutar bola matanya, sebal. Dia benci situasi seperti ini. Sebelum tidak bisa mengendalikannya, dia memilih untuk segera pergi dari hadapan Radit. Namun, la
“Hai, Des!” sapa Radit sok akrab. Ketika dia melihat Deska melewatinya di koridor kampus.Deska mengernyitkan dahi, mau ngapain si mahasiswa abadi itu mendekatinya? gerutu Deska dalam hati. Dia tidak suka jika seniornya yang genit itu memanggil-manggil namanya.“Deska!” panggil Radit. “Tungguin aku dong!” Radit menyusulnya. Sejenak, Deska terdiam lalu menoleh ke arahnya.“Aku?” cibir Deska. Radit senyum-senyum sendiri, tebar pesona di depan Deska.Deska tersenyum dengan nada mengejek. Biasanya, ngomongnya gue elo. Kenapa sekarang tiba-tiba Radit jadi ramah dan sopan banget sama Deska? Deska menemukan kejanggalan itu dari sikap Radit yang mulai menunjukkan gejala preman picisan.“Ada apa?” tanya Deska tak sabaran. Dia tidak mau membuang-buang waktunya dengan Radit. Sesekali, dia melirik jam digital di layar ponselnya. Dia hampir terlambat masuk kelas. Terpaksa, dia harus meladeni Radit dahu
“Serafina?” ujar Radit. Dia terkejut dengan kedatangan Serafina di apartemennya.“Aku tanya, barusan kamu ngomong apa?” ulang Serafina. Kali ini terdengar seperti perintah.“Nggak ada,” bual Radit. Dia sengaja menutup-nutupinya.“Bohong! Aku tadi dengar kamu menggumam,” tebak Serafina.“Ah, masa sih? Kamu salah dengar kali,” sangkal Radit.“Kamu yakin, Dit?” Serafina tetap menaruh curiga pada Radit. Sepertinya, kekasih berondongnya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah apa.“Aku nggak bilang apa-apa kok. Aku hanya berbicara pada diriku sendiri. Kalau ada yang lebih cantik, pintar, kaya raya, masa depannya lebih cerah dan bersinar dibandingkan denganmu, kenapa enggak?” gurau Radit.“Apa-apaan ini? Kamu bercanda, kan, Dit?” Serafina geram. Dia merasa tersinggung dengan ucapan Radit barusan. Itu sama saja dengan mengejeknya.
“Kalau gitu beri aku waktu, Kak,” tawar Deska.Radit tampak berpikir sejenak, “Hmm... gimana, ya? Aku nggak suka sih buang-buang waktu. Tapi, kalau itu yang kamu mau, mungkin bisa kupertimbangkan lagi.”Deska menghela napas lega. Dia tak menyangka Radit menyetujui permintaannya. Deska berencana mengulur waktu sembari menyusun rencana agar Radit tak dapat mengganggunya dan Dinda lagi.“Tapi ingat! Semakin lama kamu menunda jawabanmu, Dinda akan semakin menderita di tanganku.” Kali ini ucapan Radit benar-benar membuat Deska bergidik ngeri.“Kali ini kamu nggak akan bisa menang, Deska. Semua siasatmu sudah terbaca. Jadi, lebih baik segera akhiri permainan ini. Karena hasilnya sudah terlihat jelas sekarang,” batin Radit senang dengan situasi saat ini.***Hati Dinda belum tenang. Dia masih memikirkan nasib sahabatnya yang tadi di
Deska sudah membuat rencana. Ada banyak hal yang kini menjadi pertimbangannya. Berani sekali Radit mengusik ketenangan Dinda di kampus. Deska tidak akan tinggal diam. Ada harga yang harus Radit bayar saat dia membagunkan singa yang tertidur lelap di sarangnya.Perhitungan Radit pun salah besar menurut Deska. Ekspektasinya terlalu melambung tinggi, yang menginginkan Deska menjadi kekasihnya. Untuk menggantikan posisi Serafina. Kini, si polos Deska pun mulai bertindak. Dia tidak segan-segan lagi membuat Radit menyesal telah mengenalnya.Deska bertekad, jika Radit memilihnya untuk menjadi kekasihnya, dia akan membuat hidup playboy kampret itu sengsara. Sebaliknya, jika Radit bisa memanfaatkan kesempatan dengan cara, dia bisa mendekatkan lagi hubungan Deska dan Dinda, maka kesalahannya akan termaafkan. Deska berjanji pada dirinya sendiri.“Inilah yang dinamakan dengan senjata makan tuan,” gumam Deska.&nbs
“Jadi?” desak Dinda mulai tak sabar menunggu Deska yang tak kunjung berbicara.Setelah mereka selesai menghabiskan kue bersama, Deska masih diam seribu bahasa. Dinda bisa memakluminya saat makan tadi. Mungkin, mereka bisa menyelesaikan acara makannya sebelum berbicara serius. Tetapi, ini sudah 10 menit sejak mereka menghabiskan kue. Keduanya belum ada yang memulai pembicaraan. Kenapa mereka saling diam?“Ng… Din!” Deska memanggilnya sangat pelan. Segan.“Ya, Des?” sahut Dinda. “Ada apa?” tanyanya.“Gue bingung nih harus mulai ceritanya dari mana dulu,” gumam Deska dengan mata yang tak berani menatap Dinda.Bukan karena Dinda menakutkan, tetapi karena dia harus mengungkit kenangan menyakitkan yang terjadi di masa lalunya. Dinda menyadari itu dari raut wajah Deska. Sudah terbaca dengan jelas sebelum mereka memakan k
“Bukannya mereka lagi marahan?” Radit heran. Dia melihat Deska dan Dinda yang sudah jalan bersama-sama lagi. Secepat itukah mereka rujuk?Deska sempat menoleh ke arah Radit. Pandangan mereka pun tak sengaja beradu. Deska buru-buru mengalihkan perhatiannya ke Dinda lagi. Dia hanya sesekali curi-curi pandang melihat Radit.“Ah, sialan! Padahal, cewek itu bisa gue manfaatin buat deketin Deska. Sayang sekali, mereka udah akur lagi,” Radit nampak kecewa. Lantas, dia pergi meninggalkan kampus duluan. Karena sudah ada janji dengan Serafina.“Dit!” panggil salah seorang teman sekelasnya. Dia menghampiri Radit sambil menepuk bahunya. “Mau ke mana lo? Masih siang udah cabut aja.”“Gue ada urusan,” sahut Radit.“Urusan apa? Cewek, ya?” tebaknya. Temannya yang satu itu ingin tahu. Dia juga mesam-mesem sendiri sambil meny
“Serafina, maaf ya. Kayaknya, aku harus pergi sekarang,” Radit pamit. Dia segera mengambil pakaiannya, memakainya lagi asal-asalan.“Siapa sih yang nelepon kamu barusan? Kok, kamu tiba-tiba mau pergi gitu aja,” Serafina kesal. Karena Radit buru-buru mau meninggalkan apartemennya.“Oh, itu…” Radit berpikir dulu sebelum beralasan. Mana mungkin dia memerlihatkan pesan dari Deska kepada Serafina. “Tadi, dosen pembimbingku yang mengabari kalau aku harus segera mengirimkan revisi untuk laporan tugas akhirku. Malam ini…”“Masa sih?” Serafina ragu-ragu. Dia melihat raut wajah Radit yang tidak biasa berbohong kepadanya. “Kamu lagi nggak ada janji sama cewek lain, kan?” tuduhnya.Radit selesai berpakaian. “Sorry ya! Bukannya aku nggak mau nemenin kamu malam ini. Tapi, mau gimana lagi? Dosenku itu killer banget. Kalau ng